Tinta Media: 100 tahun
Tampilkan postingan dengan label 100 tahun. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label 100 tahun. Tampilkan semua postingan

Kamis, 07 Maret 2024

100 Tahun Demokrasi Turki, 100 Tahun Tanpa Khilafah



Tinta Media - Di berbagai sudut kota Istanbul muncul tulisan 100 tahun Demokrasi Turki. Sudah 100 tahun juga dunia tanpa khilafah setelah 3 Maret 1924 Turki memakai Demokrasi sistem warisan Yunani kuno tersebut. Ketika penulis berbincang dengan sopir taksi, ia juga ingin berjaya kembali dengan khilafah tapi penguasa Turki dan sebagian masyarakat masih ingin demokrasi.

Sejarah mencatat, Turki pernah menjadi negara besar dan hebat  yang menjadi pusat peradaban dunia. Kala itu Turki dikenal sebagai Kesultanan Utsmaniyah atau khilafah Utsmaniyah atau Negara Agung Utsmaniyah. Barat menyebutnya sebagai Turki Ottoman.

Wilayah Kesultanan Turki Utsmani sangat luas bahkan lintas Benua. Semula didirikan oleh suku-suku Turki di bawah pimpinan Osman Bey di barat laut Anatolia pada tahun 1299. Setelah 1354, Utsmaniyah melintasi Eropa dan wilayah Balkan.

Bahkan di masa Sultan Muhammad al Fatih alias Sultan Mehmed II (1432-1481), berhasil mengakhiri dominasi Kekaisaran Romawi Timur. Pasukan terbaiknya berhasil menjebol Benteng berlapis tiga dan pertahanan terkuat kala itu. Mereka berhasil menaklukkan Konstantinopel tahun 1453. 

Kejayaan Turki Utsmani mencapai puncaknya ketika di bawah pemerintahan Sultan Suleiman Al-Qanuni (1520-1566), Kesultanan Utsmaniyah menjadi salah satu negara terkuat di dunia. Menjadi pusat peradaban hukum dan pemerintahan dunia kala itu. Mengendalikan sebagian besar Eropa Tenggara, Asia Barat/Kaukasus, Afrika Utara, dan Afrika. Pada awal abad ke-17, kesultanan ini terdiri dari 32 provinsi dan sejumlah negara vasal, beberapa di antaranya dianeksasi ke dalam teritori kesultanan, sedangkan sisanya diberikan beragam tingkat otonomi dalam kurun beberapa abad.

Kesultanan Utsmaniyah menjadi pusat interaksi antara dunia Timur dan Barat selama lebih dari enam abad. Setelah penaklukkan Mesir oleh Utsmaniyah pada 1517, Khalifah Al-Mutawakkil III menyerahkan kedudukan khalifah kepada Sultan Selim I. Hal ini menjadikan penguasa Utsmaniyah tidak hanya berperan sebagai sultan (kepala negara Utsmaniyah), tetapi juga sebagai pemimpin dunia Islam secara simbolis. 

Kesultanan ini bubar pasca Perang Dunia I, tepatnya pada 1 November 1922. Meski demikian Turki  Utsmaniyah sempat mempertahankan status mereka sebagai khilafah selama beberapa saat, sampai akhirnya kekhalifahan juga dibubarkan pada 3 Maret 1924. Hingga kini sudah 100 tahun Turki dan rakyat dunia tanpa Khilafah.

Hari ini, Turki dan sebagian negara  justru kembali ke belakang, memakai sistem lama, sistem demokrasi warisan Bangsa Yunani kuno. Sistem yang dikenalkan oleh Cleosthenes pada tahun 508 SM di Athena, Yunani Kuno. Jauh sebelum orang Turki menggunakan sistem yang lebih modern, sistem Kesultanan atau kekhilafahan.

Terkait sejarah Turki tersebut, penulis memberikan 4 (empat) catatan penting:

Pertama, Turki pernah meraih kejayaan yang luar biasa sejak didirikan oleh Osman Bey tahun 1299. Pengaruhnya sudah lintas benua. Tradisi ini diteruskan oleh para pemimpin selanjutnya.

Kedua, tahun 1453, Muhammad al Fatih berhasil menaklukkan Konstantinopel, Kekaisaran Romawi Timur yang merupakan negara adi daya saat itu. Setelah menaklukkannya, Muhammad Al Fatih Tidak menggunakan gelar Kaisar, tidak menggunakan sistem pemerintahan Kaisar, tidak menerapkan hukum Romawi. Ia menggunakan sistem Islam, dan menerapkan hukum Islam bukan hukum Romawi. 

Ketiga, di masa Sultan Suleiman Al-Qanuni (1520-1566), Kesultanan Utsmaniyah menjadi salah satu negara terkuat di dunia. Menjadi pusat peradaban hukum dan pemerintahan dunia kala itu. Mengendalikan lintas benua; Eropa, Asia dan Afrika 

KEEMPAT, pada 1517, Khalifah Al-Mutawakkil III menyerahkan kedudukan khalifah kepada Sultan Selim I. Hal ini menjadikan penguasa Utsmaniyah tidak hanya berperan sebagai sultan (kepala negara Utsmaniyah), tetapi juga sebagai pemimpin umat Islam se-dunia. Kini 100 tahun umat Islam se-dunia tanpa pemimpin.

Akankah Turki kembali menjadi pusat peradaban dunia dan mengendalikan lintas  benua? Akankah Turki bisa melindungi & membebaskan warga Palestina dari pembunuhan dan genosida? 

Jika ada kemauan yang kuat dan kerja keras maka itu bukan hal yang mustahil. Tentu harus dengan mencontoh para pemimpin sebelumnya yang telah terbukti sukses dengan menggunakan sistem yang mengantarkan pada kesuksesan itu maka kejayaan kembali menjadi keniscayaan. Semoga … aamiin. 

NB: Penulis pernah Belajar Pemerintahan pada STPDN 1992 angkatan ke-04, IIP Jakarta angkatan ke-29 dan MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.

Oleh: Wahyudi al Maroky
(Dir. Pamong Institute)

Selasa, 05 Maret 2024

100 Tahun Tanpa Khilafah, LBH Pelita Umat: Umat bagai Anak Ayam Kehilangan Induk dan Tak Punya Rumah



Tinta Media -- Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat Chandra Purnama Irawan, S.H., M.H., mengatakan, 100 tahun dunia tanpa khilafah, umat seperti anak ayam kehilangan induk dan tidak punya rumah pula. 

"Kini telah 100 tahun dunia tanpa khilafah, khalifah itu adalah perisai, pelindung. Maka begitu khalifah itu tidak ada, umat seperti anak ayam kehilangan induk dan tak punya rumah pula," tuturnya dalam Instagram pribadinya @chandrapurnairawan, Senin (4/3/2024). 

Ia menjelaskan, sejak khilafah Islam runtuh tahun 1924 di Turki, wilayah Khilafah Utsmani dibagi-bagi atau dipecah dengan berdirinya negara bangsa (nation state). 

"Pasca runtuh, Inggris dan Prancis membagi wilayah Khilafah Utsmaniyah/Ottoman di wilayah Arab. Prancis mendapat wilayah jajahan Suriah dan Lebanon, sedangkan Inggris memperoleh wilayah jajahan Irak dan Yordania," ungkapnya. 

"Sementara itu, Palestina dijadikan status wilayahnya sebagai wilayah internasional. Dan peristiwa sejarah Deklarasi Balfour pada 1917. Perjanjian ini menjanjikan sebuah negara Yahudi di tanah Palestina," sambungnya. 

Kemudian Ia mengatakan, saat ini Barat senantiasa menciptakan ketidakstabilan di wilayah Timur Tengah di antaranya menciptakan konflik di Suriah, Sudan dan Yaman, melakukan invasi militer di Afghanistan dan Irak serta menanamkan kaki tangan mereka. "Tujuannya adalah agar timur tengah tidak bersatu dan disibukkan oleh urusan domestik dalam negeri," ungkapnya. 

Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan laporan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), urusan pengungsi UNHCR yang dirilis tanggal 14/06/2023 jumlah pengungsi di seluruh dunia menembus rekor 110 juta orang. 

"Mayoritas pengungsi tersebut dari negeri-negeri Muslim. Para pengungsi tersebut terancam kehilangan kewarganegaraan yang berdampak kehilangan masa depan dan kehidupan yang tidak pasti. Ada yang terkatung-katung di laut tanpa perbekalan yang memadai bisa menghadapi kematian jika tidak ada tindakan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa yang putus asa tersebut," paparnya. 

"Kondisi ini tidak pernah terjadi ketika negeri-negeri muslim dipersatukan dalam Khilafah, siapa pun bebas berpindah tempat dari satu wilayah ke wilayah, dari satu daratan ke daratan lain tanpa harus ditanya kebangsaan, paspor dan visa," pungkasnya.[] Alfia Purwanti

Senin, 29 Januari 2024

Jurnalis: 100 Tahun Dunia Tanpa Khilafah



Tinta media - Jurnalis Joko Prasetyo (Om Joy) mengatakan, sudah 100 tahun dunia tanpa Khilafah. 

“Sudah seratus tahun kita hidup tanpa khilafah, padahal secara π‘ π‘¦π‘Žπ‘Ÿ'𝑖 kaum Muslim tak boleh hidup tanpa ada baiat di pundak khalifah lebih dari tiga hari saja,” ungkapnya kepada Tinta Media, Rabu (24/1/2024). 

Om Joy mempertanyakan, apakah dosa umat Islam kurang banyak sehingga masih abai saja akan fardhu kifayah menegakkan khilafah? 

“Padahal Allah Swt. mewajibkan kita π‘’π‘‘π‘˜β„Žπ‘’π‘™π‘’ π‘“π‘–π‘ π‘ π‘–π‘™π‘šπ‘– π‘˜π‘Žπ‘Žπ‘“π‘“π‘Žπ‘Žβ„Ž (masuklah ke dalam Islam secara totalitas). Apakah kita mengira Islam π‘Ÿπ‘Žβ„Žπ‘šπ‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› 𝑙𝑖𝑙 'π‘Žπ‘™π‘Žπ‘šπ‘–π‘› akan tercapai bila kita menerapkan syariah Islam setengah-setengah?” Tanyanya retoris. 

Rasulullah saw. menegaskan khalifah adalah π‘—π‘’π‘›π‘›π‘Žβ„Ž (perisai/pelindung). “Apakah kita kurang sengsara apa diperbudak kafir penjajah melalui sistem kufur demokrasinya?” tandasnya. 

Ia menerangkan, sudah seratus tahun kaum muslimin hidup terpecah belah lebih dari 57 negara bangsa, padahal Islam mewajibkan hanya bernaung di bawah satu khalifah saja untuk Muslimin sedunia. 

Cukup! Seratus tahun tanpa khilafah sudah terlalu lama. “Saatnya kaum Muslim bangkit membuang sistem kufur jebakan penjajah seraya berjuang menegakkan khilafah warisan Rasulillah dan para khalifah rasyidah! 𝐼𝑑 𝑖𝑠 π‘‘π‘–π‘šπ‘’ π‘‘π‘œ 𝑏𝑒 π‘œπ‘›π‘’ π‘’π‘šπ‘šπ‘Žβ„Ž, sekaranglah waktunya untuk menjadi umat yang satu di bawah naungan π‘˜β„Žπ‘–π‘™π‘Žπ‘“π‘Žβ„Ž 'π‘Žπ‘™π‘Ž π‘šπ‘–π‘›β„Žπ‘Žπ‘—π‘–π‘› π‘›π‘’π‘π‘’π‘€π‘€π‘Žβ„Ž. Allahu Akbar![] Muhar

Kamis, 14 Desember 2023

100 Tahun Dunia Tanpa Khilafah, Pemuda Islam Jauh dari Tsaqafah Islam



Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) memaparkan persoalan yang mencuat di negeri-negeri muslim pasca runtuhnya Khilafah adalah anak-anak mudanya yang jauh dari tsaqafah Islam. 

"Setelah Khilafah runtuh, salah satu persoalan yang mencuat di negeri-negeri muslim, pada diri umat Islam, termasuk anak-anak mudanya adalah jauhnya umat dari tsaqafah, jauhnya umat dari ajaran Islam," urainya dalam rubrik Focus to The Point dengan judul "Wajib Punya!! Review Kalander 2024: 100 Tahun Dunia Tanpa Khilafah" yang tayang di kanal Youtube UIY Official, Kamis.(7/12/2023). 

UIY memberi beberapa contoh betapa ajaran Islam jauh dari anak muda misalnya tentang jilbab. "Kita merasa seperti seolah-olah jilbab itu ajaran baru turun kemarin sore. Padahal dia ayat sudah ada 1400 tahun yang lalu. Jilbab, kerudung, waktu itu disebut jilbab, itu kan baru sebutlah populer lagi tahun 80-an. Padahal itu ajaran sudah sangat lama," paparnya.
 
Selain soal jilbab, UIY juga menyinggung tentang riba. "Begitu juga dengan soal riba. Begitu rupa, baru kemudian sekarang tumbuh kesadaran umat Islam untuk menjauhi riba," imbuhnya. 
 
Tak hanya soal jilbab dan riba, UIY juga mengungkap hal yang paling penting dalam ajaran Islam yang tidak dipahami oleh umat Islam yaitu Khilafah. "Ada banyak persoalan-persoalan yang tidak dipahami oleh umat Islam termasuk ini yang paling penting, soal khilafah ini. Ini ajaran Islam, itu yang ingin kita sebutkan. Jadi tak layak ada seorang muslim yang menolak Khilafah itu karena ini ajaran Islam. Kita mau katakan apa pun, dia bagian dari ajaran Islam," jelasnya. 

 
UIY mengingatkan bahwa yang terjadi saat ini di kalangan umat Islam seperti mengkonfirmasi ucapan Nabi bahwa Islam pada mulanya asing dan akan kembali asing. " Jadi Islam, dan umat Islam dan Islam itu seperti berjauhan jarak begitu," pungkasnya.[] Hanafi

Senin, 11 Desember 2023

100 Tahun Tanpa Khilafah, 100 Tahun Kemunduran



Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menyatakan bahwa hidup tanpa khilafah selama 100 tahun adalah sama dengan 100 tahun kemunduran. “Jadi ketika kita saat ini menyaksikan atau menyadari atau melihat kita hidup tanpa Khilafah 100 tahun, itu sesungguhnya 100 tahun juga adalah sebuah kemunduran,” tegasnya dalam diskusi di rubrik Focus to The Point bertema “Wajib Punya! Review Kalender 2024: 100 Tahun Dunia Tanpa Khilafah” yang tayang pada kanal Youtube UIY Official, Rabu (6/12/2023).

UIY mengungkapkan bahwa kegemilangan peradaban Islam terjadi di bawah naungan Khilafah. “Dalam buku apapun yang ditulis oleh siapapun itu, semua peradaban di bawah naungan Khilafah. Tidak ada peradaban yang bukan di bawah naungan Khilafah,” ujarnya. 

Dalam penjelasannya, UIY mencontohkan Ibnu Sina sebagai bapak kedokteran dunia yang kitab kedokterannya sampai saat ini masih terus dipelajari, bahkan oleh Barat. Kemudian juga dicontohkan Al Khawarizmi, penemu algoritma. “Mark, penemu Facebook itu, juga sangat kagum. Kata dia, tanpa angka nol yang ditemukan, tanpa algoritma dan aljabar yang ditemukan oleh Al Khawarizmi itu, tak terbayang oleh kita akan lahir Facebook, kemudian BBM, bahkan komputer gitu,” tandasnya. 

UIY juga memaparkan penemuan pesawat terbang yang jauh sebelum ada Wright Bersaudara, sudah ada Ibnu Firnas sebagai penemunya. “Tetapi sejarah kan kemudian seperti seolah-olah melupakan ini. Padahal sejujurnya Ibnu Firnas ini, (yang menemukan),” sergahnya. 


Tidak hanya soal teknologi dan sains, UIY juga menyebutkan bahwa Karen Armstrong, feminis sekaligus penulis tentang agama-agama dunia, mengakui peradaban Islam yang melindungi agama lain. “Karen Armstrong itu menyebut bahwa the Jews enjoyed their golden age under Islam, under Andalusia,” jelasnya. 


“Jadi, peradaban emas inilah peradaban emas yang di bawah naungan Khilafah yang kebaikannya itu bukan hanya dinikmati oleh orang-orang Islam tetapi juga orang di luar Islam rahmatan lil alamin,” tutupnya.[] Hanafi
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab