Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) membeberkan alasan terkait persoalan miras yang tidak kunjung selesai.
"Kalau orang Jawa bilang itu argumennya enggak maton (pasti). Sebenarnya kita ini mau berpihak pada apa? Berpihak kepada kepentingan ekonomi, atau kepentingan sosial, atau dasar agama," ujarnya dalam acara diskusi Focus To The Point: Santri Ditusuk di Jogja, Miras Merajalela, Kamis (7/11/24) di kanal Youtube UIY Official.
Menurutnya, jika manusia tidak punya dasar yang maton, maka akan selalu dalam kebimbangan dan selalu di dalam rasa semacam simalakama.
"Tapi kalau kita mendasarkan kepada satu titik yang maton dan titik itu tak lain adalah pandangan-pandangan yang didasarkan kepada keimanan kita kepada Allah SWT, ketentuan Allah SWT, maka tak akan pernah ada keraguan. Apa itu? Satu keyakinan bahwa barang yang haram itu pasti buruk," tuturnya.
Karena, lanjutnya, Allah SWT mengatakan hurimat ‘alaikumul khamru artinya diharamkan bagi kalian itu khamr. “Jadi ketika Allah SWT mengharamkan maka itu barang pasti buruk. Meskipun mungkin ada katakanlah manfaatnya, tetapi manfaatnya itu tidak seberapa dibanding dengan kerugian yang akan ditimbulkan," jelasnya.
UIY lalu membeberkan manfaat yang mungkin didapat dari miras semisal untuk kepentingan penyediaan lapangan kerja, cukai, dan keuntungan yang didapat baik oleh produsen maupun pengecer, tetapi dari semua kemanfaatan itu nilainya sangat kecil dibanding dengan kerusakan yang terjadi.
"Nabi mengatakan khamr itu pangkal dari segala keburukan, segala kejahatan. Kalau orang sudah mabuk dia bisa melakukan apa pun bahkan digambarkan sampai dia menyetubuhi ibunya," tegasnya.
UIY lalu mengaitkan keburukan miras itu dengan peristiwa penusukan santri di Yogyakarta yang ditusuk oleh pemabuk.
"Sekarang pertanyaan sederhananya, berapa harga dari orang yang mati itu? Itu tak ternilai! Apalagi kalau yang menjadi korban itu adalah mereka-mereka yang sebenarnya diharapkan kelak menjadi seorang ulama,” sesalnya.
Untuk mengatasi masalah miras ini, menurut UIY, setidaknya ada tiga hal yang harus diberlakukan dengan tegas. Pertama, ucapnya, harus bertumpu kepada akidah Islam.
“Sepanjang tidak bertumpu pada akidah Islam, maka selalu dalam posisi gamang. Kedua, yang haram ya haram! Tidak boleh lagi ada toleransi untuk boleh dijualbelikan. Ketiga, hukuman yang setimpal bagi mereka yang memproduksi dan mengedarkan," pungkasnya.[] Setiyawan Dwi