Tinta Media - “Saya ingin sepetak tanah. Tolong berikan saudara-saudara saya Yahudi sepetak tanah di Palestina. Agar saudara-saudara saya Yahudi itu bisa menjadikan Palestina sebagai tanah kelahirannya,” ucap Herzl dengan entengnya ketika bertamu kepada khalifah Abdul Hamid II.
Nama lengkap dari tamu khalifah Abdul Hamid itu adalah Theodor Herzl. Herzl adalah seorang jurnalis kelahiran hongaria (dulu masuk dalam kekaisaran Austria).
Herzl membuat pamflet yang berjudul The Jewish State pada tahun 1896, dalam pamflet tersebut ia mengusulkan bahwa masalah Yahudi adalah masalah politik yang harus diselesaikan oleh dewan negara-negara sedunia.
Ia menyelenggarakan kongres Zionis sedunia yang diadakan di Basel, Swiss, pada bulan Agustus 1897 dan menjadi presiden pertama Organisasi Zionis Dunia, yang dihasilkan dari kongres tersebut. Atas usahanya ia secara resmi mendapat gelar “Bapak Negara Yahudi” (“The Father of the Jewish State”).
Sedangkan Sultan Abdul Hamid terlahir dari ayah Sultan Abdul Madjid dan ibunya adalah Tir-i Mujgan Kadin Efendi yang berasal dari Sirkasia, sebuah wilayah yang terletak di persimpangan Eropa Timur dan Asia Barat di antara Laut Hitam dan Laut Kaspia.
Ia menjadi khalifah Utsmani menggantikan pamannya, Abdul Aziz, yang bergelar Murad VI pada 1876.
Herzl mengatakan Sultan juga tahu Yahudi adalah orang yang memiliki kekuatan ekonomi yang amat besar. Yahudi tidak akan membiarkan kemurahan hati Sultan sia-sia tanpa ada imbalan.
“Yahudi akan memberikan 150 juta poundsterling khusus untuk Sultan, membayar semua utang pemerintah Utsmaniyah yang mencapai 33 juta poundsterling, membangun kapal induk untuk pemerintah dengan biaya 120 juta franc, memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga; dan membangun Universitas Utsmaniyyah di Palestina,” bujuknya.
Tolonglah pintanya, saudara-saudara saya Yahudi hanya meminta satu hal dari Sultan. Juallah beberapa petak tanah di Palestina.
Mendengar jawaban tamunya itu, wajah Sultan memerah. “Tok!” Terdengar suara tongkat dihentakkan ke lantai oleh Sultan.
Selanjutnya dengan nada marah ia mengatakan simpan saja uang Anda. “Ketahuilah sesungguhnya bumi Palestina telah direbut kaum Muslimin dengan pengorbanan darah. Dan tidak akan direbut dari tangan kaum Muslimin sekali lagi melainkan dengan pengorbanan darah pula,” sambungnya.
Kemudian ia berujar lagi tidak akan mencoreng sejarah bapak-bapaknya dan para pendahulunya dengan aib. “Sungguh andaikan tubuh ini disayat-sayat pisau atau salah satu anggota tubuh dipotong maka itu lebih ia sukai daripada bumi Palestina diambil sebagian,” tegasnya.
Lalu ia menambahkan Khilafah Utsmani bukanlah miliknya tapi milik rakyatnya. Walau satu petak saja tidak akan ia berikan.
“Saya tidak akan mengizinkan Yahudi mendirikan negara Zionis di Palestina,” tukasnya.
Herzl pun berdalih Yahudi tidak ingin mendirikan sebuah negara, Yahudi ingin hidup di dalam ketenangan dan kedamaian sebagai warga negara Utsmani.
“Basya,” panggil Sultan kepada wazirnya sambil memberikan secarik foto. Lalu Basya memberikan secarik foto tersebut kepada Herzl. Herzl pun melihat ke kertas itu yang berisikan photo rencana pembentukan negara Israel.
“Ditengah-tengahnya ada bintang David, lalu apa makna garis yang ada di atas dan di bawahnya,” tanya Sultan dengan geramnya sambil memukul tongkatnya ke lantai.
“Ini hanya sebuah isyarat, tidak ada maknanya sama sekali,” kilahnya.
Sultan Abdul Hamid membantah dalih Herzl. Selanjutnya ia mengatakan: “Jika Yahudi telah lupa dengan maknanya sini biar saya ingatkan Herzl. Antara Sungai Nil (Mesir) dan Sungai Eufrat (Irak) kalian umumkan itu sebagai “Tanah Yang Dijanjikan” dengan menggambarkannya pada bendera itu,” sambungnya.
Ia juga mengungkapkan Yahudi berteriak ingin membangun sebuah negara Zionis antara Sungai Nil dan Eufrat.
Lantas Sultan Abdul Hamid menyuruh Herzl mendengarkan ucapannya. “Selama saya masih hidup tidak akan berdiri negara itu. Saya akan menjadi penghalang atas rencana itu,” tegasnya.
“Keluar! Enyah Anda dari sini manusia hina,” tandasnya. Dengan raut muka marah dan kecewa Herzl pun beringsut-ingsut mundur lalu membalikkan badannya meninggalkan ruangan.
Semua tawaran Herzl ditolak, Sultan tidak mau menemui Herzl. Selama sebelas hari lamanya Herzl berada di Konstantinopel ibukota Kekhilafahan Utsmani dari tanggal 17 Mei 1901.
Ketika Herzl hendak bertemu Sultan, hanya diwakilkan kepada Tahsin Basya, wazirnya. Sultan mengirim pesan lewat Basya, “Nasihati Herzl agar jangan meneruskan rencananya. Simpan saja uangnya. Jika Abdul Hamid telah pergi maka Yahudi akan mendapatkan bumi Palestina secara cuma-cuma.”
Setelah gagal memperdaya Sultan Abdul Hamid, Theodor Herzl pergi ke Italia dan mengirimkan telegraph kepada Sultan. Dalam telegraphnya ia mengancam,” Anda akan membayar harga pertemuan itu dengan tahta dan nyawa Anda”. (Di sarikan dari Memoar Sultan Abdul Hamid dan lainnya).[]
Oleh: Muhammad Nur
Sahabat Feature News