Tinta Media – Terkait rencana kenaikan iuran BPJS pada 2025, Ekonom Forum Analisis Kajian dan Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak mengatakan, rencana kenaikan ini patut ditolak.
“Kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang direncanakan pada 2025, seperti disampaikan oleh Kementerian Kesehatan dan Dirut BPJS, bertujuan untuk mencegah potensi defisit. Namun, rencana ini patut ditolak," tegasnya kepada Tinta Media, Senin (19/11/2024).
Ia beralasan, salah satu penyebab utama meningkatnya klaim adalah adanya fraud atau kecurangan yang dilakukan oleh sejumlah fasilitas kesehatan, termasuk rumah sakit.
"Berdasarkan uji petik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dari 9 rumah sakit yang diperiksa, 3 di antaranya ditemukan melakukan fraud yang mencapai Rp 34 miliar. Meskipun hasil ini secara statistik belum mewakili kondisi secara keseluruhan, temuan ini menjadi indikasi awal adanya praktik penggelembungan tagihan kepada BPJS," jelasnya.
Ia menerangkan, bentuk-bentuk fraud tersebut meliputi, phantom billing atau mark up tagihan, yakni klaim atas layanan yang sebenarnya tidak diberikan, manipulasi diagnosis, yaitu pencatatan diagnosis yang lebih berat dari kondisi pasien, klaim yang tidak sesuai seperti membesar-besarkan nilai klaim terkait jumlah tindakan, pemeriksaan, atau obat-obatan.
“Fraud semacam ini menambah beban finansial BPJS. Seharusnya langkah prioritas yang dilakukan adalah membenahi sistem dan mengatasi kecurangan ini, bukan membebani rakyat dengan kenaikan iuran," pungkasnya.[] Novita Ratnasari