Pemimpin Baru dalam Bingkai Demokrasi, Benarkah Menjanjikan Harapan? - Tinta Media

Jumat, 08 November 2024

Pemimpin Baru dalam Bingkai Demokrasi, Benarkah Menjanjikan Harapan?



Tinta Media - Baru saja kita menyelesaikan pemilu yang sangat dinantikan oleh sebagian masyarakat. Kita tahu, negeri Indonesia ini termasuk negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara. Pelantikan pemimpin baru Indonesia untuk 2024-2029 pun telah digelar. Astacita adalah visi besar yang diusung oleh pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024.  

Astacita berasal dari 2 kata, yaitu "asta" yang berarti delapan dan "cita" berarti tujuh atau aspirasi. Jadi, Astacita mengacu pada delapan cita-cita atau tujuan besar yang menjadi pandangan kepemimpinan dan kebijakan Prabowo-Gibran untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih maju, berdaulat, dan sejahtera.

Namun, ada beberapa tantangan bagi Indonesia ke depannya.

Pertama, ketimpangan sosial dan ekonomi. Saat ini Indonesia masih bergantung pada ekspor komoditas, seperti batu bara, minyak sawit, dan mineral. Belum lagi masalah kualitas SDM yang tidak merata dengan rendahnya pendidikan dan keterampilan di beberapa wilayah. 

Kedua, ketimpangan akses internet, rendahnya literasi digital dan minimnya investasi dalam teknologi. 

Ketiga, ketahanan ekonomi dan keuntungan global. 

Keempat, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

Kelima, hubungan luar negeri dan peran Indonesia di kancah global. 

Keenam, stabilitas politik dan demokrasi. (Antaranews.com, 20/10/2024)

Harapan Baru Indonesia Maju

Apakah ini akan terwujud dengan banyaknya tantangan yang dihadapi? Jelas tidak, bahkan mustahil. Mengapa demikian?

Itu dikarenakan negeri ini adalah salah satu negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara. Sementara, demokras adalah buah dari sistem kapitalisme, dengan asas demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Namun, pertanyaannya adalah rakyat yang mana? Nyatanya hanya rakyat yang menguntungkan sebagian kelompok yang tak lain dan tak bukan ialah para penguasa dan oligarki.  

Salah satu contoh tantangan yang harus dihadapi yaitu penegakan hukum terhadap pemberantasan korupsi yang dari tahun ke tahun tidak pernah selesai. Hal ini makin menjamur di kalangan penguasa, yang itu jelas merugikan negara dan rakyat. 

Kebijakan hukumnya pun lebih condong kepada keuntungan para penguasa dan pengusaha. Sudah menjadi hal biasa bahwa hukum hari ini tumpul ke atas dan runcing ke bawah. 

Belum lagi banyaknya terjadi ketimpangan ekonomi. Artinya, lebih banyak yang miskin dan dimiskinkan oleh para penguasa. Padahal, negeri ini kaya raya. 

Seharusnya, rakyat kecil pun bisa merasakan kekayaaan negara, tetapi nyatanya tidak bisa sama sekali. Itu semua dikuasai oleh para pemilik modal dan segelintir orang saja.

Demokrasi kapitalis ini adalah sistem yang rusak yang seharusnya tidak lagi digunakan. Sistem ini sejak lahir sudah cacat, sehingga menghasilkan aturan rusak dan merusak. Banyaknya masalah yang ada justru timbul akibat dari sistem ini.

Lantas, haruskah kita berharap akan kebaikan dalam sistem ini yang sudah jelas-jelas rusak?
Seharusnya tidak. Pergantian pemimpin ini pun tidak ada gunanya kalau sistemnya tetap sama, demokrasi kapitalis. Jelas tidak akan ada harapan untuk maju ataupun bangkit. Seharusnya, sistemnyalah yang diganti, bukan hanya pemimpinnya saja. 

Sesungguhnya, Islam bukanlah sekadar agama ruhiyah, melainkan sebuah mabda atau ideologi. Dari sana, lahirlah aturan-aturan hidup yang praktis. 

Dalam Islam, pemilihan pemimpin harus memenuhi 7 syarat in'iqad, yaitu Islam, baligh, berakal, merdeka, laki laki, berilmu dan adil. Selain itu, sistem pemerintahan yang digunakan juga harus Islam karena datang dari Allah Swt. yang insyaallah sudah pasti penerapan aturannya juga akan mendapat keberkahan dalam hidup.

Dalam sistem Islam, kekuasaan harus dilakukan untuk menegakkan hukum Islam serta melayani kepentingan masyarakat. Bukan hanya umat Islam saja, yang non-muslim pun akan mendapatkan hak yang sama. Hal itu akan terjadi jika khilafah Islamiyah ditegakkan.  Khilafah Islam akan mengatur semua urusan rakyat, seperti menjamin kehidupan rakyat, menyelenggarakan pendidikan, melayani kesehatan masyarakat, dan dimudahkan segala urusannya.

Jika ingin negara ini maju dari kemunduran dan keterpurukan di berbagai bidang, seharusnya bukan hanya dengan mengganti pemimpinnya saja, tetapi juga dengan mengganti sistemnya. 

Sistem yang baik adalah khilafah Islamiyah. Dengan menggunakan sistem yang sesuai syariat, maka insyaallah akan baik ke depannya dan kesejahteraan umat terjamin. Selain itu, akan terwujud Islam rahmatan lil alamiin. Wallahu a’lam.



Oleh: Melda Utari, S.E 
(Pengajar & Aktivis Dakwah)

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :