Tinta Media - Setelah lebih dari dua tahun eksis, sejak tahun 2022 menjadi tempat wisata religi dan tempat ziarah bagi masyarakat umum, akhirnya pada Rabu, 28 Agustus 2024, sejumlah 78 makam dan nisan yang sebelumnya diduga sebagai pemakaman ulama atau wali palsu itu pun dibongkar oleh warga sekitar.
Dengan menggunakan alat cungkil linggis dan perkakas manual lainnya, makam yang terletak di tepi sungai kawasan perbatasan Desa Ngalian, Kecamatan Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah yang belakangan dikenal dengan nama Makam Kali Cuthang itu dibongkar warga atas dukungan pemerintah setempat.
Camat Wadaslintang, Ardian Indra Saputra selaku pemerintah setempat memastikan, bahwa pihaknya bersama tim yang terdiri dari tokoh dan warga telah melakukan tindakan pembongkaran pemakaman tersebut lantaran ada banyaknya laporan yang masuk dari warga sekitar, bahwa 78 makam dan nisan yang disebut-sebut sebagai makam ulama dan wali yang berada dalam satu kompleks pemakaman tersebut adalah palsu karena tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah.
Arga Balarama, salah satu anggota tim penelusur sekaligus tim pembongkar yang terlibat dalam pembongkaran menyampaikan, jauh hari sebelum pembongkaran dilakukan, tim telah lebih dahulu melakukan serangkaian penelusuran fakta, tetapi tim tidak menemukan bukti pendukung bahwa di wilayah tersebut pada masa lalunya pernah ditempati atau dijadikan sebagai makam ulama atau wali.
"Awalnya area yang dijadikan pemakaman ulama atau wali palsu itu merupakan sebuah lahan kosong atau endapan sungai yang dimanfaatkan warga sebagai kolam ikan dengan jumlah 24 petak kolam, namun kemudian pada tahun 2022 muncullah 78 makam di area itu yang diklaim beberapa oknum sebagai makam ulama atau wali,” ungkap Arga memberikan kesaksiannya dalam program "Apa Kabar Indonesia Pagi (AKIP)" yang disiarkan tvOne secara langsung melalui YouTube, pada Selasa, 3 September 2024.
Pemakaman seluas 500 meter persegi yang berlokasi tidak jauh dari salah satu wisata andalan Kabupaten Wonosobo, Waduk Wadaslintang itu, sebelumnya juga sempat akan dijadikan cagar budaya yang dianggap bernilai sejarah. Akan tetapi, untuk membuktikan kebenaran bahwa pemakaman itu benar-benar makam ulama atau wali yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka ketika itu harus dilakukan penelusuran ulang. Berawal dari sinilah pemerintah daerah (pemda) setempat kemudian membuat tim penelusur di tingkat desa.
Dalam proses penelusuran, tim ternyata menemukan ketidaksesuaian data antara jumlah makam dengan nama-nama yang tercantum di area pemakaman. Tidak ada sumber silsilah yang jelas terkait nama-nama tersebut. Dan waktu pemakaman ulama atau wali yang dimaksud juga tidak dapat dipastikan.
Tim penelusur juga tidak menemukan artefak, catatan sejarah atau dokumen kuno yang bisa mendukung klaim bahwa makam-makam tersebut merupakan situs cagar budaya.
Sebagai bukti penguat, tim pernah melakukan audiensi dengan masyarakat pada Maret 2023 sampai tingkat kabupaten. Di dalam audiensi tersebut terbukti bahwa makam-makam itu tidak bisa dikatakan sebagai makam ulama atau wali asli.
Tak hanya berhenti sampai di situ, bahkan sebelum melakukan pembongkaran, tim sempat berkonsultasi dengan instansi terkait dan ahli sejarah yang menghasilkan kesimpulan bahwa Makam Kali Cuthang tersebut tidak dapat diakui sebagai penemuan bersejarah yang sah, karena tidak didukung oleh kajian ilmiah.
Pemberian rekomendasi perizinan yang pernah diberikan dari beberapa tokoh yang tinggal di sekitar lokasi hanyalah didasarkan pada informasi yang tidak lengkap. Bahkan setelah keaslian makam itu diragukan, kemudian ada beberapa tokoh yang meminta agar nama mereka dicabut dari daftar pemberi rekomendasi.
Hingga puncaknya, pada Rabu, 28 Agustus 2024, tim yang terdiri dari pihak Komando Rayon Militer (Koramil) Wadaslintang dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), beserta beberapa tokoh warga sekitar pun mendatangi lokasi pemakaman untuk melakukan pembongkaran.
Setelah dilakukan pembongkaran, hasilnya ternyata tim tidak menemukan adanya jasad selayaknya pemakaman. Tidak ada satu jasad pun yang terbukti secara arkeologi. Yang ada di beberapa titik tempat makam dan nisan yang dibongkar adalah hanyalah sisa-sisa peralatan pemancingan.
Kini pemakaman ulama atau wali palsu itu telah dibongkar. Tidak ada lagi orang yang berkunjung untuk berwisata religi dan berziarah ke sana.
Dan dengan dilakukannya pembongkaran makam ulama atau wali palsu itu, warga dan pemerintah setempat berharap, agar tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban komersialisasi atau penipuan bermotif ekonomi melalui embel-embel dan iming-iming pemakaman yang bisa mendatangkan berkah. Karena diketahui pada saat pembongkaran dilakukan, di lokasi pemakaman juga terdapat kotak amal sebagai alat untuk mengumpulkan uang dari para pengunjung atau peziarah.
Warga dan pemerintah juga berharap, pembongkaran makam ulama atau palsu itu dapat mencegah dari pembelokan sejarah dan penyesatan yang membahayakan akidah umat Islam.
Hanya saja pasca terjadinya peristiwa pembongkaran, disinyalir masih ada yang merasa tidak rela atas pembongkaran makam tersebut dengan cara menebar teror.
Isu ancaman pembunuhan dengan cara santet yang akan mengenai para pelaku pembongkaran tersebar di telinga warga sekitar.
Namun sayangnya, sampai saat ini oknum-oknum yang membuat makam ulama dan wali palsu tersebut telah melarikan diri entah ke mana, sehingga tidak dapat dimintai keterangan dan pertanggungjawaban.[]
[Muhar, Sahabat Tinta Media/Peserta Pelatihan Feature News, Jumat, 13/9/2024]