Tinta Media - Dalam sistem demokrasi kapitalisme, mengoreksi penguasa adalah tugas DPR. Akan tetapi, coba kita perhatikan, apakah tugas mengorek penguasa tersebut benar-benar dijalankan oleh DPR ? Apakah pernah, kebijakan yang merugikan rakyat dikoreksi oleh DPR, kemudian dibatalkan oleh pemerintah? Faktanya, banyak peraturan yang merugikan rakyat dilegalkan bersama-sama DPR dan pemerintah.
Jika DPR menjalankan tugasnya, tidak akan ada demo berjilid-jilid yang dilakukan oleh buruh dan mahasiswa. Rakyat tidak perlu turun ke jalan jika aspirasi mereka dididengar dan diperjuangkan untuk diwujudkan. Lalu, tugas siapa mengoreksi penguasa?
Mengoreksi penguasa yang zalim adalah tugas kita bersama. Kita bisa turun ke jalan bersama rakyat lain untuk menyampaikan koreksi agar ada perubahan yang lebih baik. Jangan berpikir hasil, tetapi lakukan terus sampai penguasa mau mendengar dan mengubah kebijakan yang merugikan rakyat.
Jika kita punya keberanian dan kesempatan untuk menyampaikan aspirasi dan koreksi pada penguasa, sungguh luar biasa dengan berani mengambil resiko. Insyaallah, jika kita melakukannya dengan ikhlas karena Allah, tidak ada yang sia-sia, bahkan bisa mengantarkan kita ke surga-Nya, yaitu sebaik-baik tempat kembali.
Sungguh, mengoreksi penguasa adalah kewajiban kita bersama. Keputusan yang diambil penguasa berakibat pada banyak orang, yaitu rakyat yang dipimpinnya. Ini berbeda dengan keputusan salah yang diambil oleh orang biasa karena akibatnya hanya dirasakan oleh dirinya sendiri.
Jadi, penting untuk mengoreksi penguasa, baik secara lisan atau tulisan. Kalau tidak bisa menyampaikan secara lisan, karena tidak memungkinkan bertemu langsung dengan kepala negera, maka kita bisa menggunakan tulisan atau surat terbuka, kemudian dibagi di sosial media dengan harapan dibaca dan bisa mengubah kebijakan yang salah.
Keutamaan aktivitas mengoreksi penguasa dijelaskan dalam sebuah hadis riwayat Ath-Thabarani bahwa jihad yang paling afdal adalah menyatakan kebenaran di depan penguasa zalim. Rasulullah saw. bukanlah orang yang antikritik. Sebagai pemimpin besar, beliau sangat dekat dengan siapa saja dan siap dikritik dan mau menerima saran dan pendapat jika dianggap lebih tepat dan benar. Bila ada masukan dari siapa pun, beliau pasti akan mempertimbangkannya dengan baik sebelum memutuskan sesuatu.
Suatu kisah terjadi saat perang Badar. Saat itu, pasukan muslim tengah berhenti di sebuah sumur yang bernama Badar. Rasulullah saw. memerintahkan untuk menguasai sumber air tersebut sebelum dikuasai oleh musuh. Namun, ada sahabat yang berpendapat lain dan kebetulan dia ahli strategi perang. Rasulullah tidak marah, bahkan setelah mempertimbangkannya, beliau menerima pendapatnya.
Seorang perempuan tua memarahai Umar bin Khattab saat beliau dalam perjalanan. Tiba-tiba terdengar seorang perempuan tengah memaki-maki.
"Celakalah Umar, celakalah Umar!" katanya.
Karena ingin tahu, Umar lalu mendekati perempuan tua itu.
Perempuan itu berkata,"Ya, Umar telah bertindak zalim karena tidak pernah memperhatikan rakyat yang tua seperti saya ini."
Sungguh indah hidup dalam sistem Islam. Pemimpinnya begitu dekat dengan rakyat. Siapa saja bisa mengoreksi khalifah, termasuk rakyat jelata. Khalifah tidak marah, bahkan berterima kasih ketika dikritik dan dikoreksi. Jabatan adalah amanah sehingga jika ada yang mengingatkan, harusnya berterima kasih, karena sudah diselamatkan dari kesalahan dan perbuatan zalim yang bisa mengantarkan ke neraka jahanam.
Oleh: Mochamad Efendi
Sahabat Tinta Media