Tinta Media - Terhitung 73 jenis jajanan berasal dari Cina ditarik dari pasaran oleh BPOM. Terjadinya penarikan ini dikarenakan laporan kejadian luar biasa keracunan pangan (KLBKP) yang terjadi di 7 wilayah di Indonesia. Wonosobo, Pamekasan, Bandung Barat, Sukabumi, Tangerang Selatan, Riau, dan Lampung, itulah wilayah yang terdampak KLBKP. Mirisnya, yang menjadi korban keracunan pangan ini adalah anak-anak sekolah dasar.
Taruna Ikrar, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan bahwa pihaknya menerima laporan terkait keracunan yang diduga imbas dari konsumsi jajanan La Tiao. Jajanan ini berbahan dasar tepung, dengan rasa pedas gurih, bertekstur kenyal. Jajanan jenis ini terdaftar di BPOM sebagai produk impor dari Cina.
Karena laporan tersebut, BPOM melakukan uji laboratorium, dan terdeteksi mengandung bakteri Bacillus cereus. Bakteri tersebut terdeteksi di 4 jenis jajanan La Tiao. Yang terdampak bakteri tersebut akan merasakan gejala seperti sesak napas, mual, muntah, hingga diare.
Kasus keracunan makanan yang menimpa banyak siswa mengingatkan kita akan kasus gagal ginjal akut karena obat yang mengandung zat berbahaya beberapa tahun lalu. Hal ini menunjukkan lemahnya jaminan keamanan pangan dan obat.
Memastikan keamanan pangan dan obat yang beredar adalah tanggung jawab negara, termasuk produk yang berasal dari luar negeri. Namun, dalam negara yang menjalankan sistem sekuler kapitalis, hal ini bisa terabaikan, mengingat peran negara bukan sebagai pengurus rakyat.
Inilah buah dari sistem kapitalis. Negara berasas pada ideologi kapitalisme sekuler, tidak berasaskan syariat Islam. Negara bukan hanya lemah menangani problematika rakyat. Pemerintah sering menjadi pemeran utama dalam berbagai kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil dan berkolaborasi dengan oligarki, memfasilitasi untuk menekan pihak yang lemah, dengan berbagai kebijakan dan UU yang merugikan rakyat dan menguntungkan para oligarki.
Seperti fakta di dua periode masa pemerintahan kemarin yang baru lengser, keran impor dibuka lebar-lebar. Inilah pemicu maraknya jajanan impor. Alih-alih berinovasi, kebijakan impor malah jadi solusi instan mengatasi stok pangan dalam negeri.
Kejadian KLBKP ini menjadi bukti kelalaian pemerintah. Lemahnya pengawasan dan tidak adanya antisipasi akan kejadian seperti ini disebabkan karena aturan mereka tidak berlandaskan pada paradigma aturan agama. Standar mereka bukan halal dan haram, atau thayyib dan tidak thayyibnya suatu makanan. Akan tetapi, acuan mereka hanya materi, berfokus pada percepatan ekonomi.
Lain halnya dengan sistem Islam, yang memiliki mafhum ra’awiyah dalam semua urusan, termasuk dalam obat dan pangan, baik dalam produksi maupun peredaran. Prinsip halal dan thayyib akan menjadi panduan negara dalam memastikan keamanan pangan dan obat. Negara Islam memiliki berbagai mekanisme dalam memastikan keamanan pangan dan obat, di antaranya dengan adanya Kadi Hisbah.
Kadi Hisbah berperan sebagai pengontrol ketertiban umum dan mengawasi perdagangan serta peredaran produk di pasaran di wilayah seorang Kadi Hisbah bertugas. Jika terjadi satu kecurangan, seperti produk haram masuk ke wilayah tempat Kadi Hisbah bertugas, maka akan dijatuhkan sanksi sesuai aturan saat itu juga, misalnya dengan dimusnahkannya produk haram tersebut.
Sistem Islam akan menyatukan pengaturan urusan kehidupan dengan sisi ruhiyah. Keduniawian selalu lekat dengan keakhiratan. Kepemimpinan adalah amanah yang memiliki fungsi pelindung (junnah) dan pengurusan (riayah) untuk rakyatnya.
Dalam Islam, kepemimpinan sepaket dengan semua aturan yang dijalankan. Tidak bisa dimungkiri bahwa aturan Islam begitu sempurna mengatur seluruh aspek kehidupan, mulai dari aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, dan sebagainya. Problem ekonomi dalam pandangan Islam bukanlah kelangkaan suatu barang, tetapi sejatinya persoalan dari pendistribusian kekayaan. Maka, jika pelaksanaannya secara sempurna, sudah bisa dipastikan keberkahan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia, termasuk alam semesta akan terwujud. Wallahualam bishawab.
Oleh: Yuli Yana Nurhasanah, Sahabat Tinta Media