Markas Predator Berkedok Panti Asuhan - Tinta Media

Sabtu, 02 November 2024

Markas Predator Berkedok Panti Asuhan

Tinta Media - Marah, geram, sakit hati dan berbagai rasa kita rasakan ketika mendengar kabar sebuah panti asuhan menjadi markas predator selama bertahun-tahun.

Adalah Sudirman, sosok yang terlihat gemulai, santun, agamis, dan baik ternyata adalah seorang predator. Ia adalah Ketua Yayasan panti asuhan Darussalam An-Nur, di Kelurahan Kunciran Indah, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang Banten.

Kasus ini terungkap setelah salah seorang mantan anak asuh mengadu pada Dean salah satu donatur sekaligus teman sekolah Sudirman. Dean melaporkan kasus ini tertanggal 2 Juli 2024 dengan nomor LP/B/725/VII/2024/SPKT/ Polres Metro Tangerang dengan dugaan perbuatan pelecehan seksual, pencabulan hingga sodomi. (Kumparanhit, 26/9/2024).

Seiring berjalan waktu kasus semakin berkembang dan terungkap hampir semua bahkan alumni dari panti asuhan ini diduga telah menjadi korban pelecehan seksual dan pencabulan yang dilakukan oleh Sudirman dan dua tersangka lainnya. Korban diiming-imingi uang, handphone dan yang lainnya untuk mau diperlakukan tidak senonoh dan tetap diam. Diduga puluhan anak telah menjadi korban dan sebagian mereka mirisnya melakukan hal yang sama terhadap anak-anak lainnya. Mereka yang awalnya korban, karena tidak ditangani dengan baik dan benar akhirnya menjadi pelaku.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, mengungkapkan bahwa dari hasil pemeriksaan terhadap tersangka  tidak ditemui gejala klinis psikologis.

Atas perbuatan biadab yang dilakukannya,  tersangka dijerat Pasal 76E juncto Pasal 82 UU RI No.17 Tahun 2016 atau Pasal 289 KUHP  dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.

Ini bukanlah kasus pencabulan pertama yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan data KPAI selama 3 tahun terakhir telah terjadi 14.653 kasus pelanggaran hak anak yang tercatat. Sayangnya berbagai kasus ini tidak begitu mendapat perhatian dari negara. No viral no justice, dan semua kasus tenggelam sering berjalan waktu. Hanya ramai dan diperbincangkan sesaat, lalu hilang dan tenggelam dengan pemberitaan yang baru.

*Tidak Ada Tempat Aman*

Saat ini rasanya tidak ada satu tempat pun yang aman agar anak terhindar dari kejahatan seksual dan kriminal lainnya. Sekolah, pondok pesantren, panti asuhan, bahkan rumah pun tidak lagi aman. Siapa pun bisa jadi pelaku dan korban kejahatan seksual. Kejahatan yang tidak hanya meninggalkan bekas luka secara fisik, tetapi trauma mendalam dan potensi untuk melakukan hal serupa di kemudian hari. Mental dan psikologisnya dirusak oleh predator yang mengintai kapan pun dan di mana pun.

*Akar Masalah*

Semua ini terjadi karena penerapan sistem kehidupan sekuler liberal yang memisahkan  agama dari kehidupan dan tidak lagi menjadi pedoman. Hasilnya, pelaku kejahatan tidak memiliki rasa takut akan perbuatannya.

Kecanggihan teknologi informasi yang terus berkembang ibarat pisau bermata dua. Tontonan menjadi tuntunan. Media sosial berkembang pesat tanpa ada filter dari negara. Semua informasi bebas dan berkembang secara liar. Ditambah derasnya produksi film beraroma liberal, seks bebas, gaya hidup hedon, dan kekerasan.

Masyarakat hari ini juga bersifat individualis, amar makruf nahi mungkar sudah mulai berkurang. Atas nama HAM semua org bebas berbuat sesukanya.

Sistem sanksi yang ada hari ini tidak memberikan efek jera. Bukannya berkurang, semakin hari kasus kejahatan semakin banyak dan beragam motifnya. Kalau pun ada UU Perlindungan Anak belum efektif menghadapi pelaku kejahatan anak. Meskipun ada ancaman hukuman kebiri dan hukum mati, tapi lagi-lagi terkendala atas nama HAM.

*Butuh Solusi Hakiki*

Islam adalah agama yang sempurna, ia memiliki seperangkat aturan untuk kemaslahatan hidup manusia tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Dalam Islam ada tindakan pencegahan melalui penerapan Islam secara kafah. Ada sistem pergaulan yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan. Batasan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Ada sistem penerangan yang  mengatur semua informasi dan media yang ada agar tidak memberikan dampak buruk pada masyarakat. Konten negatif seperti pornografi, pornoaksi, sekuler, liberal, kekerasan, penyimpangan dan lainnya akan dilarang. Hanya informasi positif dan baik yang akan diterima masyarakat dan menjadi tuntunan mereka.

Islam juga memiliki sistem sanksi yang bersifat sebagai penebus dosa dan pemberi efek jera. Untuk pelaku sodomi hukumannya adalah dilemparkan dari ketinggian dengan posisi terbalik hingga mati. Kalau melakukan kekerasan seksual atau berzina ketika pelakunya belum menikah maka dicambuk 100 kali. Sementara jika pelakunya telah menikah maka akan dirajam sampai mati.

Islam juga memiliki sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Kurikulum  pendidikan, metode pengajaran, semua  berbasis akidah Islam. Sistem pendidikan Islam bertujuan mencetak generasi unggul berkepribadian Islam dan ahli dalam berbagai bidang pengetahuan dan keterampilan. Sistem pendidikan Islam ini akan melahirkan anak-anak yang memiliki akidah yang kokoh, paham apa tujuan hidup, dan senantiasa terikat dengan hukum Allah.

Islam juga memiliki sistem ekonomi yang memungkinkan jaminan terpenuhinya semua kebutuhan pokok rakyat per individu. Tidak bisa dipungkiri keterbatasan ekonomi kadang membuat orang gelap mata melakukan kejahatan. Dalam kasus ini anak-anak yang menjadi korban tidak semuanya yatim piatu. Mereka bisa ada di panti asuhan karena orang tuanya tidak mampu atau kekurangan secara ekonomi. Mereka sengaja diincar untuk dijadikan korban dengan iming-iming akan disekolahkan dan mendapatkan fasilitas hidup yang enak.

Ketika semua sistem ini diterapkan secara kafah insya Allah tindakan kejahatan anak dan kejahatan lainya akan bisa diminimalisir. Rakyat bisa hidup nyaman tanpa dihantui ancaman kejahatan.
Wallahua'lam bishawab.

Oleh: Yuli Ummu Raihan, Aktivis Muslimah Tangerang

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :