Tinta Media - Marah, geram, sakit hati dan berbagai rasa kita rasakan
ketika mendengar kabar sebuah panti asuhan menjadi markas predator selama
bertahun-tahun.
Adalah Sudirman, sosok yang terlihat gemulai, santun,
agamis, dan baik ternyata adalah seorang predator. Ia adalah Ketua Yayasan
panti asuhan Darussalam An-Nur, di Kelurahan Kunciran Indah, Kecamatan Pinang,
Kota Tangerang Banten.
Kasus ini terungkap setelah salah seorang mantan anak asuh
mengadu pada Dean salah satu donatur sekaligus teman sekolah Sudirman. Dean
melaporkan kasus ini tertanggal 2 Juli 2024 dengan nomor
LP/B/725/VII/2024/SPKT/ Polres Metro Tangerang dengan dugaan perbuatan
pelecehan seksual, pencabulan hingga sodomi. (Kumparanhit, 26/9/2024).
Seiring berjalan waktu kasus semakin berkembang dan
terungkap hampir semua bahkan alumni dari panti asuhan ini diduga telah menjadi
korban pelecehan seksual dan pencabulan yang dilakukan oleh Sudirman dan dua
tersangka lainnya. Korban diiming-imingi uang, handphone dan yang lainnya untuk
mau diperlakukan tidak senonoh dan tetap diam. Diduga puluhan anak telah
menjadi korban dan sebagian mereka mirisnya melakukan hal yang sama terhadap
anak-anak lainnya. Mereka yang awalnya korban, karena tidak ditangani dengan
baik dan benar akhirnya menjadi pelaku.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi,
mengungkapkan bahwa dari hasil pemeriksaan terhadap tersangka tidak
ditemui gejala klinis psikologis.
Atas perbuatan biadab yang dilakukannya, tersangka
dijerat Pasal 76E juncto Pasal 82 UU RI No.17 Tahun 2016 atau Pasal 289
KUHP dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun
penjara.
Ini bukanlah kasus pencabulan pertama yang terjadi di
Indonesia. Berdasarkan data KPAI selama 3 tahun terakhir telah terjadi 14.653
kasus pelanggaran hak anak yang tercatat. Sayangnya berbagai kasus ini tidak
begitu mendapat perhatian dari negara. No viral no justice, dan semua kasus
tenggelam sering berjalan waktu. Hanya ramai dan diperbincangkan sesaat, lalu
hilang dan tenggelam dengan pemberitaan yang baru.
*Tidak Ada Tempat Aman*
Saat ini rasanya tidak ada satu tempat pun yang aman agar
anak terhindar dari kejahatan seksual dan kriminal lainnya. Sekolah, pondok
pesantren, panti asuhan, bahkan rumah pun tidak lagi aman. Siapa pun bisa jadi
pelaku dan korban kejahatan seksual. Kejahatan yang tidak hanya meninggalkan
bekas luka secara fisik, tetapi trauma mendalam dan potensi untuk melakukan hal
serupa di kemudian hari. Mental dan psikologisnya dirusak oleh predator yang
mengintai kapan pun dan di mana pun.
*Akar Masalah*
Semua ini terjadi karena penerapan sistem kehidupan sekuler
liberal yang memisahkan agama dari kehidupan dan tidak lagi menjadi
pedoman. Hasilnya, pelaku kejahatan tidak memiliki rasa takut akan
perbuatannya.
Kecanggihan teknologi informasi yang terus berkembang ibarat
pisau bermata dua. Tontonan menjadi tuntunan. Media sosial berkembang pesat
tanpa ada filter dari negara. Semua informasi bebas dan berkembang secara liar.
Ditambah derasnya produksi film beraroma liberal, seks bebas, gaya hidup hedon,
dan kekerasan.
Masyarakat hari ini juga bersifat individualis, amar makruf
nahi mungkar sudah mulai berkurang. Atas nama HAM semua org bebas berbuat
sesukanya.
Sistem sanksi yang ada hari ini tidak memberikan efek jera.
Bukannya berkurang, semakin hari kasus kejahatan semakin banyak dan beragam
motifnya. Kalau pun ada UU Perlindungan Anak belum efektif menghadapi pelaku
kejahatan anak. Meskipun ada ancaman hukuman kebiri dan hukum mati, tapi
lagi-lagi terkendala atas nama HAM.
*Butuh Solusi Hakiki*
Islam adalah agama yang sempurna, ia memiliki seperangkat
aturan untuk kemaslahatan hidup manusia tidak hanya di dunia tapi juga di
akhirat. Dalam Islam ada tindakan pencegahan melalui penerapan Islam secara
kafah. Ada sistem pergaulan yang mengatur interaksi antara laki-laki dan
perempuan. Batasan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Ada sistem penerangan yang mengatur semua informasi
dan media yang ada agar tidak memberikan dampak buruk pada masyarakat. Konten
negatif seperti pornografi, pornoaksi, sekuler, liberal, kekerasan,
penyimpangan dan lainnya akan dilarang. Hanya informasi positif dan baik yang
akan diterima masyarakat dan menjadi tuntunan mereka.
Islam juga memiliki sistem sanksi yang bersifat sebagai
penebus dosa dan pemberi efek jera. Untuk pelaku sodomi hukumannya adalah
dilemparkan dari ketinggian dengan posisi terbalik hingga mati. Kalau melakukan
kekerasan seksual atau berzina ketika pelakunya belum menikah maka dicambuk 100
kali. Sementara jika pelakunya telah menikah maka akan dirajam sampai mati.
Islam juga memiliki sistem pendidikan berbasis akidah Islam.
Kurikulum pendidikan, metode pengajaran, semua berbasis akidah
Islam. Sistem pendidikan Islam bertujuan mencetak generasi unggul
berkepribadian Islam dan ahli dalam berbagai bidang pengetahuan dan
keterampilan. Sistem pendidikan Islam ini akan melahirkan anak-anak yang
memiliki akidah yang kokoh, paham apa tujuan hidup, dan senantiasa terikat
dengan hukum Allah.
Islam juga memiliki sistem ekonomi yang memungkinkan jaminan
terpenuhinya semua kebutuhan pokok rakyat per individu. Tidak bisa dipungkiri
keterbatasan ekonomi kadang membuat orang gelap mata melakukan kejahatan. Dalam
kasus ini anak-anak yang menjadi korban tidak semuanya yatim piatu. Mereka bisa
ada di panti asuhan karena orang tuanya tidak mampu atau kekurangan secara
ekonomi. Mereka sengaja diincar untuk dijadikan korban dengan iming-iming akan
disekolahkan dan mendapatkan fasilitas hidup yang enak.
Ketika semua sistem ini diterapkan secara kafah insya Allah
tindakan kejahatan anak dan kejahatan lainya akan bisa diminimalisir. Rakyat
bisa hidup nyaman tanpa dihantui ancaman kejahatan.
Wallahua'lam bishawab.
Oleh: Yuli Ummu Raihan, Aktivis Muslimah Tangerang