Kriminalisasi Guru, Buah Pahit Kapitalisme Demokrasi - Tinta Media

Senin, 11 November 2024

Kriminalisasi Guru, Buah Pahit Kapitalisme Demokrasi


Tinta Media - Guru adalah sosok mulia yang wajib untuk dihormati dan dimuliakan, baik oleh murid maupun orang tua murid. Namun, akhir-akhir ini guru malah mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari orang tua murid disebabkan pengaduan anaknya, meskipun pengaduan itu terkadang tidak benar,  bahkan cenderung fitnah. 

Ibu Supriyani, S.Pd, guru SDN  Baito, Konawe Selatan ditahan polisi karena menegur siswa yang nakal. Orang tua siswa tersebut adalah anggota polisi. Pihak orang tua siswa meminta Bu Supriyani dikeluarkan dari sekolah dan juga dimintai uang sebesar 50 juta dengan dalih sebagai uang damai. Belakangan, kasusnya diselesaikan dengan damai kekeluargaan. Namun, persidangan akan tetap dilakukan pada Ibu Supriyani. 

Kasus kriminalisasi terhadap guru tidak hanya menimpa Ibu Supriyani saja. Kriminalisasi guru ibarat gunung es, yang tampak hanya sedikit, tetapi yang tak nampak lebih besar lagi. Sebelumnya, di Sidoarjo, Jawa Timur, seorang guru bernama Sambudi dilaporkan ke pihak berwajib oleh orang tua siswa karena menegur siswanya yang tidak mau salat. Realitasnya, masih banyak lagi kasus-kasus serupa. 

Akar Masalah

Kasus kriminalisasi guru menjadi duka mendalam bagi dunia pendidikan. Hal ini merupakan malapetaka peradaban. Artinya, adab kepada guru sudah hilang. Bagaimana ketika guru ingin menegakkan keadilan, bagaimana guru sedang menegakkan disiplin jika dia harus dibenturkan dengan aturan dalam perundang-undangan di negeri ini? Sungguh, dunia pendidikan dibuat tumpul tak berdaya. 

Anak-anak didik saat ini telah banyak terpengaruh oleh berbagai informasi negatif yang beredar di media sosial. Dari pornografi, video kekerasan,  pembulyan, dan berbagai tayangan-tayangan yang nir-adab semakin merusak mental dan karakter generasi. Adanya filter yang ketat seharusnya dilakukan oleh penguasa. Akan tetapi, penguasa seolah tak berdaya. 

Revolusi mental yang digadang-gadang bisa memperbaiki generasi malah semakin merusak. Hal ini membuktikan bahwa revolusi mental yang dibangun oleh rezim ini berlandaskan kapitalisme, hanya berpandangan soal untung dan rugi, bukan untuk tindakan atau menegakkan kedisplinan sebagaimana yang ibu guru tersebut lakukan terhadap anak didiknya. 

Ditambah lagi ketidakadilan yang tampak semakin nyata. Hukum bisa diutak-atik oleh yang berkuasa sesuai kepentingan mereka, seolah keadilan hanya bagi pemilik modal atau yang ber-uang saja. Rakyat kecil mudah dijadikan tersangka hanya dengan perkara yang belum terbukti nyata.

Jelaslah bahwa semua masalah tersebut bersifat sistematis. Pangkal persoalan ini adalah akibat sistem pendidikan yang menganut paham kapitalis-sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan). Orientasinya hanya untuk keuntungan/kepuasan  materi, bukan untuk menghasilkan anak didik yang bertakwa. 

Penerapan sistem kapitalisme sekuler menjadikan lembaga pendidikan hanya mengajarkan agama sebagai ilmu, bukan sebagai tsaqafah yang berpengaruh dalam kehidupan. Wajar jika jam pelajaran agama semakin terkikis, ditambah dengan arus moderasi beragama yang semakin membutakan generasi dari hakikat Islam yang merupakan sistem kehidupan. 

Kapitalisme telah menghilangkan rasa hormat dan takdzim kepada guru, padahal rasa takdzim kepada guru adalah bagian syariat yang harus dijalani di dunia yang kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Justru perasaan egoisme pribadi yang semakin menguat. 

Sistem kapitalisme juga membuat ketidakpercayaan antara orang tua dan guru. Adanya undang-undang perlindungan anak rentan dijadikan senjata untuk mengkriminalisasikan guru demi kepentingan pribadi. 

Solusi Teknis dan Sistemik

Kriminalisasi terhadap guru sekolah yang tengah marak belakangan ini membutuhkan solusi yang paripurna, baik teknis dan sistematis. Demi terciptanya perlindungan hukum untuk guru, maka sekolah perlu membuat peraturan yang disepakati oleh guru, siswa, dan orang tua siswa. Oleh karena itu, sekolah sepatutnya membuat peraturan sekolah, tata tertib, dan kode etik sekolah yang diketahui dan disepakati oleh guru, siswa, dan orang tua.

Di dalam peraturan tersebut, terdapat klasifikasi dalam bentuk tindakan pendisiplinan. Untuk mengurangi kriminalisasi terhadap guru, sebaiknya sekolah membuat komisi atau divisi yang menegakkan peraturan sekolah. Sehingga, jika terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh siswa, guru cukup melaporkan kepada divisi atau komisi yang bertugas menegakkan disiplin. Sehingga, bukan guru yang melakukan tindakan pendisiplinan, melainkan komisi atau divisi tersebut.

Untuk menghindari kriminalisasi terhadap divisi atau komisi pendisiplinan, maka perlu dibuat mekanisme. Tindakan apa yang akan dilakukan untuk pendisiplina, di mana tempatnya. Pendisiplinan itu harus disaksikan oleh minimal dua orang guru dan dua orang siswa. Untuk memperkuat alat bukti, sebaiknya dipasang CCTV. Perlu juga adanya saksi dan alat bukti ketika proses pendisiplinan tersebut berlangsung.

Selain itu, guru tidak dapat dipidana saat menjalankan profesinya, tidak terlepas dalam hal pendisiplinan. Karena pendisiplinan tidak termasuk kategori tindakan diskriminasi atau penganiayaan. Oleh karena itu, sangat penting bagi pihak sekolah untuk membuat ketentuan yang jelas, bersih, dan berlaku bagi seluruh siswa agar tidak dapat dikategorikan tindakan diskriminasi.

Ada dua pasal untuk memperkuat posisi guru sebagai tenaga pendidik di sekolah. Pasal tersebut yakni Pasal 39 Ayat (1) PP No.74 Tahun 2008 yang diubah menjadi PP No.19 Tahun 2017 dan Pasal 39 ayat (2) PP No.74 Tahun 2008 yang diubah menjadi PP No.19 Tahun 2017 tentang Guru. Pasal 39 Ayat 1 dan 2 mengatur tentang gurun untuk memiliki kebebasan dalam memberikan sanksi kepada peserta didik yang melanggar. Sanksi tersebut dapat berupa teguran atau peringatan, baik lisan maupun tulisan.

Selain itu, yang tak kalah penting adalah mengganti sistem kapitalisme sekuler demokrasi dengan sistem yang sahih yang berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Sistem pendidikan Islam akan membentuk pemahaman agama yang menjadikan mental dan iman yang kuat, baik guru, orang tua maupun murid. 

Strategi pendidikan harus dirancang untuk mewujudkan identitas keislaman yang kuat. Metode pengajarannya harus talaqqiyan fikriyan. Sehingga hubungan antara guru dengan murid, guru dengan orang tua akan memiliki kesadaran yang saling menghargai. Terdapat ajaran yang menekankan pentingnya adab (etika) dalam berinteraksi dengan guru. Murid diharapkan untuk menghormati, mendengarkan dengan baik, dan belajar dengan tekun dari guru mereka.

Sistem informasi dan komunikasi juga harus difilter dengan ketat agar semua tayangan yang beredar adalah tayangan yang memberikan edukasi dan dakwah ilal Islam. Penguasa harus benar-serius saat melakukan ini tanpa memihak kepada kepentingan -kepentingan sekelompok orang maupun pemodal. Tak boleh berlaku asas manfaat dalam hal ini.

Sistem sanksi juga akan diberlakukan dengan tegas agar kasus tidak berulang. Keadilan akan benar-benar ditegakkan supaya tidak ada yang terzalimi dan menzalimi. Semua itu membutuhkan sebuah institusi negara yang menerapkan sistem Islam secara menyeluruh, yaitu khilafah ala minhajin nubuwwah. Tanpa khilafah, mustahil keadilan akan terwujud.


Oleh: Sri Syahidah 
(Aktivis Muslimah) 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :