Tinta Media - Setelah kasus korupsi Tata Niaga PT Timah Tbk (TINS) terungkap beberapa bulan lalu dengan nilai kerugian mecapai Rp2,71 triliun, kini muncul
polemik baru di tengah masyarakat yang tidak kalah mencengangkan. Polemik tersebut adalah pengemplangan pajak yang membuat negara kehilangan potensi penerimaan hingga Rp300 triliun.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dan Kepala Bidang Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Yusuf Ateh memperoleh data 300 pengusaha 'nakal' yang mengemplang pajak tersebut. Mereka adalah para pengusaha kebun sawit yang melakukan okulasi liar terhadap hutan yang berjumlah jutaan hektar.
(CNBC 12/10/2024).
Sebanyak 300 lebih pengusaha nakal tersebut dinyatakan belum membayar pajak kepada pemerintah. Mereka memiliki utang pajak senilai Rp300 triliun terhadap negara.
Ini sangat ironi dan menjadi polemik baru di dalam negeri. Bagaimana tidak, para pengusaha yang notabene adalah para elit kapitalis pemilik modal, nyatanya malah membuat negeri ini bangkrut, dan menambah kemunduran perekonomian.
Para elit kapitalis ini diberi hak pengelolaan lahan (HPL), juga pengelolaan kekayaaan alam secara bebas. Hal ini menjadikan koorporasi semakin kuat mencengkeram negeri ini. Sehingga, kerusakan akan semakin meluas. Contohnya penebangan hutan secara liar demi mengganti tanaman hutan yang heterogen menjadi homogen.
Dengan liberalisasi ekonomi, masyarakat diberikan kebebasan sebebas-bebasnya untuk berekspresi, termasuk dalam hal pengelolaan lahan. Inilah wajah asli dari sistem kapitalis yang diemban oleh negeri tercinta ini, yaitu sistem yang menimbulkan kerusakan.
Ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Islam membatasi perbuatan manusia dengan hukum syara', yaitu hukum yang berasal dari Allah yang digunakan untuk mengatur manusia.
Dalam Islam, sumber daya alam adalah milik umum (milkiyah am). Jadi, tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang. Pengelolaannya diserahkan kepada negara. Contohnya hutan. Negaralah yang berhak mengelola dan hasilnya akan dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat.
Khalifah (pemimpin dalam Islam) akan melakukan kontrol terhdap masyarakat dan memberikan sanksi yang tegas pada pelaku pelanggaran sehingga tidak mengulangi perbuatannya.
Khalifah akan bersungguh-sungguh dalam memimpin rakyat, membawa kepada kemakmuran dan senantiasa mengarahkan masyarakat untuk tunduk terhadap hukum syara' (syariat).
Allah berfirman dalam surat al-Maidah ayat 50, yang artinya:
"Apakah (hukum) jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik, dari pada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?
Jadi, Allahlah satu-satunya yang berhak membuat hukum. Jika yang dijalankan adalah hukum buatan manusia, maka akan terjadi kerusakan dalam segala lini kehidupan. Allahu a'lam bishawwab.
Oleh: Sarinah
Sahabat Tinta Media