Tinta Media - Menteri Koordinator Bidang Keamanan dan Politik Budi Gunawan mengimbau pemerintah daerah untuk berhati-hati dalam menetapkan upah pekerja di kabupaten/kota (UMK). Beliau juga mengatakan bahwa penetapan upah itu rawan menjadi kebijakan populis pemerintah daerah. (tirto.id, 7/11/2024)
Pertumbuhan ekonomi akan terganggu jika UMP tidak rasional atau terlalu tinggi. Hal ini menyebabkan penurunan rekrutmen pekerja, mendorong pekerja ke sektor informal hingga berujung pada ketidakpatuhan pekerja pada aturan perusahaan, kata Budi di Sentul, Bogor, Kamis 7 Nopember 2024. Budi menghimbau agar pemerintah daerah berhati-hati dalam pembuatan Peraturan Daerah terkait upah minimun yang berpotensi menimbulkan gejolak di masyarakat.
Memang benar, masalah upah minimun pekerja sudah menjadi polemik berkepanjangan. Tuntutan kenaikan upah terjadi hampir setiap tahun. Apalagi dalam tahun 2025, ternyata upah buruh itu tidak seimbang/ sepadan dengan kenaikan pajak tahun 2025. Walaupun ada kenaikan upah minimun tapi harga-harga berbagai kebutuhan dasar rakyat juga naik. Lagi-lagi rakyat dibuat tercekik dan menderita.
Bagaimana tidak? Pada dasarnya, upah buruh saat ini memang belum mampu untuk mencukupi kebutuhan keluarga, karena standar upah minimun hanya untuk satu individu saja. Padahal, pada umumnya seorang kepala keluarga dituntut untuk menafkahi seluruh anggota keluarga. Apalagi dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini dengan harga-harga yang serba naik, tentu tidak akan cukup. Ini sungguh mengiris hati.
Tidak dimungkiri, dalam pandangan negara kapitalis, buruh/pekerja hanya dianggap sebagai faktor produksi atau alat untuk mendapatkan keuntungan. Pengusaha berusaha agar mendapatkan untung besar, tetapi dengan biaya atau pengeluaran sedikit mungkin. Standar upah diatur sesuai dengan kebutuhan hidup di tempat mereka tinggal. Maka dari itu, upah minimun buruh itu berbeda-beda di setiap wilayah.
Jika sudah demikian, buruh selalu dibuat tidak berkutik dengan berbagai peraturan pemerintah daerah yang selalu berpihak pada pengusaha. Begitulah sejatinya konsep negara kapitalis dalam memosisikan buruh/pekerja, mustahil akan membela kepentingan rakyat. Yang ada, rakyat justru dijadikan objek bisnis demi meraih cuan.
Buruh pun selalu menjadi korban kapitalis yang harus tunduk pada peraturan pengusaha dan penguasa. Tidak ada ruang bagi buruh untuk tawar-menawar, sehingga bukan hal aneh jika buruh selalu protes tiap tahunnya menuntut kenaikan. Mirisnya, tuntutan-tuntutan selalu tidak didengar. Demo buruh bagaikan tradisi tahunan tanpa ada solusi hakiki.
Perlakuan seperti itu tidak akan dirasakan oleh rakyat ketika berada dalam negara yang menerapkan aturan Islam. Islam datang membawa aturan yang menyeluruh. Salah satunya adalah pengaturan tentang upah pekerja/ buruh. Di dalam sistem Islam, setiap warga negara terutama buruh akan mendapatkan haknya dengan baik. Nasib buruh justru akan sangat sejahtera dan dihargai dalam sistem Islam.
Tidak ada aturan upah minimun, tetapi konsep upah adalah akad dan kesepakatan saling rida antara buruh dan pengusaha. Sehingga, tidak ada keterpaksaan dan tidak ada yang dirugikan. Upah akan disesuaikan dengan bidang pekerjaan, misalnya ringan atau berat hingga masalah waktu/jam kerja. Keadilan untuk buruh bisa dilihat dari pemberian upah yang tepat waktu, tidak diundur atau digeser waktu pemberian upahnya.
Dari Abdullah bin Umar ia berkata bahwa Rasulullah ï·º bersabda,
“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR Ibnu Majah dan Ath-Thabrani).
Khalifah sebagai kepala negara akan selalu memantau kondisi rakyat, terutama dalam masalah upah buruh, agar jangan sampai ada rakyat yang terzalimi dan tidak mendapatkan haknya, termasuk para buruh.
Negara memperhatikan akad pekerja dengan pemberian pekerjaan agar tidak ada yang dilanggar. Hal ini karena Islam memandang bahwa setiap manusia, buruh, atau pengusaha adalah sama-sama memiliki hak untuk hidup layak, tercukupi semua kebutuhan dasar hidupnya. Indahnya konsep pemberian upah kepada buruh iu hanya akan terwujud dengan sebuah institusi negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan daulah khilafah Islamiyyah.
Jadi, selama masih menggunakan sistem kapitalisme sekuler, maka polemik upah buruh akan terus terjadi. Walhasil, kesejahteraan dan keadilan buruh hanya ilusi.
Wallahu a'lam bishawab.
Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media