Tinta Media - Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menegaskan bahwa mahalnya biaya untuk bisa melenggang ke Gedung DPR membuat parpol dan politisi butuh bohir [pemberi modal] politik.
"Parpol dan politisi belum tentu sanggup merogoh kocek sendiri, mereka butuh bohir politik. Disinilah terjadi lingkaran setan politik uang. Parpol dan caleg bisa amat bergantung pada investor politik untuk mengongkosi langkah mereka menjadi anggota dewan. Selanjutnya, mereka tersandera kepentingan para investor tersebut," tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (8/10/2024).
Keadaan seperti ini, lanjut Iwan, yang membuat rakyat melihat DPR begitu sat set melegislasi berbagai RUU yang erat kaitannya dengan para kapitalis.
“UU Minerba misalnya, lanjut lagi UU Cipta Kerja, juga UU IKN. DPR juga begitu semangat merevisi UU KPK yang hasilnya melumpuhkan KPK," bebernya.
Sementara RUU Perampasan Aset yang dipercayai jadi senjata handal memberantas korupsi, keluhnya, malah masih mangkrak selama 12 tahun, masih juga tidak diketok palu.
Karena biaya politik yang mahal, ia tidak heran kalau DPR menjadi salah satu lembaga negara terkorup. “Data ICW menyebutkan sejak 2004 hingga 2023, terdapat 76 kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR,” imbuhnya.
Melihat realitas di atas, Iwan mengkritisi cara berpikir sebagian orang bahwa untuk bisa memperbaiki negeri ini harus masuk parlemen.
“Padahal dua persoalan di atas sudah memperlihatkan kalau menjadi anggota DPR tidak cukup hanya punya moral baik dan niat baik; tapi butuh cuan dan kedekatan politik seperti dinasti politik. Dua hal yang susah didapat warga biasa," jelasnya.
Apalagi kata Iwan, parpol punya privilege untuk menentukan calon wakil mereka di parlemen, bukan masyarakat secara langsung. Artinya, ia menjelaskan, sejak awal sudah ada sekat pembatas untuk rakyat biasa yang mau duduk di jajaran anggota dewan.
"Beginilah wajah DPR baru. Beginilah hasil proses demokrasi. Wajar kalau pesimisme semakin besar andai menaruh harapan pada DPR,” tukasnya.
Ditambah lagi skenario besar pemerintahan baru Prabowo – Gibran yang berambisi membentuk koalisi besar, dimana menihilkan oposisi.
“Maka, bagaimana dan siapa yang akan mengontrol kekuasaan? Tapi itulah demokrasi. Tidak salah kalau dulu ada joke yang beredar; What is democracy? Democracy is the freedom to elect our own dictators [Apa itu demokrasi? Demokrasi adalah kebebasan untuk memilih diktator kita sendiri]," pungkasnya. [] Setiyawan Dwi