Siyasah Institute: Dua Hal Penting agar Hari Santri Tak Terasa Hampa - Tinta Media

Senin, 28 Oktober 2024

Siyasah Institute: Dua Hal Penting agar Hari Santri Tak Terasa Hampa


Tinta Media - Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menuturkan, ada dua hal penting untuk dipahami kaum Muslimin agar Hari Santri tidak terasa hampa. 
 
"Agar Hari Santri tidak sekadar seremonial yang meluapkan kesenangan hampa, ada dua hal yang penting untuk dipahami kaum Muslimin," tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (22/10/2024). 
 
Pertama, sebut Iwan, Hari Santri Nasional yang ditetapkan jatuh pada 22 Oktober di Indonesia pijakannya adalah dikeluarkannya resolusi jihad yang diserukan dan ditandatangani Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari. 
 
"Resolusi jihad tersebut dimaklumatkan sebagai seruan kewajiban bagi setiap umat Islam untuk mempertahankan agama Islam dan kedaulatan negeri. Resolusi jihad tersebut berhasil menggerakkan rakyat Indonesia, terutama kaum Muslimin yang menghadapi penjajah ketika terjadi pertempuran 10 November 1945 di Surabaya," ulasnya. 
 
Peristiwa ini, lanjutnya, menjadi amat penting untuk dipahami kaum Muslimin di Tanah Air, khususnya pihak-pihak yang berkecimpung di dunia pesantren dan pendidikan Islam. 
 
Sebab, menurut Iwan, para santri dan pelajar Muslim wajib memahami juga dan turut menyadarkan umat, bahwa jihad adalah bagian dari ajaran Islam untuk menghilangkan salah sangka dan citra buruk terhadap hukum jihad fi sabilillah, karena fikih jihad bertebaran di seluruh kitab-kitab mu’tabar mulai dari Kifayatul Akhyar hingga Al-Umm. 
 
"Sebagai insan terdidik di lingkungan Islam, maka para asatidz, para santri, para pelajar Muslim juga harus menjelaskan makna yang benar tentang jihad sebagaimana yang diuraikan para ulama. Tidak ikut menyimpangkan makna jihad yang diopinikan sebagian orang yang berujung menjauhkan makna jihad dari pengertian yang sebenarnya," tegasnya. 
 
Ia mengemukakan, telah ada sebagian orang yang menguraikan jihad sebagai perang melawan hawa nafsu, atau memunculkan terminologi yang menyimpang seperti sebutan jihad ekonomi, jihad pendidikan, dan sebagainya. 
 
Padahal, jelasnya, istilah-istilah tersebut tidak ada dasar pijakannya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, juga tidak pernah diuraikan oleh para ulama mu’tabar dalam karya-karya mereka. 
 
"Hal itu terjadi karena ada sebagian Muslim yang mengalami rendah diri atau minder, ketika Barat menyerang hukum jihad sebagai kekerasan dan terorisme. Kemudian mereka melakukan defensif apologetik terhadap serangan tersebut dengan mengalihkan makna jihad yang hakiki pada pengertian lain. Padahal, itulah yang diinginkan oleh Barat dari kaum Muslimin. Munculnya penyimpangan ajaran Islam dari lisan umat ini sendiri," ungkapnya. 
 
Para santri dan pelajar Muslim, juga para pendidik di lingkungan pesantren, kata Iwan, semestinya harus bangga menjelaskan jihad sebagai perang suci di jalan Allah Swt. 
 
"Bangga dengan figur Imam Bonjol, Sultan Hasanuddin, Sultan Baabullah, Jenderal Sudirman, dan lain-lain. Karena mereka mengamalkan ajaran jihad yang murni berperang melawan kaum kafir imperialis," gugahnya. 
 
Kedua, Iwan melanjutkan, peringatan Hari Santri juga harus bisa menghadirkan pelajaran (ibrah/insight) kepada para santri dan pelajar Muslim, bahwa kehidupan santri bukanlah kehidupan yang terisolasi dari urusan masyarakat.  
 
"Para santri dan para asatidz bukanlah rahib yang hanya sibuk dengan urusan ritual ibadah. Tidak mau terlibat membahas urusan umat," tandasnya. 
 
Iwan pun mengungkapkan bahwa hakikat resolusi jihad yang dibuat oleh Hadratusy Syaikh Hashim Asy’ari adalah contoh bahwa seorang yang berilmu ('alim) punya kewajiban bergerak dalam perjuangan bersama umat. Dan bahwa kitab-kitab keislaman yang dikaji di pondok-pondok pesantren bukanlah kitab ’mati’ yang selesai bila telah khatam pengkajiannya.  
 
"Justru kitab-kitab itu dikaji untuk menjadi satu-satunya solusi yang benar dan layak untuk umat manusia," pesannya. 
 
Sebagai contoh, Iwan mengulas bahwa bab tentang jihad ketika itu dikaji di pesantren bukan untuk sekadar kepuasan intelektual, tetapi justru wajib diamalkan ketika keadaan menuntut hal tersebut. 
“Maka lahirlah resolusi jihad yang membakar

semangat perlawanan umat Muslim di Tanah Air mengusir kaum kafir penjajah," jelasnya. 
 
Oleh sebab itu, menurutnya, ghirah perjuangan dan perlawanan terhadap anasir asing yang menimpakan mudharat pada umat wajib dimiliki para santri dan kaum 'alim.  
 
"Dunia pesantren harus jadi pihak yang paling peka dengan berbagai kerusakan yang ditimbulkan paham-paham asing pada umat. Juga harus berada di barisan terdepan menghilangkan kerusakan-kerusakan tersebut," tuturnya. 
 
Ia lantas kembali menegaskan, dua hal inilah yang sekurangnya harus hadir dalam suasana Hari Santri. 
 
Menurutnya, sayang bila momen ini berlalu begitu saja sebatas hanya seremonial dan kegembiraan sesaat. Padahal, para ulama yang menjadi bagian dari peletak dasar negeri ini sudah mengobarkan ruhul jihad yang luar biasa. Semua demi membebaskan negeri dari ancaman penjajahan.  
 
Iwan kemudian menjabarkan bahwa tantangan para santri hari ini adalah menghadapi penjajahan pemikiran, budaya dan ideologi yang datang dari Barat. "Semua harus dilawan dan umat wajib diselamatkan," ajaknya. 
 
Jadi, sambungnya, bila dulu Hadratusy Syaikh Hashim Asy’ari mengobarkan resolusi jihad untuk melawan penjajah, saat ini sudah waktunya untuk mengeluarkan resolusi Islam untuk selamatkan negeri.  
 
"Karena, memang tak ada jalan keluar terbaik melainkan dengan penerapan Islam di seantero bumi," tegasnya. 
 
Hari ini, Iwan pun mengungkapkan, Indonesia bukan hidup dengan ajaran Islam, tetapi justru menerapkan paham-paham sekularisme, kapitalisme, demokrasi, liberalisme yang bertentangan dengan ajaran Islam. 
 
Para santri dan kaum 'alim, terangnya, bisa melihat bagaimana perzinahan merebak, muamalah ribawi ala kapitalisme diberlakukan, sumber daya alam (SDA) dikuasai dan hanya dinikmati asing, aseng atau lokal. 
 
"Bedanya dengan perjuangan yang dikobarkan para ulama pada masa lalu, mereka menggerakkan jihad, maka hari ini para santri dan kaum alim harus menggerakkan dakwah. Menyadarkan umat akan bahaya berbagai pemikiran dan peraturan asing yang bertentangan dengan ajaran Islam. Maka para santri wajib mendakwahkan Islam ke tengah umat, dan menyatakan bahwa hanya Islam solusi terbaik untuk berbagai persoalan di negeri ini," pungkasnya. [] Muhar
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :