Tinta Media - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah salah satu lembaga tinggi negara yang ada dalam ketatanegaraan Indonesia. DPR sendiri memiliki banyak peran dan tugas seperti pembuatan undang-undang, melakukan pengawasan terhadap pemerintahan, dan mewakili suara rakyat Indonesia. Anggota DPR dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum (Pemilu). Selain memiliki tugas dan peran, anggota DPR pun mendapatkan hak dan fasilitas dari negara selain gaji, seperti mendapatkan fasilitas mobil dan rumah yang disebut dengan hak keuangan dan administratif.
Namun baru-baru ini, terjadi protes yang mengatakan bahwa fasilitas rumah dinas yang diberikan kepada anggota DPR tidak layak. Hal ini disebabkan beberapa alasan seperti desainnya yang sudah ketinggalan zaman dan beberapa kerusakan fasilitasnya, yang akhirnya akan dialihkan kepada tunjangan perumahan.
Namun hal ini mengundang kritik berbagai pihak, salah satunya Indonesia Corruption Watch (ICW). ICW berpendapat bahwa kebijakan ini merupakan pemborosan uang negara dan menduga bahwa gagasan ini hanya untuk memperkaya anggota DPR tanpa memikirkan kepentingan publik lain yang lebih penting. (Kompas.com, 12-10-24)
ICW juga mengkritik bahwa jika kebijakan ini dilaksanakan, langkah ini akan mempersulit pengawasan. Alhasil akan memberikan peluang dan potensi terjadinya penyalahgunaan, terlebih tunjangan tersebut langsung ditransfer ke rekening pribadi masing-masing anggota dewan (tirto.id, 12-10-24)
DPR Makin Kaya, Rakyat Tambah Sengsara
Seperti yang kita ketahui, di samping tugasnya yang begitu banyak dan berat anggota DPR diberikan berbagai tunjangan dan fasilitas untuk mempermudah mereka dalam melaksanakan amanah. Termasuk diberikannya rumah dinas agar mereka bisa dengan mudah melaksanakan fungsinya sebagai penyalur aspirasi rakyat.
Namun jika fasilitas rumah dinas ini diganti dengan tunjangan perumahan akan sangat mungkin menyebabkan penggunaannya tidak tepat sasaran. Terlebih lagi dana yang dikeluarkan akan sangat membengkak menyebabkan pemborosan anggaran negara. Padahal banyak rakyat yang masih dalam kondisi miskin yang sangat memerlukan jaminan negara dalam memenuhi kebutuhannya. Jika dibandingkan dengan realita yang dihadapi rakyat hari ini, masih banyak yang kesulitan mendapatkan rumah. Belum lagi, bukan tunjangan yang mereka dapatkan malah ‘beban’ iuran tapera yang semakin menambah kesengsaraan. Hal ini diperparah dengan keputusan anggota dewan yang justru terus mencekik rakyat.
Belum lagi sulitnya pengawasan yang disebabkan tunjangan ini akan ditransfer ke rekening masing-masing anggota dewan. Maka wajar apabila ada anggapan tunjangan ini hanya memperkaya anggota dewan, dan menambah kesengsaraan rakyat.
Wakil Rakyat dalam Islam
Dalam setiap pemerintaahan pasti membutuhkan peran wakil rakyat, begitu pun dalam sistem Islam. Wakil rakyat dalam Islam disebut dengan Majelis Ummah, namun berbeda peran dan fungsinya dengan anggota dewan dalam sistem demokrasi.
Peran anggota majelis ummah murni untuk mewakili suara rakyat, yang didasari oleh iman dan kesadaran utuh tugasnya sebagai penyambung lidah atau perwakilan rakyat. Kesadaran ini akan mendorong mereka fokus dalam menjalankan fungsinya yang harus diwujudkan. Sebab hal ini merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat kelak. Hal ini tentu sangat berbeda dengan wakil rakyat yang ada dalam penerapan sistem demokrasi yang menjalankan amanahnya dengan tujuan kepentingan. Yang tetap pada realitanya ketika kepentingannya sudah tercapai, capaian kerjanya tetap tidak optimal.
Dan majelis ummah tidak dibentuk untuk fokus pada berbagai fasilitas dan tunjangan yang diberikan oleh negara. Sebab dalam Islam memiliki aturan yang mengatur harta, kepemilikannya dan pemanfaatannya. Maka para wakil rakyat tak akan sembarangan menerima harta baik dari negara ataupun dari pihak lain.
Mereka akan sangat berhati-hati dalam menggunakan fasilitas negara. Hal ini dicontohkan pula oleh seorang khalifah. Ia hanya menggunakan lampu kantor untuk urusan kenegaraan saja, dan ia akan mematikan lampu apabila sedang mengatur urusan pribadi.
Majelis Ummah dalam Bingkai Sistem Islam
Namun yang perlu kita perhatikan ialah, majelis ummah ini tak akan mungkin bisa diterapkan di negara dengan penerapan demokrasi kapitalis. Yang mana menjadikan materi sebagai tujuan hidupnya. Maka wajar apabila setiap ada kesempatan akan mereka jadikan sumber untuk mendapatkan materi termasuk harta.
Maka penerapan majelis ummah sebagai wakil rakyat hanya dapat dilakukan ketika sistem Islam diterapkan pula secara kaffah. Sebab penerapannya ini bukan hanya solusi bagi satu perkara namun solusi bagi setiap permasalahan. Dan majelis ummah dan rakyat akan memiliki satu persepsi yang sama dalam membuat kebijakan dan pengawasan pemerintahan yakni aturan Islam. Seperti yang disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 208 :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى
السِّلْمِ كَاۤفَّةًۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ
عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu”
Wallahu a'lam bishawab.
Oleh : Rheiva Putri R. Sanusi, S.E., Aktivis Muslimah