Tinta Media - Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah memulai proyek pembangunan swasembada tebu di Merauke, Papua Selatan, dengan target lahan seluas 2,29 juta hektare. Proyek ini sudah direncanakan sejak tahun 2023, termasuk penambahan lahan tebu seluas 700 ribu hektare, serta pembangunan kebun tebu dan pabrik bioetanol di area 1,11 juta hektare yang dipimpin oleh Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia. Dalam upaya ini, Jhonlin Group milik Haji Isam, ditunjuk untuk menangani proyek besar tersebut.
Meski demikian, proyek ini diawali dengan kontroversi dari berbagai pihak. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, menilai bahwa proyek ini merupakan siasat untuk mengeksploitasi hutan guna meraih keuntungan semata. Dampak dari proyek ini, seperti pembabatan hutan, perubahan ekonomi, hingga potensi bencana alam menjadi isu yang penting untuk diamati.
Kritik keras juga muncul terkait dengan kegagalan proyek food estate ini, yang dinilai sebagai kegagalan kapitalisme dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia, yakni pangan. Tujuan pembangunan dianggap lebih berpihak pada keuntungan korporasi kapitalis daripada kesejahteraan rakyat. Para kapitalis mendapat keuntungan besar dari hasil hutan dan eksekusi proyek, sementara rakyat kehilangan ruang hidup dan menghadapi kerusakan alam tanpa solusi yang jelas atas masalah kelaparan.
Hal ini menyoroti perbedaan mendasar antara pembangunan dalam kapitalisme dan Islam. Dalam Islam, penguasa bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat, bukan berkolaborasi dengan korporasi demi keuntungan pribadi. Pembangunan harus diarahkan pada kemakmuran seluruh rakyat, bukan hanya untuk segelintir elit.
Oleh: Ummu Hagia
Sahabat Tinta Media