Tinta Media - Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Senayan, Jakarta, mulai didatangi masyarakat dari berbagai kalangan pada Kamis pagi, 22 Agustus 2024. Massa bergerak setelah ramai unggahan dengan tagar "Kawal Putusan MK" dan "Peringatan Darurat", disertai gambar Garuda Pancasila berlatar biru pada Rabu (21-8-2024) malam. Masyarakat menduga akan ada keputusan wakil rakyat yang menghianatinya sehingga perlu adanya peringatan darurat.
.
“Untuk beberapa hari ke depan sebaiknya masyarakat tetap mengawal baik secara _riil_ di lapangan atau di sosial media karena kita sudah punya pengalaman sebelumnya, banyak Undang-Undang yang disahkan diam-diam,” jelas peserta demo Diva Robiah kepada wartawan yang meliput aksi tersebut.
Setelah memberikan pernyataan tersebut, remaja yang mengenakan jaket dan masker tersebut lantas berbaur dengan teman-temannya sambil membawa poster besar. Beberapa peserta memperlihatkan poster kepada wartawan yang terus mengambil gambar untuk mendapatkan angle terbaiknya.
Suasana semakin panas, tetapi tak menyurutkan semangat peserta aksi yang datang dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, akademisi, aktivis prodemokrasi, artis, seniman, komika, masyarakat umum, bahkan juga beberapa orang yang menggunakan baju atau seragam partai tertentu dan lainnya. Seolah dikomando, mereka mendatangi Gedung DPR-RI dengan wajah geram menahan amarah karena merasa dikhianati orang-orang yang mengaku wakil rakyat tapi akan memberikan keputusan yang menguntungkan pihak tertentu.
.
Sekitar pukul 10:55 peserta aksi semakin memadati bagian samping hingga belakang Gedung DPR-RI. Suara riuh dengan berbagai orasi dan pekikan massa semakin keras. Sesekali terdengar pekik peserta: “Dewan penghianat rakyat!”
Teriakan peserta aksi yang terus menerus itulah mungkin yang membuat Achmad Baidowi alias Awiek dan Habib keluar Gedung DPR-RI. Ketua DPR beserta Anggota DPR dari Fraksi Gerindra tersebut langsung naik ke atas mobil komando disertai Ketua Umum Partai Buruh Said Iqbal. “Tidak ada pengesahan RUU Pilkada!” tegas Awiek beberapa kali di depan para peserta aksi.
Pernyataan Awiek ternyata tidak terlalu dihiraukan pendemo. Peserta aksi khawatir DPR akan mengesahkan revisi Undang-Undang Pilkada secara diam-diam sehingga mereka melempari keduanya dengan botol minuman. Sontak keduanya kembali masuk ke dalam gedung diikuti kejaran beberapa peserta aksi.
Tak hanya orasi dan pekik peserta, seperti menjadi kebiasaan ketika aksi demonstrasi, ada pembakaran ban sebagai bentuk protes. Bahkan sekitar pukul 13:00 WIB, beberapa peserta aksi mulai menaiki gerbang DPR dan merusak besi runcing yang ada di atasnya. Besi-besi pagar pun mulai berusaha dirusak. Begitu kuatnya peserta aksi mendorong dan mengguncang besi-besi yang menjadi banteng gedung DPR hingga akhirnya jebol juga.
Melihat hal itu, polisi semakin berusaha menghadang agar peserta tidak masuk ke dalam pagar. Namun beberapa orang akhirnya tetap memasuki halaman gedung, sedangkan yang lainnya melempar batu ke arah petugas. Tentu saja petugas melakukan perlindungan dengan meletakkan tameng di atas kepala mereka.
.
Pengkhianat Lain
Tidak hanya anggota dewan, aparat yang bertugas menjaga jalannya aksi ternyata juga bertindak keras. Iqbal Ramadhan, Asisten Pengacara Publik LBH Jakarta sekaligus putra penyanyi Machica Mochtar yang menjadi korban kekerasan aparat dalam unjuk rasa tersebut.
.
Iqbal yang masuk ke halaman karena khawatir melihat temannya di dalam. Namun, ternyata dia justru terjebak pada situasi lempar batu dari peserta aksi hingga ia berinisiatif mendekati ĵ untuk minta tolong.
.
“Pak, tolong saya dong! Saya mau keluar, saya takut kena lemparan batu,” pintanya kepada aparat yang ada.
.
Alih-alih ditolong, ia hanya disuruh diam di tempatnya dan tidak lama rambutnya ditarik seorang oknum aparat lainnya sambil menyuruhnya jongkok serta melepas celana. Tak cukup di situ, aparat tersebut menendang kepalanya dengan sepatu. Darah pun terlihat keluar dari hidung Iqbal.
.
“Jangan pakai kekerasan dong!” ronta Iqbal dengan wajah nyengir dan matanya berkedip-kedip menahan rasa sakit.
.
Tanpa memedulikan permintaan Iqbal, aparat justru memintanya berjalan jongkok menuju ruangan di dalam gedung DPR dengan melakukan beberapa kali pemukulan.
.
Iqbal merasa sedikit trauma dengan kejadian tersebut, kendati demikian ia akan terus berjuang mengawal keputusan DPR.
.
Tanggapan Masyarakat
Media massa dan elektronik melaporkan aksi demonstrasi "Peringatan Darurat" secara langsung maupun ulang. Maka wajar hal ini menjadi bahan pembicaraan masyarakat, baik dari kalangan tokoh maupun rakyat biasa. Beberapa kanal YouTube juga membahas hal ini. Sebut saja MMH (Muslimah Media Hub) di rubrik The Topics, narator menyebutkan penyebab demo adalah pemerintah dan DPR dianggap melakukan akrobat politik yang hanya dalam waktu sehari setelah putusan MK, mereka menganulir putusan tersebut melalui revisi Undang-undang Pilkada.
.
Akrobat politik inilah menurut narator tersebut yang memicu aksi masyarakat mengadakan demonstrasi dan itu menunjukkan masyarakat masih hidup, sadar keburukan yang terjadi serta mau mengambil sikap. Namun, menurutnya lebih baik lagi jika masyarakat menyadari bahwa realitas buruk ini sejatinya bukan hanya berbicara mengenai akrobat politik DPR dan pemerintah, lebih dari itu sebenarnya memang satu keniscayaan dalam sistem kapitalisme.
Tidak jauh beda dengan narator di kanal MMH tentang akrobat politik, Bu Yuli, seorang ibu rumah tangga yang menyaksikan berita di televisi juga berkomentar dan diungkapkan kepada anaknya, Ratih yang sedang duduk di sebelahnya.
“Dasar! Cari masalah saja, maunya Indonesia dikuasai sendiri dengan menjadikan anak-anaknya, keluarganya bisa menjabat dan berkuasa dengan berbagai cara! Kapok didemo, berkhianat sih!” ucapnya dengan nada tinggi penuh kejengkelan dengan ulah pemerintah.[]
Oleh: Raras, Reporter Tinta Media
29 Agustus 2024