Mitigasi Tidak Pas, Banjir Tidak Tuntas - Tinta Media

Kamis, 31 Oktober 2024

Mitigasi Tidak Pas, Banjir Tidak Tuntas

Tinta Media - Beberapa ruas jalan di Kota Medan kembali tergenang banjir setelah hujan deras mengguyur kawasan tersebut sejak pukul 13.00 WIB. Lokasi yang terendam termasuk beberapa jalan, seperti Jalan Setia Budi, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Zainul Arifin, Jalan Gatot Subroto, dan beberapa jalan yang lain. Pengendara di Jalan Gatot Subroto harus mencari jalan lain atau menuntun kendaraan mereka di tepi trotoar karena ketinggian air mencapai 15-20 cm.

Kondisi tersebut bukanlah hal baru karena banjir sering kali melanda kawasan tersebut. Upaya mitigasi dari pemerintah masih terkesan setengah-setengah. Jika tidak ada tindakan yang tepat, maka masyarakat akan mengalami penderitaan terus-menerus.

Mitigasi yang Tepat

Mitigasi banjir adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko yang muncul akibat bencana ini. Proses mitigasi meliputi tindakan yang dilakukan sebelum, selama, dan setelah terjadinya banjir. Ini mencakup pembangunan fisik yang dapat mengurangi dampak banjir serta peningkatan kapasitas masyarakat untuk menghadapi bencana.

Salah satu penyebab banjir di Medan adalah curah hujan yang tinggi. Namun, dampak mitigasi yang tepat dapat mengurangi korban jiwa, kerugian materiil, dan kerusakan infrastruktur. Sayangnya, mitigasi bencana di Indonesia masih tergolong lemah.

Upaya mitigasi sebelum terjadinya bencana harus dimulai dengan kebijakan pembangunan yang bijak. Misalnya, melarang pembangunan permukiman di daerah rawan banjir serta melakukan revitalisasi sungai dengan mengeruk sedimen untuk meningkatkan kapasitas tampung sungai.

Akibat dari kegagalan pemerintah dalam melaksanakan mitigasi yang memadai, masyarakat sering kali harus menanggung beban berat. Mereka kehilangan harta benda, menghadapi kerusakan rumah, dan bahkan kehilangan nyawa. Banyak orang harus mengeluarkan biaya besar untuk memperbaiki kerusakan setelah banjir. Hal ini menambah penderitaan di tengah kesulitan yang sudah ada.

Jika langkah-langkah mitigasi tidak diimplementasikan secara serius, maka tragedi yang sama akan terus berulang, dan masyarakat akan tetap menjadi korban. Karena itu, ada banyak hal penting yang harus dilakukan untuk meningkatkan komitmen dan tindakan nyata agar banjir tidak lagi menjadi momok yang menghantui kehidupan sehari-hari di Medan.

Sering kali, korban banjir harus tinggal di pengungsian untuk waktu yang cukup lama, sampai menunggu air surut. Selama di tempat pengungsian, mereka hidup dengan kondisi yang sangat sederhana—makan, tidur, dan beraktivitas dengan serba terbatas. Dalam situasi ini, banyak dari mereka tidak dapat bekerja dan kehilangan sumber penghasilan.

Dari segi kesehatan, kondisi di pengungsian cukup memprihatinkan. Pengungsi sering mengalami masalah kesehatan, seperti penyakit kulit dan diare akibat terpapar air banjir yang kotor.

Sayangnya, kebutuhan pangan para pengungsi tidak sepenuhnya diberikan oleh pemerintah. Banyak bantuan yang datang justru bersumber dari masyarakat, melalui upaya sukarela. Banyak relawan yang bersedia berkorban demi membantu korban banjir, sementara bantuan yang disediakan pemerintah tidak optimal.

Kondisi ini mencerminkan kurangnya perhatian dan pengelolaan yang memadai dari negara. Akibatnya, masyarakat sering kali harus mencari solusi sendiri untuk masalah yang dihadapi, sementara pemerintah terkesan absen dalam menjalankan tanggung jawabnya.

Islam Sebagai Solusi Lingkungan

Islam menawarkan solusi untuk seluruh permasalahan manusia, termasuk masalah lingkungan. Allah Swt. mengharuskan umat-Nya untuk merujuk pada syariat-Nya dalam setiap pengambilan keputusan. Dalam Al-Qur'an terdapat pedoman tentang keseimbangan ekologi yang harus diperhatikan oleh setiap muslim agar kelestarian dan keutuhan ekosistem terjaga.

Allah Swt. berfirman, 

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi sesudah Allah memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al-A’raf: 56)

Kemudian dalam hadis, ketika Rasulullah bepergian dengan Sa’ad bin Abi Waqash, beliau bersabda, 

“Janganlah menggunakan air berlebihan.” Sa’ad bertanya, “Apakah menggunakan air juga terhitung berlebihan?” Rasulullah menjawab, “Ya, sekalipun engkau menggunakannya di sungai yang mengalir.” (HR Ibnu Majah)

Oleh karena itu, Islam memberikan aturan rinci tentang cara menjaga kelestarian lingkungan. Namun, penerapan aturan-aturan ini akan lebih efektif jika dilaksanakan dalam sistem Khilafah. 

Berikut adalah kebijakan Khilafah untuk kelestarian lingkungan:

Pertama, mengembalikan kepemilikan sumber daya alam (SDA). SDA yang termasuk milik umum. Karena itu, harus dikelola oleh negara secara mandiri demi kemaslahatan bersama. Hutan, air, sungai, dan danau adalah milik rakyat. 

Nabi saw. bersabda, 

“Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Kedua, memulihkan fungsi ekologis dan hidrologis. Negara akan memastikan bahwa fungsi hutan, sungai, dan danau sebagai pengatur iklim global tidak akan diganggu fungsinya. SDA ini harus digunakan secara berkelanjutan.

Ketiga, rancangan tata ruang wilayah (RTRW). Kebijakan ini akan mempertimbangkan kelestarian lingkungan, termasuk ketersediaan kawasan hijau sebagai daerah resapan air dan paru-paru kota.

Keempat, memperketat izin pembangunan dan alih fungsi L
Lahan. Walaupun alih fungsi lahan terkadang diperlukan, maka pengawasan harus dilakukan pula agar tidak merusak lingkungan.

Kelima, pengawasan terhadap industri swasta. Negara akan mengawasi izin dan operasional industri untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan.

Keenam, mendorong penelitian dan teknologi ramah lingkungan. Negara akan mendukung penelitian dan pengembangan infrastruktur yang ramah lingkungan dengan dana dan memberdayakan para ahli di bidangnya.

Ketujuh, sanksi terhadap perusak lingkungan. Khilafah akan memberikan hukuman tegas kepada pelaku perusakan lingkungan. Dalam Islam, kejahatan ini termasuk dalam kategori jarimah takzir, di mana hukumannya bisa berupa denda, penjara, atau sanksi lainnya sesuai dengan dampak kerusakan yang ditimbulkan.
Wallahu'alam bisshawab.


Oleh: Okni Sari Siregar, S.Pd
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :