Mewariskan Ekosistem Rusak di Akhir Masa Jabatan - Tinta Media

Jumat, 18 Oktober 2024

Mewariskan Ekosistem Rusak di Akhir Masa Jabatan

Tinta Media - Pada tahun 2002 ekspor pasir laut tidak diizinkan, bahkan dilarang. Jika melanggar akan dipidana dan didenda. Karena kerusakan ekosistem di pesisir menjadi sebab larangan ekspor pasir laut. Dilanjut dikeluarkannya Keppres No. 33 tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pasir Laut menjadi penguat larangan. Lalu pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan sementara kegiatan penambangan pasir laut melalui keputusan bersama tiga kementerian, hal ini dilakukan pada masa jabatan Presiden Megawati. Dilanjut pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, peraturan larangan Ekspor Pasir masih dilakukan.

Setelah 20 tahun larangan ekspor pasir laut, keran besar ekspor pasir laut dibuka kembali. Padahal berbagai dampak telah diutarakan jika penambangan pasir laut dilakukan. Pada Mei 2023 lalu, pemerintahan periode Presiden Joko Widodo di akhir masa jabatan mengeluarkan PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Disusul terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Pelaksanaan peraturan nomor 26 Tahun 2023 dan turunannya melemahkan aturan tentang kebijakan-kebijakan di era Presiden sebelumnya tentang larangan ekspor pasir laut. Kemudian pada 29 Agustus 2024 dikeluarkan oleh permendag tentang kebijakan dan pengaturan ekspor menjadi lengkap dan menjadi penguat kegiatan penambangan pasir dimulai kembali.

Tentu masyarakat patut curiga, hal apa yang mendasari pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut, setelah 20 tahun dilarang menambang dan menjual pasir laut ke luar negeri. Kini dikeluarkan peraturan yang membolehkan bahkan membuka keran besar untuk mengekspor pasir laut. Negara lain gencar membuat pulau baru, kita lihat Singapura, China telah melakukannya. Indonesia malah kehilangan pulau. Kita ketahui banyak pesisir pulau di Indonesia terancam hilang seperti pesisir Aceh, sepanjang pesisir timur Sumatera Utara, pesisir pulau-pulau yang ada di Riau, Palembang, Bangka Belitung, pesisir Jawa Barat dan masih banyak lagi. Sebagai contoh di kawasan Jakarta Utara, posisi air laut sudah lebih tinggi dari pada daratan, dan hanya dipisahkan dengan tanggul yang kita ketahui hari ini sudah muncul banyak kebocoran.

Kegiatan ekspor pasir laut tentu bukan barang yang sedikit. Maka dari itu dibutuhkan alat khusus atau alat tertentu untuk mengambil pasir laut yang dapat ditemukan di sekitar pesisir laut ataupun di tengah laut. Kegiatan penambangan pasir laut adalah aktivitas pengerukan atau pengambilan pasir di sekitar pesisir maupun tengah laut menggunakan alat-alat tertentu. Hal tersebut semakin meningkatkan dampak abrasi dan erosi, meningkatkan pencemaran dan membuay ekosistem rusak, kemudian dapat menimbulkan konflik antara masyarakat pro lingkungan dan masyarakat penambang pasir.

Pemerintah atau rezim hari ini tidak pernah berpihak kepada rakyatnya. Sangat jauh dari kata menyejahterakan masyarakatnya. Dalam hal ini pemerintah membuka ruang baru bagi para pengusaha pengekspor pasir laut ke luar negeri. Hal ini menandakan pemerintah tidak peduli terhadap kerusakan ekosistem jika penambangan tetap dilakukan dan ekspor masif dilakukan. Berkaca terhadap aturan Islam, sistem Islam tidak pernah memberikan hak kepada individu terhadap pengelolaan sumber daya alam yaitu air, padang rumput dan api. Berserikatnya manusia dalam tiga hal di atas bukan karena zatnya, tetapi karena sifatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh banyak orang dan jika tidak ada maka mereka akan berselisih atau terjadi masalah. Barang yang termasuk kepemilikan umum dikelola oleh negara untuk kepentingan umum. Maka jelas tidak akan pernah dilakukan ekspor pasir laut jika aturan yang digunakan adalah aturan Islam, karena jelas akan berdampak buruk bagi lingkungan dan zalim terhadap tatanan kehidupan. Sistem yang kita gunakan hari ini tidak akan bisa mengelola dengan layak karena tujuan dari sistem bukan peruntukkan masyarakat tetapi untuk keuntungan segelintir elite pemangku kebijakan, segelintir pengusaha pemegang kekuasaan yang rakus akan harta. Maka kembalikan aturan kepada syari’at atau sistem Islam yang dapat mengatur seluruh permasalahan dalam kehidupan, yang bersumber dari Allah sang pemilik kehidupan.

Oleh: Vivi Ummu Ayshila, Sahabat Tinta Media

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :