Tinta Media - Kasus korupsi yang semakin menjamur menjadi musuh bersama. Sebab, dampaknya sangat merusak tata kelola pemerintahan, terutama menghambat pembangunan dan kerugian pada negara dan masyarakat. Kondisi ini mendorong Pemerintah Kabupaten Bandung untuk mengadakan program sosialisasi antikorupsi. Maka dari itu, Sekda kabupaten Bandung Cakra Amiyana mengadakan acara sosialisasi budaya kerja antikorupsi dengan diikuti oleh para ASN yang diselenggarakan di hotel Grand Sunshine Soreang, Kabupaten Bandung, Rabu 25/9/2024.
Program menjadi komitmen bersama demi meningkatkan kualitas para ASN. Program ini sekaligus juga menjadi upaya untuk mendukung misi ke-4 pemerintah daerah Kabupaten Bandung, yakni mengoptimalkan tata kelola pemerintahan melalui birokrasi yang profesional dan tata kehidupan masyarakat yang berdasarkan nilai-nilai keagamaan.
Dalam acara tersebut, Cakra menegaskan bahwa sudah seharusnya seorang ASN memiliki nilai-nilai integritas. Artinya, mereka harus bertindak secara konsisten. Antara tingkah laku dan perkataan harus sesuai dengan nilai-nilai yang dianut sehingga menumbuhkan budaya sikap antikorupsi, karena sejatinya ASN adalah pengemban amanah yang harus menjadi garda terdepan dalam dalam menjalankan integritas tersebut.
Cakra menekankan tiga hal penting yang harus dijalankan oleh para ASN, di antaranya:
Komitmen terhadap integritas setiap aparatur pemerintah, pencegahan melalui sistem yang kuat dengan sistem pengawasan dan akuntabilitas di semua sektor, serta penanaman budaya kerja antikorupsi sejak dini dengan sikap jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil dan kerja keras. Inilah yang menjadi sembilan nilai antikorupsi. Cakra berharap, kegiatan tersebut menjadi ilmu yang bermanfaat bagi semuanya sehingga Kabupaten Bandung mampu mewujudkan program BEDAS (bangkit, edukatif, dinamis, agamis dan sejahtera).
Tidak ada yang keliru dengan upaya pemerintah dalam menekan budaya korupsi saat ini. Akan tetapi, tuntutan ASN
sebagai garda terdepan dalam menumbuhkan budaya dan sikap antikorupsi dinilai tabu. Sebagaimana kita ketahui bahwa para pelaku korupsi didominasi oleh para pekerja pemerintahan dan terjadi di hampir semua lembaga atau instansi pemerintahan.
Maka, upaya tersebut jelas kontradiktif dengan
realitas yang ada. Walaupun tidak menafikan bahwa praktik korupsi juga terjadi di luar pemerintahan.
Bukan sekali dua kali upaya yang sudah dilakukan untuk memberantas korupsi, tetapi budaya korupsi tidak akan pernah bisa dihilangkan jika sistem yang diterapkan tidak mampu memberikan kesejahteraan dan membentuk kesalihan individu, masyarakat, dan pemerintahan.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa korupsi semakin meningkat baik dari jumlah pelaku ataupun nilai materi yang fantastis yang diembat oleh para pejabat pemerintahan yang melibatkan anggota DPR dan DPRD, serta juga kalangan swasta dan pejabat eselon. Bahkan, para kepala daerah banyak yang terlibat korupsi dari walikota/bupati ataupun kepala desa dan aparatnya. Tak mau ketinggalan, para aparat penegak hukum pun terjerat kasus korupsi. Yang lebih memprihatinkan, korupsi bahkan melibatkan pimpinan KPK dan para pegawai KPK.
Fakta ini menunjukan bahwa tata kelola pemerintahan sangat begitu buruk. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi di antaranya:
Pertama, faktor individu yang memiliki sifat lemah sehingga tidak tahan godaan uang suap.
Kedua, faktor lingkungan/masyarakat, seperti adanya budaya suap atau gratifikasi.
Ketiga, faktor penegakan hukum yang lemah, misalnya adanya sikap tebang pilih terhadap pelaku korupsi, serta sanksi bagi koruptor yang tidak menimbulkan efek jera.
Semua faktor tersebut berpangkal dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme. Dalam kehidupannya, masyarakat senantiasa berkiblat pada Barat seperti nilai-nilai kebebasan dan hedonisme. Korupsi merupakan salah satu kerusakan akibat paham kebebasan dan hedonisme ini.
Berbeda jika yang diterapkan adalah sistem Islam. Kepemimpinan dan kekuasaan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Oleh karena itu, setiap permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat akan dituntaskan sesuai dengan hukum Islam. Selain itu, solusi yang diberikan tidak hanya muncul ketika ada masalah, tetapi sistem Islam mampu mencegah manusia sedari dini dari perbuatan-perbuatan yang jelas dilarang oleh agama. Seperti hal nya korupsi, Islam akan memberikan solusi sistemis dan ideologis terkait pemberantasannya.
Adapun langkah untuk memberantas ataupun mencegah korupsi dilakukan dengan cara:
Pertama, penerapan ideologi Islam yang meniscayakan penerapan syariat Islam secara sempurna dalam segala aspek kehidupan yang bersandar pada Al-Qur'an dan as-Sunah.
Kedua, ada syarat bagi mereka yang mencalonkan diri menjadi pemimpin ataupun pejabat pemerintahan, yakni takwa dan zuhud. Ketamwaan seorang pemimpin menjadi kontrol awal agar tidak berbuat maksiat ataupun melakukan perbuatan tercela. Ketaqwaan akan menjadikan seorang pejabat dalam melaksanakan tugasnya selalu merasa diawasi oleh Allah Swt.
Ketika takwa dibalut dengan rasa zuhud, yakni memandang rendah dunia dan qanaah dengan pemberian, maka para penguasa dan pejabat akan senantiasa menjadikan rida Allah sebagai tujuan hidupnya.
Ketiga, pengurusan setiap permasalahan umat harus sesuai dengan tuntunan syariat Islam.
Keempat, penetapan sanksi tegas yang berefek jera dan mencegah kasus serupa muncul berulang. Hukuman tegas tersebut bisa dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, penyitaan harta, pengasingan, cambuk, hingga hukuman mati.
Maka dari itu, sudah seharusnya kita menjadikan Islam sebagai ideologi dalam kehidupan ini. Cukup sudah kesengsaraan yang kita rasakan saat ini. Waktunya kita hidup sejahtera di bawah naungan Islam. Wallahu'alam bisshawab.
Oleh: Tiktik Maysaroh
(Aktivis Muslimah Bandung)