Kebiadaban Itu Terorganisir dengan Baik! - Tinta Media

Selasa, 08 Oktober 2024

Kebiadaban Itu Terorganisir dengan Baik!

Tinta Media -"Kebenaran yang tidak terorganisir dengan baik, akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir dengan baik. Pepatah dari Khalifah Ali bin Abi Thalib itu menemukan kebenarannya pada realitas bagaimana Zionis Yahudi bisa mendirikan negara. Biadab! Tetapi terorganisir dengan baik sehingga negara Yahudi berdiri.

Adalah Theodor Herzl (1860-1904) seorang Yahudi Hongaria berkeinginan membangun negara sendiri yang dianggap menjadi solusi bagi masa depan Yahudi agar memiliki pemerintahan sendiri. Dengan pemerintahan sendiri itu antisemitisme yang sudah bertahun-tahun dirasakan Yahudi bisa dihindari.

Gagasan itu tertuang dalam bukunya yang berjudul _Der Judenstaat_ (Negara Yahudi). Pada awalnya banyak orang Yahudi yang menganggap gagasan Herzl utopia. Mereka juga tidak mendukung gerakan Zionisme yang saat itu sudah diusahakan Herzl dan teman-temannya.

"If you will it, it is not dream, but if you do not will it, a dream it is, and a dream it will stay (Jika Anda mau [mendirikan negara Yahudi], ini bukanlah mimpi, tapi jika Anda tidak mau, ya ini hanyalah mimpi, dan mimpi tinggallah mimpi),” tulis Herzl saat banyak orang menganggap idenya utopia.

Faktanya, hanya setengah abad setelah buku itu ditulis, David Ben-Gurion anak ideologis Herzl berhasil mendeklarasikan negara Yahudi tepatnya pada 14 Mei 1948.

 

Berdirinya negara Yahudi dalam waktu relatif singkat tidak lepas dari cara licik  yang digunakan hingga negara itu berdiri.

Perang Dunia Pertama menjadi gerbang bagi Zionis Yahudi membayangkan cita-cita mendirikan negara akan terwujud ketika Inggris yang saat itu menjadi negara adidaya membantu mengakomodir proses migrasi besar-besaran Yahudi Eropa ke wilayah Palestina, satu tempat yang dicatat Herzl bahwa kelak akan menjadi negara Yahudi yang mengalami masa keemasan.

Hasil Perang Dunia Pertama memungkinkan Yahudi bergerak maju  dalam proyek pembangunan negara di bawah perlindungan negara-negara Eropa. Perlindungan itu tampak dalam deklarasi Balfour saat Menteri Luar Negeri Inggris Lord Balfour mengeluarkan surat yang ditujukan kepada, pemimpin Gerakan Zionis Lord Rothchild.

“Pemerintah Yang Mulia mendukung pendirian rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina, dan akan melakukan upaya terbaiknya untuk memfasilitasi pencapaian tujuan ini….,” demikian bunyi penggalan surat itu.

Maka saat Palestina di bawah mandat Inggris (1922), Inggris terus memberi kesempatan kepada Yahudi di luar Palestina untuk melakukan migrasi ke wilayah Palestina. Dengan migrasi besar-besaran ini, pada 1946 populasi Yahudi di Palestina telah mencapai 31% dari keseluruhan jumlah penduduk.

Secara internal, Yahudi juga melakukan segala upaya, merapikan segala usaha dengan menyiapkan perekonomian, para militer, dan rencana yang tertata rapi agar cita-cita mendirikan negara terwujud.

Diantara  usaha itu adalah melibatkan Organisasi Zionis Dunia. Organisasi ini  banyak membantu pendanaan migrasi ke Palestina, juga membantu mendirikan Jewish Agency yang bertindak sebagai bentuk pemerintahan bagi orang Yahudi di Palestina.

_Jewish Agency_ membantu membangun bank, sistem pelayanan kesehatan, sekolah, dan lembaga lain yang membantu menampung populasi Yahudi yang terus bertambah di wilayah tersebut.

Organisasi lain seperti _Histadrut_ (Federasi Buruh Yahudi) juga berusaha mengembangkan berbagai bisnis Yahudi, mendorong pertumbuhan _kibbutzim_ yaitu pertanian yang dimiliki dan dioperasikan secara kolektif yang menjadi basis pertanian Yahudi.

_Histadrut_ juga mengembangkan kekuatan pertahanan Yahudi yang disebut _Haganah_ (cikal bakal IDF sekarang). Haganah berkembang menjadi kekuatan paramiliter bersenjata yang terlatih dengan baik. Ada juga kekuatan militer lain yang disebut _Irgun Zvai Leumi_ atau disingkat _Irgun_.

Ethnic Cleansing

Selain dukungan internasional, persiapan materi, Yahudi juga menyusun skenario jahat dalam upaya mendirikan negara yaitu skenario pembersihan etnis (_ethnic cleansing_). Pembersihan etnis dilakukan dengan cara menguasai suatu wilayah, membunuh, atau mengusir penduduknya serta mengambil seluruh harta kekayaannya.

Skenario ini tercantum dalam Rencana Dalet (D). Rencana  Dalet (bahasa Ibrani) adalah rencana yang telah disempurnakan dari rencana-rencana sebelumnya yaitu rencana Aleph (A), Beth (B) dan Gimmel (C).

Rencana A, adalah rencana awal untuk menduduki Palestina yang dirumuskan oleh komandan Haganah yang bertugas di Tel Aviv 1937. Rencana A dilakukan, kemudian disempurnakan dengan rencana B pada September 1945, dan pada 1946 disempurnakan lagi dengan rencana C.

Rencana C intinya mengatur strategi penyerangan, cara menyerang, target menyerang, lokasi yang harus diduduki, siapa saja yang harus ditangkap dan dijadikan tawanan, serta strategi _Haganah_   meneror masyarakat Palestina agar mereka takut dengan pasukan _Haganah_ dan _Irgun_.

Ilan Pappe dalam bukunya _The Ethnic Cleansing of Palestine_ (2007) menyebut pembantaian adalah bagian dari strategi pembersihan etnis secara sistematis yang diadopsi oleh para politikus dan komandan Yahudi untuk mengusir penduduk Arab Palestina dari wilayah yang mereka impikan untuk menjadi negara Yahudi.

Siang itu,  (9-4-1948) 120 milisi dari _Irgun_ menyerbu Deir Yassin (salah satu desa di Palestina). Penduduk desa yang terkejut dan ketakutan mencoba melarikan diri, namun milisi Yahudi menghalangi dan menembaki.

“Seorang pria [menembak] peluru ke leher saudara perempuan saya, Salhiyeh, yang sedang hamil sembilan bulan,” kenang Haleem Eid, salah satu warga desa yang selamat dari peristiwa itu.

“Penduduk desa yang tersisa kemudian dikumpulkan di satu tempat dan dibunuh dengan darah dingin. Tubuh mereka dianiaya sementara sejumlah perempuan diperkosa kemudian dibunuh,” tulis Pappe.

Deir Yassin hancur berantakan. Rumah-rumah, masjid, sekolah, dibakar. Penduduk desa yang selamat hanya bisa menyaksikan kehancuran.

Pembantaian Deir Yassin dipimpin oleh Menachem Begin yang kelak menjadi Perdana Menteri Yahudi (1977-1983).

“….Tanpa Der Yassin tidak akan ada Israel,” tutur Begin tanpa rasa bersalah setelah melakukan pembantaian

Demikianlah, sekitar 400 kota dan desa di Palestina mengalami nasib yang tidak jauh berbeda dengan Deir Yassin.

Deklarasi

Yahudi memang selalu memanfaatkan peluang apapun untuk meraih impiannya. Saat PBB mengeluarkan resolusi 181 dan Inggris merencanakan mundur dari Mandat Palestina, Yahudi mengambil peluang emas  (1947) itu.

Sehari sebelum mundurnya Inggris dari wilayah Palestina, di Tel Aviv David Ben-Gurion mengundang Badan Persiapan Kemerdekaan untuk menandatangani kemerdekaan Zionis Yahudi yang akan dibacakan jam 4 sore waktu setempat.

Zionis mampu memperhitungkan momen yang tepat dengan mencuri star mendeklarasikan kemerdekaan pada 14 Mei 1948 tepat sehari sebelum PBB mengumumkan mundurnya Inggris per 15 Mei 1948, sehingga saat Palestina kosong negara Zionis sudah berdiri.

Beberapa menit setelah Ben-Gurion mendeklarasikan kemerdekaan, Presiden Amerika Serikat  Harry S. Truman secara defacto langsung mengakui berdirinya negara Yahudi, sehingga Yahudi menjadi negara berdaulat.

Yahudi terus mengamankan wilayahnya dengan mengaktualisasikan rencana D. Tujuannya lebih spesifik yaitu mengontrol daerah-daerah yang diberikan PBB untuk Yahudi dan daerah-daerah di luar batas Resolusi 181 yang sudah menjadi pemukiman Yahudi serta menyiapkan pasukan untuk mengantisipasi invasi tentara Arab.

Ya.. melalui Resolusi 181 PBB memang telah membagi wilayah Palestina menjadi tiga wilayah. Zionis  Yahudi 56%, Palestina 44% , dan Yerusalem menjadi wilayah internasional. Resolusi ini disetujui oleh 33 negara anggota.

Akhirnya Yahudi menguasai 78% wilayah Palestina yang dirampok dari ratusan kota dan desa, serta mengakibatnya sedikitnya 750.000 penduduk Palestina telah diusir, sekitar 150.000 tetap berada di wilayah Yahudi dan kemudian menjadi warga negara kelas rendah sampai hari ini.

Dengan demikian lebih dari 78% penduduk Palestina kehilangan wilayah dan menjadi wilayah Yahudi. Tanah, bangunan, bisnis, perkebunan, dan rekening bank, yang ditinggalkan oleh para pengungsi tidak bisa diambil lagi tetapi diambil alih Yahudi tanpa kompensasi.

Pembersihan etnis itu terus berlangsung hingga kini. Sejak 7 Oktober 2023  lalu Yahudi kembali melakukan genosida. Hingga September 2024 ini, korban tewas sudah mencapai 41.495 jiwa yang sebagian besar mereka adalah perempuan dan anak-anak. Puluhan  ribu terluka, dan 72% dari seluruh bangunan sekolah, rumah sakit, perdagangan, tempat tinggal, warga Palestina dihancurkan.

Tidak sampai di situ, Yahudi  sangat menyadari bahwa negaranya tegak di atas politik imperialisme yang jahat. Karenanya politik paling utama Zionis Yahudi adalah mengamankan negaranya dari serangan luar, dan bisa menyerang musuhnya di mana pun berada.

Tidak heran, riset militer menjadi prioritas utama. Diantara kecanggihan hasil riset teknologinya adalah robot _artificial intelligence_ yang digunakan untuk menyerang ilmuwan nuklir utama di Iran 2020 lalu hingga tewas.

Terbaru,  pertengahan September 2024 lalu Yahudi telah menyabotase ribuan alat komunikasi nirkabel milik Hizbullah sehingga  ratusan pager dan walkie-talkie meledak, menewaskan 37 orang dan ratusan orang terluka.

Jika  Yahudi sanggup mengerahkan seluruh daya upaya yang dimiliki untuk  mengejar cita-cita batil kemudian berhasil, lalu belum tiba saatnya kah umat Islam bersatu mewujudkan cita-cita agung di bawah bimbingan wahyu untuk menegakkan negara khilafah sebagai junnah agar umat terbebas dari penjajah?

Rancaekek, 01102024/IA


Sumber tulisan:

1. Septian AW. Mengerti Palestina, ILKI

2. Short Course Sejarah Nakba sesi 2, September 2024

3. Dan sumber-sumber lain.


Oleh: Irianti Aminatun, Sahabat Feature News

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :