Gen Z Butuh Politik Islam Bukan Demokrasi - Tinta Media

Minggu, 06 Oktober 2024

Gen Z Butuh Politik Islam Bukan Demokrasi


Tinta Media - Berbicara mengenai pemuda, pasti yang akan muncul dalam benak kita adalah jiwanya yang kuat serta semangatnya yang membara. Karena emosinya yang masih labil sehingga membuat mereka gampang terpantik ketika dihadapkan oleh sesuatu atau masalah yang ada. Meski di sisi lain, mereka sering kali dianggap apatis tetapi, pada faktanya mereka itu cepat dan tanggap terhadap apa yang mereka dapatkan terlebih mengenai hal politik. Terkhusus generasi Gen Z atau yang biasa disebut dengan Gen Z. Mereka tumbuh di area digital yang serba cepat, penuh dengan segala informasi dan teknologi yang berkembang pesat. Tentunya mereka akan mendapat banyak informasi dari segala hal yang mereka tonton. Sehingga dari tontonan itu akan mempengaruhi mereka. Oleh karena itu perlu ditekankan bagaimana mereka dalam menerima informasi yang benar dan yang mana hanya propaganda atau manipulasi politik saja.

Dikutip dari bangka.tribunnews.com (18/09/2024), Pakar Politik Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu politik (FISIP) Universitas Andalas Profesor Asrinaldi menyoroti partisipasi dari Gen Z dalam menjaga iklim demokrasi di Indonesia. Hal itu diampaikan profesor Asrinaldi menjadi salah satu pemateri dalam kegiatan Konferensi Nasional bertema Indonesian’s Fature Democracy: Opportunities and Challenges yang digelar Asosiasi Program Studi Ilmu Politik (APSIPOL) pada Rabu (18/09/2024). Menurut Profesor Asrinaldi, adanya syarat partisipasi dalam sebuah sistem demokrasi membuat para generasi muda atau Gen Z seharusnya memperoleh bekal pengetahuan politik yang cukup mumpuni. “Bagaimanapun demokrasi ini tentu mensyaratkan adanya partisipasi, tadi juga sudah disinggung bahwa partisipasi kalau merujuk data pemilu partisipasi yang paling banyak jumlahnya 56 persen koma sekian,’’ ujarnya. Profesor Asrinaldi berpendapat, ketika para Gen Z tidak mendapat bekal soal pengetahuan politik yang mumpuni, akan sulit mengharapkan adanya perbaikan dalam sistem demokrasi. “kalo itu yang kita harapkan, partisipasi mereka (Gen Z) tanpa ada bekal politik yang sesuai apa yang kita harapkan, tentu demokrasi kita ini tidak akan bergerak lebih baik,’’ sebutnya. “Mau tidak mau, di konteks ilmu politik yang akan kita bahas setelah apa yang bisa kita lakukan bukan hanya dalam konteks mata kuliah tapi pengabdian yang menyentuh Gen Z, kalo tidak kita khawatir partisipasi mereka untuk memperkuat demokrasi itu tidak muncul, kecuali partisipasi yang dimobilisasi,’’ tambahnya.

Dari pernyataan Profesor Asrinaldi tersebut, terlihat jelas bahwa ia menyoroti adanya fenomena kemunduran demokrasi. Oleh karena itu, muncul harapan agar kaum muda khususnya mahasiswa bisa menjadi agen perubahan demokrasi yaitu dengan adanya perubahan rekrutmen, kaderisasi, dan distribusi kader. Pandangan ini jelas salah, karena realitasnya politik demokrasi itu sendiri tidak bisa membawa pada perubahan kehidupan masyarakat. Justru dengan begitu, akan membuat para pemuda menjadi tumpul, selama mereka masih melakukan sesuatu yang tidak akan membuahkan hasil bahkan tidak akan membawa pada perubahan yang hakiki. Hal itu sangat disayangkan, padahal di sisi lain mereka punya potensi yang besar untuk membawa pada perubahan.

Para pemuda sendiri mereka menyadari terjadinya berbagai kerusakan yang terjadi dalam politik demokrasi. Meskipun begitu, hal tersebut sejatinya bukanlah kemunduran demokrasi. Melainkan demokrasi itu merupakan sistem yang merusak. Sehingga para pemuda memang layak untuk meninggalkan politik demokrasi tersebut. Namun dengan demikian, para pemuda saat ini tidak memahami kesalahan demokrasi secara konseptual. Mereka masih saja percaya dengan demokrasi yang ada.

Maka dari itu, para pemuda harusnya tahu mengenai hakikat demokrasi sendiri. Mereka butuh partai politik untuk membimbing mereka memahami politik yang benar. Bukan seperti saat ini yang demokrasi justru malah merusak. Tak hanya itu, adanya partai politik itu agar para pemuda bisa melakukan perubahan politik. Hal itu dilakukan dengan memahami politik Islam dan perubahan politik menuju sistem Islam.

Sudah seharusnya, bagi para pemuda untuk bergabung dengan parpol yang shohih yakni, Islam. Agar bisa memperbaiki kehidupan masyarakat dan negara. Karena hanya dengan Islam, yang bisa mewujudkan tata dunia baru yang berbeda dengan politik demokrasi yang jelas telah gagal sejak lama. Para pemuda harus memahami kriteria parpol yang shohih yakni, memiliki ideologi shohih (Islam) sekaligus menjadi ikatan yang menghimpun para anggotanya, memiliki konseptual yang dipilih untuk menjalankan perubahan dengan mengadopsi fikrah politik tertentu, memilih metode langkah perubahan yang relevan dengan problem sistem, memilih para anggota yang memiliki kesadaran yang benar.

Menanggapi hal tersebut, penting dalam membangun narasi pada pemuda, untuk menghentikan kepercayaan mereka pada partai-partai sekuler. Sehingga mereka menyadari bahwa politik demokrasi yang dijalankan saat ini salah dan memahami bahwa satu-satunya yang mampu untuk menjalankan politik yang sesungguhnya hanyalah Islam.

Dalam Islam, tanggung jawab untuk melakukan pendidikan politik seperti ini merupakan tanggung jawab negara. Negara harus memberikan pendidikan politik sesuai dengan yang Islam ajarkan dan syariat tetapkan. Dengan demikian, akan melahirkan generasi yang tidak hanya sekedar paham akan tsaqofah Islam saja tapi juga paham dan mampu menjalankan politik Islam sesuai dengan tuntutan syariat Islam, karena berpolitik dalam Islam adalah suatu kebutuhan dan kewajiban bagi umat Islam termasuk bagi para pemuda. Hal tersebut tidak akan terwujud kecuali dalam naungan khilafah islamiyyah.

Oleh: Najma Fatiha Fauziyah, Sahabat Tinta Media 

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :