Tinta Media - Upaya penurunan angka prevalansi stunting untuk mewujudkan generasi emas Indonesia dilakukan CARE Indonesia dengan pendanaan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), melalui program percepatan penurunan stunting di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Peluncuran program percepatan penurunan stunting ini disampaikan oleh Purbaya Yudhi Sadewa selaku Ketua Dewan Komisioner LPS. Ini merupakan inisiasi yang menjadi bagian dari bantuan sosial LPS Peduli Bakti Bagi Negeri. Program ini menyasar anak-anak dengan kondisi stunting, underweight, wasting, serta ibu hamil dengan kondisi energi kronis (KEK), anemia, dan ibu menyusui.
Penurunan prevalensi stunting ini menjadi salah satu program utama Pemerintah Kabupaten Bandung dan memerlukan dukungan dari seluruh pihak, termasuk korporasi dan lembaga masyarakat.
Jika diteliti lebih lanjut, negeri ini memang kaya sumber daya alam, tetapi miskin pemimpin amanah yang bertanggung jawab menyejahterakan rakyat.
Aneh jika masalah stunting yang sistemik malah ditangani lembaga seperti LPS. Stunting ini masalah global, bukan Kabupaten Bandung saja. Ada 22% balita (sekitar 149 juta balita) di dunia mengalami stunting. Enam jutaan ada di Indonesia. Jadi, tidak logis jika negara tidak berperan utuh menyelesaikannya.
Lebih aneh lagi, karena masalah stunting belum juga selesai, pemerintah malah minta keterlibatan masyarakat untuk menyelesaikannya. Padahal, tata ekonomi yang rusak dan perilaku korup penguasalah yang menyebabkan urusan gizi masyarakat ini tidak kunjung beres.
Jika ingin generasi terutama di Kabupaten Bandung ini baik, maka stunting harus diselesaikan dengan serius, karena selain berpengaruh pada kondisi fisik, juga akan berpengaruh pada intelektualitas anak-anak. Ujung-ujungnya, generasi lemah dalam menguasai bermacam- macam keahlian.
Kasus stunting yang disebabkan kurang gizi sangat berkaitan erat dengan kemiskinan. Mirisnya, kemiskinan masih menjadi masalah utama di Indonesia yang belum terselesaikan hingga saat ini, terlebih di tengah naiknya berbagai sembako dan pasca pandemi.
Akibatnya, masyarakat tak mampu memenuhi kebutuhan gizi secara lengkap. Maka, wajar jika angka stunting masih tergolong tinggi ketika negara menerapkan sistem kapitalisme.
Sistem yang berorientasi pada materi ini telah menyebabkan banyaknya warga miskin. Mirisnya lagi, penyelesaian masalah stunting dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme justru dikembalikan kepada masyarakat dengan menganjurkan pemenuhan kebutuhan gizi secara mandiri.
Hal ini berbeda dengan sistem Islam. Islam akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dengan baik. Dalam sistem Islam, untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan asasi manusia, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Selain itu, negara juga mendistribusikan kekayaan alam secara merata ke seluruh pelosok negeri. Sehingga, tidak akan terjadi kemiskinan atau ketimpangan sosial seperti saat ini.
Untuk mencegah terjadinya stunting, pusat pelayanan kesehatan akan memberikan konsultasi gizi dan penyuluhan gratis. Negara juga akan membangun pos-pos makanan untuk mengolah bahan-bahan menjadi makanan yang memiliki kandungan gizi, ataupun memberikan bantuan seperti susu, telur, minyak, dan lain sebagainya.
Semua ini pastinya didukung oleh sistem ekonomi Islam yang mengatur kepemilikan negara dan kepemilikan umum berupa sumber daya alam yang wajib dikelola untuk menyokong kesejahteraan rakyat. Karena pengelolaan itulah, negara Islam akan sangat mampu memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak rakyat sehingga bisavhidup dalam keadaan sejahtera dan bahagia.
Semua ini bisa diwujudkan dan diatasi secara tuntas ketika negara menerapkan Islam secara kaffah (menyeluruh) di seluruh bidang kehidupan. Wallahu A'lam Bisshawwab.
Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media