Beras Termahal Se-ASEAN, Mengapa Pendapatan Petani Rendah? - Tinta Media

Rabu, 09 Oktober 2024

Beras Termahal Se-ASEAN, Mengapa Pendapatan Petani Rendah?



Tinta Media - Bank Dunia mengungkapkan bahwa harga beras di Indonesia lebih mahal daripada harga beras dunia. Bahkan, harga beras dalam negeri konsisten tertinggi di kawasan ASEAN.

Namun, tingginya harga beras dalam negeri ini tidak sebanding dengan pendapatan petani lokal. Merangkum hasil survei pertanian terpadu Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan rata-rata petani sangat kecil, yaitu Rp15.199 per hari. Artinya, per tahun hanya mencapai Rp5,2 juta. Petani medapat keuntungan rendah, padahal harga jual beras kepada konsumen sangat tinggi.

Indonesia disebut sebagai negara agraris karena tanah pertaniannya yang subur dan luas. Seharusnya, kondisi tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara yang mampu memenuhi kebutuhan beras dalam negerinya sendiri. Akan tetapi, kenyataannya tidak demikian. Hampir setiap tahun pemerintah Indonesia mengimpor beras dari negara lain.

Kendala terbesar yang dihadapi oleh para petani adalah kenaikan biaya produksi yang relatif tinggi, mulai dari  biaya tenaga kerja, sewa lahan, mahalnya harga pupuk, pestisida, sampai benih. Subsidi yang diberikan kepada para petani dibuat sulit, walaupun para petani diberi kartu tani untuk membeli benih, pupuk, dan lain sebagainya. Akan tetapi, prosesnya rumit, sulit,  juga terbatas. 

Menurut survei, para petani banyak meminjam uang untuk modal kepada individu, bank, atau lembaga keuangan lain seperti koperasi. Namun, ketika akan meminjam ke bank, ada kendala yang dihadapi, yaitu tidak mempunyai jaminan, prosesnya sulit, dan bunga yang tinggi. Karena prosesnya yang rumit, maka para petani sulit mendapatkan modal sehingga banyak yang terjerat rentenir dengan bunga tinggi, yang akhirnya memaksa petani untuk menjual lahan pertanian dan beralih menjadi buruh tani.

Di sisi yang lain, masuknya para kapitalis besar dalam bisnis di bidang pertanian menjadikan posisi para petani lokal semakin sulit. Hak ini karena para kapitalis berkuasa mulai dari proses produksi, melalui peminjaman modal yang dilegalkan oleh penguasa. 

Seperti para kartel, mereka memberi pinjaman kepada petani yang tidak mempunyai modal. Setelah panen, para kartel dan tengkulaklah yang mengendalikan harga. Ketika para petani ingin menjual sendiri hasil pertaniannya ke pasar induk agar harganya lebih tinggi, mereka tidak diterima karena hanya menerima dari para tengkulak saja. Akhirnya, para petani terpaksa menjual kepada tengkulak (lewat para kartel)  dengan harga yang sesuai keinginan mereka. 

Pada akhirnya, biaya produksi yang dikeluarkan tidak dapat ditutupi dengan apa yang didapat oleh mereka dari hasil penjualan gabah, sehingga petani sering mendapat keuntungan yang kecil, kalaulah tidak dikatakan merugi. Inilah penyebab harga beras tinggi sedangkan pendapatan petani rendah. 

Kondisi tersebut menyebabkan banyak yang tidak mau lagi jadi petani, termasuk generasi muda sehingga menyebabkan penurunan jumlah petani. Padahal, Indonesia adalah negara agraris dan beras merupakan makanan pokok orang Indonesia. 

Dengan kondisi ini, pemerintah menjadikannya sebagai alasan untuk membuka kran impor beras, yang akhirnya justru semakin menguntungkan para kartel (oligarki) dan menyengsarakan petani. Kebijakan impor juga membuat ketergantungan kebutuhan negeri ini terhadap beras, sehingga memengaruhi kedaulatan pangan.

Di sisi konsumen, daya beli masyarakat relatif lemah. Menurut perhitungan Bank Dunia, 40 persen penduduk indonesia masih dalam kategori miskin. Kondisi seperti ini menyebabkan tata niaga pangan menjadi tidak sehat. Para kartel, tengkulak, dan pedagang dengan mudah memainkan harga dan melakukan penimbunan barang. Sementara itu, solusi yang diambil pemerintah untuk menekan harga hanyalah dengan menetapkan batas harga eceran tertinggi (HET) pangan agar penjual tidak menjual di atas harga tersebut. Tentu hal ini tidak sedikit pun dapat membantu nasib para petani ataupun rakyat secara umum dalam memenuhi kebutuhan beras.

Inilah buah penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator, serta berpihak kepada oligarki, termasuk para kartel dan tengkulak.

Negara seharusnya menyediakan lahan untuk ketahanan pangan (beras), pupuk yang terjangkau dengan proses yang mudah, pengadaan alat-alat pendukung untuk pertanian yang canggih, serta pengembangan bibit unggul, dan meningkatkan kemampuan petani sehingga semakin ahli. Negara juga harus menetapkan berbagai perangkat aturan yang dapat menguatkan ketahanan pangan dalam negeri, sehingga petani sejahtera dan rakyat pun memiliki kemampuan daya beli yang tinggi.

Untuk menangani problematika pangan yang terjadi, Islam mempunyai sistem politik ekonomi Islam yang bertujuan menjamin kebutuhan pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, papan, sandang, dan perumahan bagi seluruh rakyat, serta memberikan kesempatan bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier mereka. Untuk mewujudkan ini, negara harus memastikan bahwa kebutuhan pokok masyarakat dapat  terjangkau, baik melalui mekanisme pasar maupun melalui pemberian bantuan.

Untuk mendorong produksi, negara dalam Islam akan memberikan insentif dan kebijakan yang mendukung produksi dan distribusi yang efisien, seperti tidak adanya biaya sewa lahan pertanian karena dilarang oleh syara'. Sebagai alternatif, akan diterapkan syirkah (kerja sama ) antara pemilik modal dengan penggarap sesuai dengan syariat, atau melalui akad ijarah, dan akad-akad lain yang sesuai syariat. 

Tanah juga dijaga produktivitasnya dengan larangan atas pemilikannya untuk menelantarkan tanah pertanian selama lebih dari 3 tahun. Negara juga bertanggung jawab kepada mereka yang membutuhkan dan mampu menggarap tanah, tetapi minim modal. Hal itu dilakukan dengan memberi biaya atau modal untuk berproduksi, seperti pupuk, benih, serta sarana dan prasarana pertanian yang dapat diperoleh dari baitul mal jika petani mengalami kesulitan. 

Selain itu, untuk memudahkan konsumsi, akan dibuat  mekanisme yang memudahkan pengaturan pasar agar beroperasi secara efisien dan tetap sesuai syariat, serta memberikan bantuan di luar kerangka pasar .

Negara juga akan memberikan dukungan dan dorongan kepada para petani untuk mengadopsi infit pertanian terbaik serta teknologi terkini agar hasil pertanian dapat ditingkatkan produktivitasnya secara efisien.

Negara Islam memiliki struktur pemerintahan yang bertanggung jawab untuk menegakkan keadilan dan melindungi hak publik, yang diwakili oleh lembaga hisbah, yang tugasnya mengawasi kegiatan publik, termasuk para pedagang dan pekerja. Tujuannya agar mereka mematuhi hukum-hukum Islam dan menutup celah penipuan, seperti kecurangan, penimbunan, dan praktik-praktik yang diharamkan oleh syariah dalam perdagangan dan pekerjaan. Mereka juga bertugas memberikan sanksi terhadap setiap pelanggaran, seperti penggunaan timbangan atau takaran yang merugikan masyarakat.

Islam melarang pemerintah untuk mematok harga barang dan jasa yang diperdagangkan. Harga ditentukan oleh mekanisme pasar yang sehat tanpa intervensi pembatasan harga yang merugikan produsen maupun konsumen dari harga yang terlalu mahal.
Solusi ini akan mencegah timbulnya para kartel dan tengkulak dalam mengendalikan harga yang merugikan para petani seperti di sistem kapitalisme.

Solusi Islam bisa memastikan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, demi mewujudkan kesejahteraan, juga untuk mencapai rida Allah Swt. melalui penerapan Islam yang benar dan menyeluruh. Semua ini hanya bisa diterapkan oleh negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, yaitu khilafah. Wallahu a'lam bi ash-shawab.


Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media


Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :