Tren Mahasiswa Bunuh Diri, Potret Buram Sistem Pendidikan Sekuler - Tinta Media

Senin, 02 September 2024

Tren Mahasiswa Bunuh Diri, Potret Buram Sistem Pendidikan Sekuler


Tinta Media - Saat ini kasus bunuh diri semakin marak seolah menjadi solusi terbaik untuk menyelesaikan permasalahan. Kematian Aulia Lestari, mahasiswa PPDS Anestasi Universitas Diponegoro (Undip), misalnya. Ia diduga bunuh diri karena tak kuat atas perilaku bullying yang dialaminya. 

Ini menambah daftar panjang kasus bunuh diri di Semarang, Jawa Tengah. Sebelumnya, telah terjadi beberapa kasus serupa di beberapa kampus negeri maupun swasta di Semarang. Penyebab bunuh diri pun beragam, mulai dari depresi, persoalan asmara, utang pinjol,  perundungan, hingga tekanan dalam proses belajar di kampus. (Jawapos.com, Sabtu 17/08/ 2024)

Peristiwa tragis di atas bukanlah fakta baru. Dilansir BBC.com, Ribuan calon dokter spesialis tercatat mengalami depresi, sementara ratusan lainnya mengaku ingin mengakhiri hidup. Beban pendidikan dan tekanan hidup yang tinggi akibat perundungan senior disebut menjadi penyebabnya. Mereka berpikir, daripada menanggung derita, lebih baik mengakhiri hidup dengan membunuh diri. 

Tingginya kasus bunuh diri yang menimpa pemuda hari ini menggambarkan rapuhnya mental generasi. Pemuda hari ini cenderung mengambil jalan pintas dan instan dalam persoalan hidup yang menimpanya. Mereka mudah menyerah hingga memutuskan untuk mengakhiri hidup. 

Tidak bisa dimungkiri bahwa generasi saat ini sedang menghadapi serangan pemikiran Barat yang membentuk cara pandang hidup kapitalisme-liberal. Kapitalisme telah meletakkan standar kebahagiaan hidup tertinggi pada segala hal yang bersifat materi, seperti harta, ketenaran, kedudukan, seks, dan sejenisnya. 

Bunuh diri pun sangat berdampak buruk pada generasi di masa depan, yaitu: 

Pertama, menggerus fungsi strategis pemuda sebagai garda terdepan perubahan. Sungguh ironis bila sang pemimpin perubahan justru dihinggapi banyak problem. Kesehatan metalnya lemah sehingga melakukan bunuh diri demi lari dari masalah.

Kedua, bila dibiarkan, maka kasus bunuh diri akan dianggap  sebagai kelaziman atau hal biasa, bahkan menjadi tren anak muda untuk menyelesaikan masalah. Sesuatu yang buruk bila berlangsung terus-menerus akan dianggap sebagai kebenaran.

Ketiga, mengancam kelangsungan generasi masa depan. Jika kasus bunuh diri tidak serius diatasi, maka akan mengakibatkan mental mahasiswa tak terjaga, sehingga bayang-bayang lost generation akan semakin nyata.

Demikianlah beberapa dampak negatif dari maraknya bunuh diri di kalangan mahasiswa. Ini menjadi bahan pemikiran  seluruh elemen bangsa agar bisa melakukan upaya pencegahan hingga fenomena bunuh diri tidak terus terjadi. 

Persoalan bunuh diri lahir dari sistem kapitalisme yang berasaskan sekularisme atau paham yang memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari, sehingga menjadikan generasi kehilangan jati diri sebagai hamba Allah. Mereka menjalani hidup sesuka hati dan mengikuti hawa nafsu. Standar halal-haram pun tak ada lagi dalam kamus hidup mereka. Maka tak heran, ketika dihadapkan pada persoalan hidup, mereka mempertimbangkannya tanpa dikaitkan dengan pemahaman hidup yang benar. Negara juga gagal membentuk jati diri yang benar bagi generasi. Dengan kurikulum pendidikan kapitalisme-sekularisme, generasi semakin jauh dari cara pandang yang benar tentang hidup.

Solusi tuntas atas persoalan ini hanyalah dengan menerapkan sistem Islam yang sahih sebab berasal dari Sang pencipta manusia, yaitu Allah Swt. Islam menempatkan negara sebagai penanggung jawab besar terbentuknya generasi unggul dan berkepribadian Islam. Oleh karenanya, negara wajib mengondisikan individu dan masyarakat agar memiliki mindset yang benar tentang hidup.

Setiap warga negara khilafah akan dibina untuk memahami jati dirinya sebagai hamba Allah sehingga selalu berusaha untuk taat dan menjauhi maksiat.  Ketika ditimpa masalah, mereka akan fokus menyelesaikan masalahnya sesuai dengan syariat Islam. 

Masalah yang muncul pada generasi pun sejatinya tak akan lahir secara sistemik sebagaimana dalam sistem kapitalisme, sebab masyarakat dalam khilafah akan hidup dalam suasana Islami. Mereka berlomba-lomba dalam mengerjakan amal saleh, bukan berlomba-lomba mengejar materi dan kesenangan duniawi. Mereka akan terbiasa melakukan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar, sehingga pemahaman Islam dalam diri umat, termasuk generasi akan semakin menancap kuat.

Terbentuknya generasi yang mempu menyelesaikan persoalan hidupnya juga didukung oleh sistem pendidikan Islam yang diterapkan khilafah. Tujuan pendidikan yang berasaskan akidah Islam adalah menciptakan generasi berkepribadian Islam yang menguasai tsaqofah Islam dan Iptek. Maka, wajar khilafah akan mampu melahirkan generasi tangguh bukan generasi yang rapuh dan mudah menyerah. Khilafah akan memfasilitasi generasinya untuk menuntut ilmu, selain memberikan pendidikan gratis dan berkualitas. Khilafah juga menyiapkan orang tua untuk memiliki kemampuan mendidik generasi dengan cara dan tujuan yang benar. 

Dengan demikian, hanya khilafah yang mampu mencetak generasi tangguh dan membangun peradaban gemilang dengan menerapkan Islam kaffah di seluruh penjuru dunia. Wallahu a’lam bis shawwab.




Oleh: Hamsia 
(Pegiat Opini)
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :