Terimpit Ekonomi, Naluri Keibuan Mati - Tinta Media

Jumat, 06 September 2024

Terimpit Ekonomi, Naluri Keibuan Mati


Tinta Media - Idealnya, seorang ibu akan sangat bahagia ketika bayi yang dia kandung selama 9 bulan lebih lahir ke dunia. Perasaan was-was bercampur bahagia mewarnai keluarga pada saat persalinan, tetapi akan diganjar dengan perasaan sukacita. Selanjutnya, ia akan memberikan pengasuhan terbaik bagi si mungil sebagai anggota baru keluarga, mulai dari pakaian penghangat tubuh kecilnya, asupan makanan terbaik, sampai acara syukuran atas kelahirannya.

Namun, berbeda perlakuan seorang ibu terhadap bayi yang baru dilahirkannya di Medan. Ia tega menjual bayinya senilai Rp20 juta. Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Medan Ajun Komisaris Madya Yustadi mengatakan, terungkapnya kasus ini berawal dari informasi masyarakat bahwa ada rencana transaksi bayi yang baru dilahirkan di sebuah rumah sakit di Kecamatan Percutseituan (6/8).

Dengan melalui penyelidikan terlebih dahulu, Satreskrim Polrestabes Medan meringkus empat perempuan yang terlibat jual-beli bayi di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Tersangka yang diringkus berinisial MT 55 tahun, Yu 56 tahun, Nj 40 tahun, dan SS 27 tahun merupakan ibu kandung bayi.

Dengan didampingi Kepala Seksi Humas Polrestabes Medan, Inspektur Satu Nizar Nasution, Madya mengatakan bayi tersebut merupakan anak SS, salah satu pelaku yang ditangkap ketika hendak dijual Rp20 juta. Penyerahan uang dilakukan bertahap, pertama Rp5 juta, kedua Rp15 juta. Keempat pelaku akan dikenakan UU No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

Mirisnya, dari pengakuan si ibu penjual bayi, ia menjual bayinya karena faktor impitan ekonomi. (metro.tempo.co, 16/08/2024)

Mematikan Akal

Kasus ini merupakan problem serius yang harus diupayakan penyelesaiannya. Bukan hanya menindak dengan hukum para pelaku, tetapi juga upaya preventif agar tidak terjadi hal serupa. Kasus ini sendiri merupakan salah satu dari maraknya kasus tentang rapuhnya ketahanan keluarga, seperti KDRT, membuang/membunuh bayi, perceraian, perselingkuhan, dan masih banyak lagi.

Impitan ekonomi lagi-lagi menjadi latar belakang tindakan yang tak patut. Tak dimungkiri bahwa impitan ekonomi dan lemahnya iman mengakibatkan hilangnya akal sehat dan matinya naluri seorang ibu. Yang terpikir adalah bagaimana ia harus bisa bertahan hidup walaupun harus menjual bayinya, terlebih lagi bila support sistem tidak berjalan. 

Keluarga dan masyarakat, terutama suami yang seharusnya turut berperan untuk bersama-sama menjaga kesehatan mental seorang ibu, hari ini tidak berjalan karena sama-sama miskin. Suami tidak bekerja menyebabkan hilangnya ke-qawwaman (kepemimpinan), apalagi masyarakat bersikap individualistis.

Luputnya peran negara dalam upaya pembinaan, termasuk menyejahterakan rakyat dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi para suami turut menambah beban hidup. Segala jenis harga kebutuhan pokok yang mahal, berbagai pungutan iuran bagi pekerja dan pajak, belum lagi harus membayar biaya persalinan adalah hal yang sering menjadi pemicu depresi, bahkan stres hingga mengambil cara apa pun agar bisa bertahan hidup, termasuk sampai menjual bayi. 

Di satu sisi, ada pemangku jabatan beserta keluarganya yang pamer segala kemewahan di tengah tontonan masyarakat yang hanya bisa mengelus dada. Namun wajar saja, karena hal ini merupakan konsekuensi logis dari penerapan demokrasi kapitalistik sekuler yang diterapkan negeri ini. Sistem ini menghilangkan hati nurani pejabat dan rakyat.

Sistem ekonomi kapitalis tegak di atas kebebasan dalam keberpemilikan dan bersifat eksploitatif. Jadi, siapa pun boleh mengeksplorasi sumber-sumber kehidupan, termasuk penguasaan SDA oleh segelintir pihak yang dilagalisir oleh penguasa kroni, meskipun harus merugikan rakyat yang lemah. 

Dalam kapitalisme, manusia senantiasa akan mengeksplorasi berbagai keinginannya tanpa memilah dan menyeimbangkan antara kebutuhan asasi, sekunder, maupun tersier. Tak ayal, budaya hedonis dan individualis menjangkiti masyarakat, bahkan pejabat sehingga kesenjangan ekonomi dan sosial semakin nyata.

Lebih lanjut, hal ini mencerminkan gagalnya sistem pendidikan sekuler hari ini dalam membentuk pribadi bertakwa, melainkan menghasilkan output yang materialistis. Mereka siap menjadi penggerak roda kapitalisme dan tidak takut akan dosa. 

Islam Menjamin Kesejahteraan fan Kesehatan Mental Ibu

Betapa mulia seorang wanita yang bergelar ibu dalam Islam. Ia diberi gelar dan tempat strategis sebagai jantungnya rumah tangga dan sebagai pencetak generasi peradaban. 
Islam menyadari hal ini. Maka, Islam memiliki seperangkat aturan untuk menjamin terlaksananya misi strategis tersebut.

Islam menetapkan negara sebagai raa'in, yakni penanggung jawab segala urusan rakyat dengan menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar dan pokok (sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan). Negara juga memudahkan rakyatnya untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier.

Negara mewajibkan laki-laki yang mampu bekerja untuk menafkahi istri dan orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya. Jika ada seorang janda, maka tanggung jawab berada pada walinya. Jika tak ada wali yang menanggungnya, maka akan menjadi tanggung jawab negara, dalam hal ini akan dibiayai baitul mal.

Negara juga memilki beberapa mekanisme, yaitu memberikan lapangan kerja yang seluas-luasnya dengan banyak mendirikan industrialisasi. 
Rakyat bisa diberi modal untuk menghidupkan tanah mati yang dapat digarap atau pemberian modal negara untuk usaha, berdagang, dll.

Nnlegara harus memastikan bahwa ilkim usaha sehat dengan terus mengawasi distribusi dan upah pekerja yang sesuai dengan manfaat yang dihasilkan, bukan berdasarkan standar upah pekerja.

Kemudian, negara tidak boleh membebani dengan rakyat dengan berbagai iuran dan pajak karena memiliki sumber pendapatan yang banyak, sedangkan pajak dalam Islam hanya instrumen insidental yang hanya dipungut dari umat Islam saja jikalau kondisi keuangan negara tidak kondusif. Itu pun bagi para agniya saja. 

Dengan kurikulum pendidikan yang berkualitas dan berbasis akidah Islam, akan tercetak generasi mumpuni dalam bidang ilmu pengetahuan semata-mata untuk kebaikan umat, serta memilki kepribadian Islam.

Dengan penerapan Islam, masyarakat yang terbentuk adalah masyarakat yang bertakwa, yang saling berkasih sayang dan peduli sesama. Juga tidak akan segan beramar makruf nahi munkar jika ada pelanggaran syara' di tengah masyarakat. 

Tayangan-tayangan media informasi akan senantiasa diawasi. Negara menutup semua akses konten-konten yang melanggar syara' dan merusak akal, sehingga yang berkembang adalah tayangan yang membentuk keimanan dan ketakwaan.

Dengan demikian, penerapan Islam kaffah (menyeluruh) pada setiap aspek kehidupan akan mewujudkan optimalnya fungsi keluarga, masyarakat, dan juga negara.

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan limpahkan kepada mereka berkah dari langit  dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya". [TQS. Al- A'raf : 96]
Wallahua'lam bisshawwab


Oleh: Anggia Widianingrum
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :