Tanpa Junnah (Perisai), Umat Islam Senantiasa Teraniaya - Tinta Media

Senin, 23 September 2024

Tanpa Junnah (Perisai), Umat Islam Senantiasa Teraniaya

Tinta Media - Jika kita membuka laman berita, amat banyak berseliweran media yang mengabarkan isu genosida di Palestina. Entah terkait tentang reportase keadaan di sana, gerakan boikot, maupun kemarahan netizen kepada Israel. Pada Minggu, 01 September 2024, Israel kembali menyerang Gaza, Palestina yang sedang akan melaksanakan vaksinasi polio untuk anak-anak di sana. 48 orang tewas dan terhitung bahwa tentara Israel telah menghabisi 40 ribu lebih penduduk Palestina selama 11 bulan terakhir (detik.com, 01/09/2024).

Tak hanya saudara muslim kita di Palestina, ada beberapa negeri di belahan dunia lainnya seperti Kashmir, Kenya, Afghanistan, Siprus, Sudan Selatan, Irak, Xinjiang dan Rakhine yang juga mengalami penindasan. Selain isu Palestina, netizen Indonesia pastinya juga familiar dengan isu Rohingya, etnis minoritas Islam di Rakhine. Kabarnya Rohingya belakangan ini kembali diserang dengan dahsyat oleh pelaku islamofobia di sana dan mengakibatkan 200 lebih nyawa meninggal dunia. Inilah potret nyata penjajahan fisik yang dialami oleh kaum muslimin sekarang (voaindonesia.com, 10/08/24).

Penjajahan Non Fisik di Negeri Kaum Muslimin

Faktanya, penjajahan tidak hanya terjadi pada 8 daerah di atas, tapi juga pada negeri-negeri muslim yang terlihat baik-baik saja. Pada hakikatnya jiwa mereka tergadai oleh pemikiran-pemikiran Barat. Inilah yang dinamakan dengan penjajahan non fisik.

Contohnya pada fenomena yang terjadi saat ini, yang mana negara-negara Barat terus menjadi backingan negeri-negeri kaum muslimin yang terjajah secara non fisik. Inilah yang akhirnya membuat pemimpin negeri muslim seperti Indonesia, Arab, Mesir dan lain-lain hanya bisa diam seolah tidak terjadi apa-apa. Kalaupun angkat bicara, mereka hanya memberikan alasan nasionalis seperti "itu hanya perang perebutan wilayah, biarlah mereka urus urusan mereka". Padahal mereka tahu faktanya tidak demikian.

Perlu kita sadari, nasionalisme merupakan hasil pemikiran penjajah Barat. Dampaknya lebih berbahaya dari penjajahan fisik karena penjajahan ini bersifat abstrak dan halus. Pemikiran ini tidak hanya menjajah para pemimpin negeri-negeri muslim, tapi juga masyarakatnya. Faktanya dapat dilihat dari respons berupa kecaman pada kelompok Rohingya saat berusaha mencari bantuan di daerah Aceh beberapa waktu lalu. Padahal di sisi lain para pengecam tersebut banyak yang membela Palestina.

Dapat disimpulkan bahwa adanya standar ganda yang menandakan kecacatan berpikir pada masyarakat. Beginilah hasil pemikiran penjajah Barat yang dimaksud di atas. Salah satunya ialah nasionalisme yang telah merasuki jiwa-jiwa kaum muslimin di negeri mana pun. Hal ini terjadi karena penerapan sistem sekuler kapitalisme yang menjadi ideologi yang diagung-agungkan saat ini. Ideologi ini secara tidak langsung menuntun kita untuk tidak peduli pada hal-hal yang ada di luar urusan kita. Sekalipun itu menyangkut urusan saudara seiman.

Urgensitas Keberadaan Pemimpin seperti Dua Sosok Ini

Jika kita melihat sejarah-sejarah kejayaan Islam, fenomena genosida pada umat Islam tidak pernah ditemukan. Pemimpin Islam akan segera mengupayakan pembebasan pada seluruh negeri mana pun. Seperti pada kisah pembebasan Palestina yang pernah dibebaskan dua kali oleh Khalifah Umar bin Khattab pada 637 M dan dibebaskan kembali pada 1187 M oleh Sultan Shalahuddin Al Ayyubi.

Dua pahlawan itu membebaskan Palestina (Baitul Maqdis) dari penindasan tentara Kristen. Selain berhasil membebaskan, beliau berdua berhasil membuat orang-orang Kristen sendiri kagum dengan penegakkan syariat Islam, yaitu dimana orang-orang Kristen yang diizinkan hidup berdampingan dengan umat Islam tanpa penindasan, diskriminasi atau bahkan genosida.

Inilah yang dimaksud pada judul di atas, umat ini perlu junnah atau perisai yang kuat agar tidak terjajah, baik secara fisik maupun non fisik. Perisai seperti apa yang dibutuhkan umat? Yaitu pembangunan kepemimpinan berpikir berdasarkan aturan Islam. Mulai dari kepemimpinan berpikir itulah akan lahir para pemimpin yang akan menerapkan Islam dalam aspek negara. Islam sebagai rahmatan lil alaamin akan memberantas kezaliman dan mengupayakan kesejahteraan bagi umat muslim serta non muslim. Islam akan membebaskan umat muslim yang ditindas seperti yang dilakukan oleh Umar bin Khattab dan Shalahuddin Al Ayyubi.

Ketika Syariat Islam Tegak, Tidak Ada Diskriminasi terhadap Non Muslim

Tidak perlu ada pertanyaan, "bagaimana keberadaan non muslim nantinya jika syariat Islam ditegakkan?" Islam tidak akan membunuh, mengusir atau melakukan kekerasan apa pun kepada mereka. Seperti yang sudah kita ketahui melalui kisah Khalifah Umar dan Sultan Shalahuddin di atas. Selain itu, banyak bukti lainnya yang bisa dilihat dari sejarah-sejarah penerapan syariat Islam terdahulu, seperti dalam kisah baju besi milik Ali bin Abi Thalib yang hilang. Namun ternyata dia melihat baju besinya diambil oleh seorang Yahudi.

Ketika Khalifah Ali meminta keadilan pada hakim, hakim sama sekali tidak memihak kepada Ali hanya karena dia seorang amirul mukminin dan ahli surga. Hakim tetap menjalani prosedur berdasarkan syariat Islam. Jika kita menemukan barang milik kita yang hilang, kita wajib mendatangkan dua saksi. Tetapi karena Ali tidak punya saksi kecuali anaknya (padahal anak sendiri tidak boleh dijadikan saksi), maka hakim tetap tidak menetapkan bahwa baju besi itu milik Ali. Padahal hakim sangat yakin bahwa Ali tidak akan berbohong.

Di akhir kisah, seorang Yahudi itu akhirnya mengaku bahwa memang dialah yang mencuri baju besi itu. Lalu Ali pun memberikan baju besinya dengan ikhlas kepada Yahudi tersebut. Karena kagum terhadap keadilan dan kejujuran orang-orang Islam, akhirnya Yahudi itu pun masuk Islam.

Khatimah

Hanya Islamlah yang bisa menjadi junnah (perisai) bagi kehidupan ini, baik pada umat muslim serta non muslim sekalipun. Islam tidak akan menegakkan hukum seperti yang ada dalam sistem sekuler kapitalisme atau turunannya nasionalisme yang hanya merusak. Dalam negara Islam semua diperlakukan seadil mungkin. Perbedaan suku, ras, bahasa, warna kulit, profesi dan lain-lain semuanya sama di mata Allah SWT. Tidak ada alasan apa pun untuk tidak menerima Islam sebagai peraturan hidup yang sempurna. Wallahu’alam.

Oleh : Dini Al Ayyubi, Sahabat Tinta Media 

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :