Tinta Media - Beberapa waktu lalu, telah viral di media sosial Lambang Garuda Pancasila dengan latar biru, disertai tulisan Sinyal Darurat. Lambang tersebut mengajak untuk menyelamatkan demokrasi dalam bentuk perlawanan kepada DPR yang telah terlanjur menyepakati RUU Pilkada, pada rabu 21 agustus 2024. Perlawanan ini sebagai bentuk akumulasi kemarahan publik, lantaran RUU Pilkada yang disepakati oleh DPR dinilai menganulir putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60 dan 70 tentang batas pencalonan kepala daerah. Hasilnya pada Kamis 22 agustus 2024, gelombang protes terhadap DPR dan pemerintah pun digelar di sejumlah wilayah di Indonesia.
Tagar ini viral setelah DPR dianggap membangkang putusan MK dengan melakukan revisi UU Pilkada. Seruan untuk menyelamatkan demokrasi dan mengawal putusan MK menjadi opini yang bergaung dalam demonstrasi besar-besaran pada Kamis 22 Agustus 2024. Masa terdiri dari warga sipil, mahasiswa, serta pelajar yang mendesak DPR membatalkan pengesahan revisi Undang-undang Pilkada oleh DPR RI. Aksi menyerukan hal yang sama pun dilakukan di berbagai kota di Indonesia, hingga berlangsung berhari-hari.
Demonstrasi turun ke jalan dalam sebuah negara demokrasi merupakan hal yang biasa. Di Indonesia, gelombang unjuk rasa menolak kebijakan penguasa terkait penjagaan konstitusi telah terjadi sejak era orde lama. Demontrasi mahasiswa mulai bermunculan seiring memanasnya situasi politik dan ekonomi pada 1960 yang mendorong krisis ekonomi dan politik. Gelombang demonstrasi besar-besaran juga terjadi di akhir masa orde baru. Aksi ini mampu mengganti rezim dalam era reformasi yang berlangsung hingga sekarang, dengan beberapa orang pergantian pemimpin.
Namun, fakta menunjukkan bahwa perjuangan dari masa orde lama ke orde baru, orde baru ke reformasi, tidak menjadikan kondisi negeri ini menjadi lebih baik, malah semakin bertambah buruk, seperti yang terjadi saat ini.
Eksistensi demokrasi diperjuangkan hanya dengan melakukan pergantian penguasa, tidak menghilangkan kezaliman, kecurangan, ketidakadilan, bahkan kesewang-wenangan penguasa oligarki. Banyak yang tidak menyadari bahwa sumber dari semua kerusakan di negeri ini adalah justru akibat penerapan sistem demokrasi dan kapitalisme sekularisme.
Demokrasi memberikan kedaulatan di tangan rakyat, yaitu pada para wakilnya. Di dalam demokrasi, ada prinsip bahwa tidak ada teman dan lawan yang abadi, tetapi hanya ada kepentingan yang abadi, yaitu kepentingan pribadi, golongan, dan kelompok, dalam hal ini para oligarki (kolaborasi pengusaha dan penguasa).
Sementara, rakyat hanya menjadi alat untuk menghantarkan kalangan oligarki tersebut ke tampuk kekuasaan, baik di eksekutif, maupun legislatif. Bahkan, rakyat menjadi objek yang diekploitasi sesuai dengan kepentingan yang menang atau yang berkuasa. Itulah yang sedang diperankan partai dan politisi saat ini, yaitu mengikuti skenario sistem demokrasi dengan ending yang bisa menyayat hati nurani rakyat.
Itulah realitas bobroknya sistem demokrasi yang meniscayakan munculnya para penguasa oligarki yang menghalalkan segala cara untuk kepentingan, hingga mengubah ketentuan konstitusi. Jadi, kesalahannya bukan hanya pada individu rezim yang berkuasa, tetapi pada sistem demokrasi yang bobrok dan cacat dari awal kelahiran.
Kondisi tersebut diperparah dengan penerapan sistem sekuler kapitalisme yang memisahkan aturan agama dari kehidupanm. Untuk meraih kekuasaan, mereka tidak mempedulikan halal atau haram, yang penting keinginan tercapai.
Kondisi ini melahirkan kekuasaan oligarki yang dengan leluasa melakukan penyalahgunaan kekuasaan untuk mengubah peraturan atau undang-undang mereka semua. Mereka yang membuat hukum mereka sendiri yang melanggar hukum tersebut, sehingga menjadikan hukum itu kebal bagi pembuatnya, tetapi keras bagi lawannya, termasuk kepada rakyat yang kritis.
Oleh sebab itu, demokrasi dan sekuler kapitalisme adalah sistem kufur, rusak dan merusak, bahaya dan membahayakan, keji, serakah, rakus, dan penuh ilusi, dan ambisi.
Dalam Al-Qur'an surat ar-Ruum: 41 Allah Swt. berfirman, yang artinya:
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar."
Oleh karena itu, jika ingin melakukan perubahan, maka bukan dengan menjaga demokrasi, tetapi justru dengan mencampakkan demokrasi beserta sistem sekuler kapitalismenya, digantikan dengan sistem yang sahih, yaitu sistem Islam. Hanya sistem Islam yang membawa kebaikan dan keberkahan yang datang dari Allah Swt. melalui penerapan syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah.
Allah Swt. berfirman yang artinya:
"Seandainya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan turunkan berkah dari langit dan bumi ...."
(TQS. Al- 'Araf: 96)
Kekuasaan bisa menolong pemegangnya untuk berbuat kebaikan, tetapi bisa juga mencelakakan pemegangnya untuk melakukan berbagai kerusakan secara massif dan efektif. Untuk itu, jangan pisahkan kekuasaan dan kepemimpinan dari Islam karena akan membahayakan pemangkunya dan merusak rakyat yang dia pimpin. Kekuasaan dan kepemimpinan harusnya karena Islam dan untuk tegaknya Islam. Untuk itu, wajib bagi penguasa menerapkan syariat Islam saja, karena berasal dari Asy Syari' (Sang Pembuat Hukum), yaitu Allah Swt. Penguasa itu akan diminta pertanggungjawabannya atas kekuasaan yang dia jalankan.
Sabda Rasulullah saw.:
"Al-Imam (khalifah) adalah penanggung jawab (raa'in) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dia pimpin."
Pemimpin dalam Islam bertugas untuk mengurusi kepentingan rakyat di dalam dan di luar negeri. Politik dilaksanakan oleh negara dan umat secara bersamaan. Negaralah yang secara langsung melakukan pengaturan ini secara praktis, sedangkan umat mengawasi negara dalam pengaturan tersebut.
Jika negara melakukan pelanggaran syariat Islam (bermaksiat), maka umat akan melakukan koreksi terhadap penguasa sebagai bentuk amar ma'ruf nahi munkar. Ini bukan hanya tugas para ulam saja, tetapi semua elemen masyarakat, baik para intelektual, tokoh, pemuda, pelajar, mahasiswa, ormas, parpol, dan rakyat. Tujuannya adalah agar kebenaran dan keadilan tegak, kebatilan dan kezaliman hilang, serta dihindarkan dari azab Allah Swt.
Rasulullah saw. bersabda:
"Demi Zat yang jiwaku berada di tangannya, kalian harus melakukan amar ma'ruf nahi munkar atau Allah akan menurunkan hukumannya, kemudian jika kalian berdo'a kepada-Nya, maka Dia tidak akan mengabulkan do'a kalian."
(HR. Tirmidzi)
Maka, cara untuk keluar dari kekuasaan dan kepemimpinan zalim saat ini, baik di Indonesia atau di dunia, hanyalah dengan penerapan sistem Islam, yaitu khilafah islamiyah yang akan membawa keberkahan di langit dan bumi, serta menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallahu alam biss shawab.
Oleh: Dela
Sahabat Tinta Media