Seberapa Besar Kecintaan Kita kepada Indonesia? - Tinta Media

Minggu, 08 September 2024

Seberapa Besar Kecintaan Kita kepada Indonesia?

Tinta Media - Indonesia adalah negara yang memiliki keberagaman suku, bangsa, bahasa, dan adat yang berbeda. Ada yang mengatakan kalau cinta sudah tiba, tai kucing pun rasanya coklat. Kita tentu boleh tidak setuju dengan definisi cinta yang kita berikan. Pasalnya cinta memang rumit untuk diungkapkan dalam kata. (NU Online Lampung 10-2-2020).

Mencintai tanah kelahiran adalah fitrah manusia. Meski  jasad telah melanglang buana, tetapi hati tetap tertambat di sana. setiap orang. Hanya saja wujud dan cara mencintainya berbeda. Rasulullah Muhammad SAW terlahir di Mekah. Beliau mencintai bangsa dan tanah kelahirannya. Cinta Rasulullah Muhammad SAW berwujud keresahan saat melihat kerusakan yang diakibatkan  sistem masyarakat Quraisy jahiliyah.

Sementara cinta tanah air adalah rasa kebanggaan, rasa memiliki, rasa menghargai seorang individu kepada Negara yang menjadi tempat tinggalnya  serta cinta terhadap pembelian dan penggunaan produk dalam negeri.

 Jika lita lihat fakta sekarang industri lokal tengah ketar ketir, yang  disebabkan  banyaknya  produk dari China makin “jor-joran ” menggempur pasar Indonesia.  sebenarnya aneka produk China sudah lama masuk ke Indonesia seperti alas kaki, baja, kendaraan, listrik, mebel, mainan, aksesoris dan elektronik. ( CNN Indonesia 7-6-2024).

Seperti di tulis Antara (27-6-2024) ketua umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, mengatakan ada beberapa hal yang menyebabkan industri tekstil nasional sedang “tidak baik-baik saja” dan penyebab terbesar kata Jemmy ketika kementerian perdagangan merombak Permendag nomor 36tahun 2023 menjadi Permedag nomor 8 tahun  2024 yang berkaitan dengan pertimbangan tenis (praktik) ketidakberdayaan akibat perdagangan bebas.

Merespons kondisi tersebut,  Presiden Jokowi menggelar rapat terbatas dengan sejumlah menteri seperti Mendag Zulkifli Hasan , Menperin Agus Gunawan Kartasasmita, dan Menkeu Sri Muliyani pada Selasa (25/06). Zulkifli mengatakan perang dagang antara Amerika Serikat  dan China yang sedang terjadi  saat ini menyebabkan kelebihan produksi di China, sehingga membuat Negara-negara Barat menolak produk impor dari China. Yang dikawatirkan ini akan  berimbas pada  semakin membanjirnya produk China di Indonesia termasuk pakaian, baja, tekstil. Maka pemerintah akan menetapkan tarif bea masuk barang impor asal China,  besarnya 200% dari harga barang kata Zulkifli.

Sikap pemerintah tersebut disebabkan karena ketidakberdayaan akibat kebijakan luar negeri kita oleh ASEAN-China Free Trad Area( ACFTA) yang ditanda tangani 12 November 2017 dan diimplementasikan sejak 1 Agustus 2019, ACFTA merupakan kesepakatan antara Negara-negara ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik, tarif maupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa (Kemenag, 1-8-2019).

Kondisi ini terjadi karena pemerintahan Indonesia bersifat kapitalistik, yaitu hanya mementingkan keuntungan, baik itu keuntungan pribadi penguasa, kelompoknya, serta para kroninya, yaitu para penguasa importer. Inilah profil Negara kapitalistik yang hanya memikirkan keuntungan pribadi dan abai dalam mengurusi kemaslahatan rakyatnya. 

Kecintaan Pemimpin Kepada Negaranya

Peran negara seharusnya melindungi rakyat dan menjamin kebutuhan mereka, bukan menjadi sarana untuk kepentingan korporasi. Dalam sistem Islam ( Khilafah), fungsi Negara sebagai raa’in ( pengurus urusan rakyat) akan berjalan secara optimal dengan penerapan Islam kaffah. Negara menerapkan sistem ekonomi Islam, termasuk pengaturan industri perdagangan baik dalam negeri maupun luar negeri.

Dalam buku politik Ekonomi Islam  karya Abdurahman al-Malik dijelaskan bahwa aktivitas perdagangan adalah jual beli yang di dasarkan ridha sama-sama ridha. Status hukum komoditas (perdagangan) bergantung pada perdagangan, entah ia warga Negara Islam (Khilafah) ataukah dari kufur. Dan setiap pedagang merupakan warga Negara boleh melakukan perdagangan di dalam negeri. Dalam perdagangan mereka harus tetap terikat dengan syariat Islam, seperti larangan menjual barang haram, melakukan penimbunan, kecurangan, pematokan harga dan lain sebagainya. Negara akan memberlakukan cukai kepada negara kafir  yang juga menarik cukai atas para perdagangan yang ada di Khilafah. Penarikan cukai tidak berlaku bagi pedagang berkewarnegaraan Khilafah pada komoditas ekspor impor yang mereka lakukan. Negara tidak akan membiarkan rakyatnya dalam memenuhi  kebutuhan sendiri. Namun Negara memberikan pelayanan  dan kemudahan  dalam mewujudkan kecintaan Khalifah kepada rakyat demi kesejahteraan rakyatnya dan orang banyak .

Oleh: Rejeyanti, S.S.

Guru dan Aktivis Muslimah Kaffah

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :