Pengelolaan Tambang oleh Ormas: Benarkah demi Kemaslahatan Umat? - Tinta Media

Selasa, 03 September 2024

Pengelolaan Tambang oleh Ormas: Benarkah demi Kemaslahatan Umat?

Tinta Media – Menanggapi diterbitkannya PP No.25 Tahun 2024 dan ditambahkannya pasal kontroversial yakni pasal 83A yang mengatur mengenai pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan, Back to Muslim Identity Depok (BMI Depok) mengadakan diskusi bersama para aktivis mahasiswa dengan tajuk “Pengelolaan Tambang oleh Ormas: Benarkah Demi Kemaslahatan Umat?”. Berdasarkan diskusi tersebut terdapat beberapa poin pembahasan krusial yang perlu kami jabarkan sebagai berikut:

Pertama, PP No.25 Tahun 2024 dan Pasal Kontroversial 83A

Presiden Jokowi baru saja menerbitkan PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara pada 30 Juni 2024 lalu. Perubahan tersebut meliputi:

·       Persyaratan lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP).

·       Jangka waktu operasi produksi.

·       Kriteria kegiatan operasi produksi terintegrasi.

·       Penambahan pasal kontroversial yakni pasal 83A yang berisi “Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.”

Interpretasi dari PP 25/2024 pasal 83A menjadikan ormas keagamaan mendapatkan prioritas untuk diberikan pengelolaan IUP (Izin Usaha Pertambangan). Selain itu, PP ini menunjukkan negara bukanlah satu-satunya promotor kesejahteraan bagi masyarakat. Melainkan peran tersebut diambil alih oleh ormas keagamaan dan menjadi dalih diterimanya penawaran tersebut. Ditambah lagi, PP ini menjadikan adanya hubungan transaksional antara ormas dan penguasa. Akhirnya, independensi ormas dapat ‘dibeli’ oleh penguasa dimana dalam kasus di Indonesia yang disebut sebagai penguasa adalah para oligarki. Penerbitan PP 25/2024 mendulang berbagai kekecewaan, penolakan, kritik dan perlawan dari masyarakat termasuk aktivis.

Kedua, Ada ‘udang’ Dibalik Bagi-Bagi Tambang Kepada Ormas Keagamaan

Menjadi pertanyaan, mengapa harus diberikan oleh ormas keagamaan? Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memberikan alasan yakni, “Karena semua elemen masyarakat memiliki andil besar dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Termasuk organisasi keagamaan,” tuturnya kepada wartawan di Jakarta (RRI.co.id 07/06/2024). Menurutnya, pemberian izin tersebut diberikan oleh Pemerintah lantaran tokoh-tokoh keagamaan banyak berjasa dalam perjuangan kemerdekaan.

Tentu saja, kami melihat bagi-bagi izin tambang kepada ormas keagamaan ini tidak semata sebagai bentuk balas budi negara. Terlebih lagi PP tersebut terbit pasca bergulirnya Pemilu 2024. Oleh karena itu, kami menilai bagi-bagi izin tambang ini merupakan umpan beracun dan intrik penguasa untuk mengamputasi peran ormas keagamaan sebagai salah satu instrumen yang bertugas mendidik masyarakat, mengontrol, mengoreksi, mengkritisi, dan menasehati penguasa.

Rasulullah saw. mengingatkan bahwa golongan yang menjadi penyebab terbesar kerusakan umat adalah para ulama yang menjadi fasik. Sabda beliau:

هَلَاكُ ‌أُمَّتِي ‌عَالِمٌ ‌فَاجِرٌ وَعَابِدٌ جَاهِلٌ، وَشَرُّ الشِّرَارِ أَشْرَارُ الْعُلَمَاءِ،

Kerusakan umatku adalah oleh ulama yang jahat dan orang bodoh yang beribadah (tanpa ilmu). Seburuk-buruknya kejahatan adalah kejahatan ulama (HR Ahmad).

Ketiga, Bahaya Privatisasi Barang Tambang

Sejatinya sedari awal negara ini telah melangsungkan privatisasi barang tambang. Barang tambang bersifat inelastis sempurna atau dengan kata lain “berapapun harganya, barang tersebut akan tetap laku” sehingga sangat bahaya jika ini diprivatisasi swasta baik oleh perusahaan maupun ormas keagamaan.

Setidaknya ada tiga bahaya yang mengancam akibat privatisasi barang tambang oleh ormas keagamaan yakni:

·       Konflik sosial, IUP ormas keagamaan akan menimbulkan konflik kepentingan antara kelas atas dan konflik sosial di kalangan menengah bawah semakin menjadi.

·       Ketimpangan, seharusnya batubara dan mineral dinilai sebagai harta milik umum atau milkiyah ‘ammah. Akses prioritas pada individu tertentu dan swasta menimbulkan ketimpangan.

·       Eksploitasi dan kerusakan alam, eksploitasi sangat mungkin terjadi akibat dari banyak pihak yang mengurus tambang, hal ini juga menimbulkan kerusakan alam seperti longsor, pencemaran lingkungan, limbah.

Keempat, Menggugat Kekeliruan Berpikir Fiqih Maslahat

Menilai bahwa pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan lebih mendatangkan maslahat (kebaikan/manfaat) dibandingkan pengelolaan oleh perusahaan apalagi asing ataupun menilai bahwa penutupan dan penghentian aktivitas tambang karena mafsadat (kemudaratan/kerusakan) yang lebih besar merupakan kekeliruan dalam berpikir mengenai hukum Syara’. Setidaknya terdapat dua kekeliruan berpikir fiqih Maslahat, yaitu:

·       Rangkaian syariat bukanlah ditinjau karena ada suatu maslahat atau menghilangkan suatu mafsadat melainkan perintah dan larangan dari Allah SWT sebagai hakim. Mashalih mursalah adalah maslahat yang tidak memiliki kesaksian syara’, melainkan hanya dugaan dan wahm akal manusia.

·       Akal manusia terbatas sehingga dalam pembuatan hukum akan menimbulkan banyak penyimpangan dan kerusakan. Maslahat dan mafsadat merupakan fakta, namun fakta selalu berubah sehingga tidak bisa menjadi landasan hukum. Adapun menerapkan hukum syara’ baik tampak maupun tidak tampak maslahat dan mafsadat-nya bukanlah tujuan melainkan ketaatan yang menjadi tujuan.

 

 

Kelima, Carut Marut Tata Kelola Tambang pada Sistem Kapitalisme

Sistem ekonomi kapitalis adalah sistem ekonomi yang menekankan pentingnya hak individu untuk memiliki dan mengatur suatu sumber daya produksi serta mendapatkan keuntungan darinya. Hal ini berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang membagi hak kepemilikan (individu, umum, dan negara).

Dalam sistem ekonomi Kapitalisme, individu atau swasta atau pengusaha diberikan hak untuk memiliki harta apapun sepanjang dapat membeli atau mengelola dengan perjanjian kerjasama. Dalam Islam, pengelolaan harta diatur sesuai syariat karena Allah SWT pemilik sumber daya yang memberi izin siapa yang dapat mengelolanya.

Permasalahan muncul ketika dalam ekonomi kapitalisme, setiap individu berhak mengelola sumber daya produksi seperti air, batubara, minyak, gas, dll. Kemudian, muncul perusahaan-perusahaan besar yang masuk dengan dalih sebagai investor yang akhirnya mengeksploitasi SDA di suatu negara. Negara dalam sistem kapitalis tidak lebih hanya sebagai regulator. Karena itu, negara akhirnya mengeluarkan berbagai kebijakan untuk memudahkan para kapitalis mengeruk SDA. Misalkan, UU Cipta Kerja, UU Minerba, PP No 25 tahun 2024, dsb. Eksploitasi SDA oleh swasta seringkali menyisakan kasus-kasus korupsi seperti korupsi tambang timah sebesar Rp271 triliun, menggadaikan kepentingan masyarakat demi keuntungan kapitalis, dan menimbulkan kerusakan lingkungan.

Keenam, Tata Kelola Tambang Sesuai Syariat Islam

Dalam pandangan Islam, tambang apa pun yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak terkategori sebagai harta milik umum (milkiyyah ‘ammah). Dasarnya antara lain hadis Rasulullah saw. yang dituturkan oleh Abyadh bin Hammal ra.. Disebutkan demikian,

Sungguh ia (Abyadh bin Hammal) pernah datang kepada Rasulullah saw.. Ia lalu meminta kepada beliau konsensi atas tambang garam. Beliau lalu memberikan konsensi tambang garam itu kepada Abyadh. Namun, tatkala Abyadh telah berlalu, seseorang di majelis tersebut berkata kepada Rasulullah saw., “Tahukah Anda apa yang telah Anda berikan kepada Abyadh? Sungguh Anda telah memberinya harta yang (jumlahnya) seperti air mengalir (sangat berlimpah).” (Mendengar itu) Rasulullah saw. lalu menarik kembali pemberian konsesi atas tambang garam itu dari Abyadh.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Hadis ini memang berkaitan dengan tambang garam. Namun demikian, ini berlaku umum untuk semua tambang yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak. Ini sesuai dengan kaidah usul: “Patokan hukum itu bergantung pada keumuman redaksi (nas)-nya, bukan bergantung pada sebab (latar belakang)-nya.” (Fakhruddin ar-Razi, Al-Mahshûl fii ‘Ilm Ushûl Fiqh, 3/125).

Berdasarkan hadis tersebut, tambang apa pun yang menguasai hajat hidup orang banyak atau jumlahnya berlimpah haram dimiliki oleh swasta baik perusahaan maupun ormas keagamaan, apalagi pihak asing, termasuk haram diklaim sebagai milik negara. Dalam kepemilikan umum, negara hanya memiliki kewajiban dalam pengelolaannya, kemudian keuntungannya diberikan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Pengelolaan tambang sesuai dengan syariat Islam tidak dapat terwujud dalam bingkai sistem Kapitalisme. Sebab, Sistem Kapitalisme pasti menghendaki kebebasan dalam kepemilikan termasuk kepemilikan barang tambang. Oleh karena itu, pengaturan negara dalam seluruh bidang kehidupan di bawah syariat Islam harus segera diwujudkan. Sebab, Allah SWT jelas memerintahkan seluruh muslim baik individu, ormas, dan penguasa untuk mengamalkan syariat Islam secara menyeluruh (kaffah).

َا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian.” (QS Al-Baqarah [2]: 208).

Oleh karena itu, pemberian izin usaha pertambangan kepada ormas keagamaan merupakan salah satu bentuk penyimpangan hukum Syara’ dan bentuk kelalaian negara sebagai promotor utama kesejahteraan rakyat. Pengelolaan tambang oleh swasta baik perusahaan maupun ormas keagamaan sesungguhnya jauh dari kemaslahatan umat. Melainkan akan mendatangkan malapetaka bagi umat karena matinya peran ormas keagamaan sebagai instrumen yang mengontrol, mengoreksi, dan menasehati penguasa. 

Berdasarkan paparan di atas, Back to Muslim Identity chapter Depok menyeru kepada seluruh ormas Islam dan berpesan kepada aktivis muslim, sebagai berikut:

1.     Mendesak kepada seluruh ormas Islam agar menolak pemberian Pemerintah mengenai izin konsesi tambang karena bertentangan dengan Syariat Islam.

2.     Menyeru kepada seluruh ormas Islam untuk mengoreksi kebijakan Pemerintah berkaitan dengan pengelolaan tambang oleh swasta karena bertentangan dengan Syariat Islam sehingga menghasilkan berbagai kerusakan.

3.     Mendesak Pemerintah untuk mencabut seluruh izin tambang swasta dan mengembalikan pengelolaannya di bawah negara yang diperuntukkan bagi kepentingan dan kesejahteraan rakyat sebesar-besarnya sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

4.     Menyeru kepada seluruh ormas Islam dan ulama-ulama di dalamnya untuk memahamkan umat akan urgensitas pengaturan di bawah Syariat Islam kaffah.

5.     Mengajak seluruh aktivis muslim agar merapatkan barisan turut serta berjuang bersama ulama untuk memahamkan umat akan urgensitas pengaturan di bawah Syariat Islam Kaffah melalui lisan, tulisan, maupun aksinya.

Depok, 03 Agustus 2024

PRESS RELEASE: Tim Back to Muslim Identity chapter Depok

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :