Tinta Media - Pemerhati Remaja Kak Fathiyah Khairiyah, S.Li. mengajak muslimah Karawang untuk mengambil peran, dan bukan hanya sebagai penonton.
“Jadi membuat visi misi agar menuju goals seorang muslimah menuju surga-Nya, tentu harus mengenali diri kita sendiri, agar tidak salah langkah untuk menentukan peran kita mau berkiprah seperti apa? Prestasi seperti apa yang mau dipersembahkan kepada Rasulullah nanti?” tuturnya dalam MTR (Majelis Taklim Bulanan) untuk Muslimah Karawang: Aku Kira Mental Illnes, Ternyata Kebanyakan Screen Time” di Aula Asrama Haji, Karangpawitan, Karawang, Ahad (18/8/24) yang diselenggarakan oleh Komunitas SWI (Smart With Islam).
Kak Fathia mengajak sahabat smart untuk fokus menentukan peran yang diambil. Peran di depan layar, di belakang layar, pemain, atau bahkan mencukupkan sebagai penonton. “Realitas hari ini, kita dipaparkan dengan era digital native, ketika salah mengaplikasikan, tidak bisa mengendalikan nafsu, kita akan screen time. Dan berangkat dari screen time itu langkah awal penyebab mental illnes,” tuturnya.
Ia mengajak sahabat smart untuk menggunakan gadget dengan benar. “Bingung mau cari apa? Mau ngapain? Itu udah ciri-ciri orang terpapar screen time. Makanya manfaatkan fitur mute di sosial media, biar lebih fokus terhadap penggunaan gadget,” sambungnya dengan lugas.
Ia mengingatkan ketika habits dengan lifestyle bebas seperti halnya screen time, menjadikan standar hidup orang mudah berubah. Dulu pakaian sopan itu, standarnya tertutup, malu jika mengenakan pakaian terbuka. Tapi sekarang, mayoritas orang terbiasa dengan kostum terbuka, atau bikini dianggap sopan jika rapi dan bersih. “Bukti bahwa standar orang berubah selaras mengikuti perkembangan zaman, sehingga melahirkan tren-tren unfaedah seperti fomo, flexing, manusia nggak gerak, dsb,” tuturnya.
Kak Fathia merespons kasus yang tengah viral, 18 anak paskib dipaksa melepaskan hijab saat pengukuhan. Nah, seperti itu jika orang kebanyakan screen time, akan melahirkan manusia dengan banyak ide. Ironisnya, ide-ide yang muncul malah tuai kontroversial karena hot, terlalu bebas. “Dalam agama Islam memakai hijab hukumnya wajib ya bukan sebatas ingin terlihat sopan semata,” sesalnya.
Berangkat dari screen time, banyak sekali orang berorientasi pada hasil, mengingat banyaknya konten-konten dengan lifestyle bebas, menjadi pemicu orang harus memiliki pencapaian seperti orang lain. “Padahal bisa saja, pencapaian orang lain tidak sesuai passion kita, bakatnya beda, situasi, dan keadaan berbeda. Sehingga ketika terlalu berorientasi pada hasil, dengan standar hidup rawan berubah, tidak sedikit orang banyak tersesat dengan cara instan dan cenderung kotor. Misalnya, membuat konten porno, meskipun tidak sesuai norma-norma yang ada, karena dianggap menghasilkan cuan cepat, bisa kaya instan, sehingga cara kotor dikerjakan. “Itulah yang sekarang sedang terjadi,” bebernya.
Kak Fathia juga memberikan tips and trik agar muslimah hari ini tidak tersesat dengan maraknya gaya hidup yang aneh bin nggak masuk akal, seperti screen time yang bisa menyebabkan mental illnes. “Proud to be Muslim, kalau kita sudah PD (percaya diri) dengan agama Islam, orang mau jungkir balik seperti apapun, mau make lifestyle tren ala-ala kece bin ngehits pun, pikiran kita tidak akan teracuni oleh virus sampah itu. Tetap istiqomah dengan apa yang memang seharusnya kita kerjakan dan perjuangkan” ungkapnya.
Ia menjelaskan, meskipun pemahaman orang sekarang banyak keliru mengenai Islam. Banyak yang beranggapan bahwa Islam hanya mengatur ibadah dengan Sang Pencipta saja, selebihnya urusan masing-masing aja. “Realitas yang nggak make sanse dengan penalaran dari mana manusia berasal, banyak orang yang paham terkait penciptaan manusia itu dari Allah Swt, namun sedikit pula yang istiqomah dengan seperangkat aturan hidup seluruhnya yang ditetapkan oleh Sang Pencipta,” pungkasnya.
Menurutnya, memahami Islam sebagai problem solving dari kerusakan hari ini, harus dimulai belajar dan memahami esensi Qadha dan Qadar. “Mempelajari manusia berada dalam dua circle, pertama circle di luar ranah kita, atau bagian dari hak preogratif Allah. Kedua, circle di dalam ranah manusia. Tugas manusia fokus terhadap circle kedua. Jangan fokus terhadap respons kita dengan apa yang terjadi, tetapi fokus dengan apa yang bisa kita kerjakan setelah ujian datang menghampiri. Karna rasa kecewa berangkat dari ekspektasi yang tidak terpenuhi, jadi sandarkan standar hidup, hanya kepada Sang Pencipta agar tidak kecewa,” pungkasnya.[] Novita Ratnasari, S.Ak.