Tinta Media - Diawali dengan mengucap salam, pujian kepada Allah dan shalawat Nabi, Kiai Zainullah Muslim, ulama kharismatik asal Pasuruan, selaku Perwakilan Forum Ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah, Intelektual dan Tokoh Jawa Timur (Jatim).
Dengan rona wajah yang teduh penuh ketenangan membacakan Al-Qur’an, surah Ar-Rum ayat 41.
ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. Melalui hal itu Allah membuat mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar,” bacanya menggetarkan suasana forum.
Pembacaan hasil kajian Forum Ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah, Intelektual dan Tokoh Jawa Timur (Jatim) yang bertema “Demokrasi Rusak Parah, Mengikuti Partai Oportunis ataukah Jamaah Ulama? Saatnya Menuju Islam Kaffah dan Khilafah” itu pun berjalan dengan khidmat, serius tanpa gurauan, namun tetap dalam nuansa semangat perjuangan di jalan Islam.
Pembacaan hasil kajian yang sebelumnya diisi dengan penyampaian materi kajian dari beberapa para alim ulama, intelektual dan tokoh itu berlangsung di kediaman salah seorang ulama sekaligus tokoh Bangkalan Madura, K.H. Thoha Cholili dan juga disiarkan secara langsung (_live_) pada Minggu, 25 Agustus 2024, melalui kanal YouTube Multaqo Ulama Aswaja, sejak pukul 08.00 hingga 11.30 WIB.
Berhimpun bersama puluhan ulama, tokoh dan intelektual di atas panggung, berdiri di posisi tengah menghadap sorotan kamera di depan panggung, Kiai Zainullah menyatakan dengan gamblang bahwa telah banyak yang merasakan adanya kezaliman, kecurangan, ketidakadilan, bahkan kesewenang-wenangan yang diakibatkan oleh sistem demokrasi. Akan tetapi, masih belum banyak yang sadar atau menyadari bahwa sumber dari semua kerusakan adalah sistem demokrasi.
Padahal, ia mengungkapkan, telah banyak yang mengetahui bahwa karakter perilaku politik dalam sistem demokrasi adalah pragmatis, oportunis dan machiavellis yang menghalalkan segala cara.
“Prinsip yang dianut adalah tidak ada teman dan lawan yang abadi. Yang abadi adalah kepentingan pribadi, kelompok dan golongan. Sedangkan rakyat hanya aset, alat, bahkan objek yang dieksploitasi sesuai dengan kepentingan yang menang dan berkuasa tanpa ada nilai. Baik etika, hukum, agama dan tanpa peduli apa pun yang terjadi,” ungkapnya lagi menggambarkan realitas kebobrokan tatanan kehidupan dalam naungan demokrasi.
Di sela-sela permulaan pembacaan hasil kajian itu, Kiai Zainullah blak-blakan menyatakan, itulah yang sedang diperankan oleh politisi dan partai politik peserta pemilu demokrasi, mengikuti skenario sistem demokrasi dengan _ending_ yang bisa menyayat hati.
“Untuk itulah, kami para Ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah, Intelektual dan Tokoh Jawa Timur berkumpul menyelenggarakan forum, berikhtiar dengan mengkaji dan berdiskusi, seraya bertawakal dan meminta petunjuk kepada Rabbul Izzati (Allah Swt.) agar ada solusi bagi kebaikan negeri tercinta ini,” ucap Kiai Zainullah menjelaskan dan mengumumkan kepada hadirin dan khalayak terkait latar belakang dan tujuan forum tersebut diselenggarakan.
*Pembacaan Tujuh Kesimpulan*
Meskipun acara yang dibersamainya saat itu sudah tiga jam lebih berjalan, namun tak tampak kelelahan pada rona wajah Kiai Zainullah.
Sembari memegang lembaran kertas bersampul map berwarna hijau yang berisi pernyataan hasil kajian di tangan kiri dan menggenggam mikrofon sebagai alat pengeras suara dengan tangan kanan, Kiai Zainullah yang terlihat tidak berusia muda lagi ditandai warna putih pada janggutnya,
Dengan serius, tegap dan bersemangat kemudian membacakan tujuh kesimpulan hasil kajian.
“Satu,” sebut Kiai Zainullah dengan suara yang lantang.
“Bahwa sistem demokrasi harus dihilangkan dari kehidupan. Sebab, sistem demokrasi adalah sistem kufur, sistem rusak dan merusak, bahaya dan membahayakan. Keji, rakus, serakah, penuh ilusi dan ambisi,” terangnya tanpa ragu.
Ia melanjutkan, diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, bahwa Nabi Muhammad Saw. Bersabda,
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh ada yang membahayakan diri sendiri ataupun orang lain. Hadis riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan Ath-Thabrani,” tegasnya sembari sesekali memantapkan tatapan pandangan mata ke depan.
Yang kedua, Kiai Zainullah membeberkan bahwa koalisi apa pun yang dibentuk berdasarkan sistem demokrasi adalah koalisi yang sangat rapuh, tidak solid, gampang pecah dan tidak akan pernah menghantarkan pada kebaikan apapun.
“Sebab, keberadaannya bukan untuk kebaikan, melainkan untuk memusuhi Islam dan menghalang-halangi orang dari jalan Allah Swt.,” terangnya dengan tenang.
Dengan khidmat ia lanjut membacakan firman Allah, surah Al-Hasyr ayat 14,
لَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ جَمِيْعًا اِلَّا فِيْ قُرًى مُّحَصَّنَةٍ اَوْ مِنْ وَّرَاۤءِ جُدُرٍۗ بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيْدٌ ۗ تَحْسَبُهُمْ جَمِيْعًا وَّقُلُوْبُهُمْ شَتّٰىۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُوْنَۚ
“Mereka tidak akan memerangi kamu (secara) bersama-sama, kecuali di negeri-negeri yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu padahal hati mereka terpecah belah. Yang demikian itu karena mereka orang-orang yang tidak mengerti,” bacanya menerjemahkan.
Yang ketiga, dengan penuh keberanian Kiai Zainullah mengajak sekaligus mengingatkan bahwa sudah saatnya bagi bangsa Muslim terbesar di dunia ini untuk menginggalkan demokrasi dan mengingat kebenaran dan kebaikan yang datang dari sisi Allah Swt., yakni IsIam dengan syariat yang ada di dalamnya untuk diadopsi dan diterapkan.
Sebagai peringatan, ia pun kembali membacakan firman Allah Swt.,
اَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِ اللّٰهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّۙ وَلَا يَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْاَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوْبُهُمْۗ وَكَثِيْرٌ مِّنْهُمْ فٰسِقُوْنَ
“Apakah belum tiba waktunya bagi orang-orang yang beriman, hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan kepada apa yang turun dari kebenaran (Al-Quran). Dan janganlah mereka berlaku seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Banyak di antara mereka adalah orang-orang fasik. Surah Al-Hadid ayat 16,” sebut Kiai Zainullah.
Yang keempat, suara lantangnya kembali mengingatkan hadirin dan khalayak, bahwa melakukan amar ma’ruf nahi munkar bukan hanya tugas para ulama saja, tetapi tugas seluruh umat Islam, termasuk intelektual, tokoh, pemuda, pelajar, mahasiswa, ormas, parpol dan rakyat.
“Tujuannya agar kebenaran dan keadilan tegak, kebatilan dan kezaliman hilang, serta dihindarkan dari azab Allah Swt.” Pesannya mengajak bangsa Indonesia khususnya umat Islam untuk takut kepada azab Allah Swt.
Diriwayatkan dari Huzaifah bin Yaman r.a, Kiai Zainullah juga menyampaikan bahwa Nabi Muhammad Saw. Telah bersabda,
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوْشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْ عِنْدِهِ ثُمَّ لَتَدْعُنَّهُ فَلاَ يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya, kalian harus melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar atau Allah akan menurunkan hukumannya, kemudian jika kalian berdoa kepadanya maka Dia tidak akan mengabulkan doa kalian. Hadis riwayat Tirmidzi,” lantangnya mengingatkan.
Yang kelima, dengan keyakinan akan kepastian datangnya pertolongan Allah, dengan mantap ia menyatakan bahwa masa depan Indonesia dan dunia adalah Islam. Kepemimpinan dunia mendatang ada pada umat Islam dengan sistem khilafah islamiahnya sebagai negara utama atau _daulatul ula_ yang akan menghantarkan dunia pada keadaan yang aman dan sentosa.
“Takbir!” pekik Kiai Zainullah diikuti gemuruh pekikan takbir dari para ulama, intelektual, tokoh, baik yang berkumpul di atas panggung maupun di bawah panggung sambil bersemangat mengepalkan dan mengangkat tangan penuh keseriusan.
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang diridhainya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa, mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang tetap kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik,” ucapnya meyakinkan membacakan terjemah Al-Qur’an surah An-Nur ayat 55 sebagai dalil qath’i kepastian kebangkitan Islam dan umatnya di masa yang akan datang.
Yang keenam, sambungnya, bahwa untuk menyongsong tegaknya khilafah islamiah harus dipersiapkan generasi, baik pemuda, pelajar dan mahasiswa, agar memiliki kesanggupan untuk bersaing dan bertarung memperebutkan kepemimpinan dunia menggantikan Amerika Serikat, Eropa, Rusia dan China.
“Di dalam sebuah maqolah disebutkan, pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan, sesungguhnya di tanganmulah urusan bangsa, dan dalam langkahmu tertanggung masa depan bangsa,” gugahnya.
Yang ketujuh, tetap dalam keadaan tegap dan tak berubah dari posisi sebelumnya, di tengah himpunan ulama, intelektual dan tokoh, Kiai Zainullah menyebutkan bahwa perjuangan menegakkan khilafah islamiah meniscayakan adanya kelompok jama’ah atau _hizbun siyasun_, yaitu partai politik berideologi Islam yang mampu mewujudkan tujuannya, serta adanya dukungan dari umat kepada kelompok jama’ah atau _hizbun siyasun_ tersebut.
وَلۡتَكُنۡ مِّنۡكُمۡ اُمَّةٌ يَّدۡعُوۡنَ اِلَى الۡخَيۡرِ وَيَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡكَرِؕ وَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu ada segolongan orang-orang yang menyeru kepada kebajikan menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 104. Demikian, assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh,” tutupnya mengakhiri.
“Waalaikum salam. Takbir! Allahu Akbar! Takbir! Allahu Akbar! Takbir! Allahu Akbar,” pekik para ulama, intelektual dan tokoh beriringan dengan penuh semangat dan keseriusan, namun tidak mengurangi khidmatnya keberlangsungan acara. []
Muhar, Sahabat Tinta Media
Tangsel, Minggu (1/9/2024)