Pelatihan PMI, Peluang Kerja dengan Segala Problematika - Tinta Media

Kamis, 12 September 2024

Pelatihan PMI, Peluang Kerja dengan Segala Problematika



Tinta Media - Lapangan pekerjaan di negeri ini menjadi sesuatu yang langka saat ini. Tak ayal, pengangguran pun semakin merajalela. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi pemerintahan, tak terkecuali di daerah Kabupaten Bandung, Jawa Barat. 

Dinas tenaga kerja dan transmigrasi Kabupaten Bandung senantiasa menggelar pelatihan untuk calon migran Indonesia (PMI) yang akan diposisikan di negara Jepang. Sebab, Jepang menjadi negara yang kebutuhan terhadap tenaga kerjanya cukup tinggi, terutama untuk menjadi perawat atau pengasuh orang tua atau jompo.

Perawat atau pengurus orang tua yang sudah jompo sangat dibutuhkan warga Jepang yang notabene mereka merupakan pekerja keras yang tidak pernah mempunyai waktu untuk mengurus orang tua yang sudah jompo. Pelatihan PMI dilakukan secara gratis agar calon pekerja menguasai bahasa dan budaya Jepang. Untuk saat ini, sudah ada 20 orang yang sedang mengikuti pelatihan dan setelah selesai akan langsung diberangkatkan ke Negri Sakura tersebut. Gaji yang akan mereka dapatkan sekitar 20jt/bulan.

Pelatihan migran Indonesia dengan negara tujuan Jepang memang hal yang luar biasa. Pemerintah berusaha untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bekerja ke luar negeri dengan gaji yang menggiurkan. Padahal, sebenarnya lapangan pekerjaan di negeri sendiri menjadi peluang besar bagi rakyat jika pemerintah mengoptimalkannya. 

Peluang besar untuk menikmati pekerjaan di negeri sendiri adalah sesuatu yang bukan mustahil mengingat sumber kekayaan alam yang dimiliki negara Indonesia sangat melimpah. Masyarakat bisa diberdayakan di bidang pertanian, kelautan, kehutanan, perindustrian, dsb. Oleh karena itu, tidak perlu pelatihan pekerja untuk luar negri.

Memang, menjadi hal yang baik dan sah-sah saja saat negara melakukan kerja sama dengan negara lain. Akan tetapi, bagaimana dengan upaya pemerintah untuk membuka lapangan pekerjaan yang seluas luasnya untuk masyarakat di dalam negri? 

Sebab, PMI sendiri  mempunyai problem yang sangat besar. Problem tersebut di antaranya tidak memiliki intensif upah, dalam arti, tidak tercatat di BPJS. Selain itu, metode sosialisasi yang diterapkan cenderung satu arah, tidak dilakukan evaluasi. Rata-rata PMI didominasi oleh persoalan pendidikan dan skill yang rendah. 

Permasalahan yang lebih miris lagi ialah adanya human trafficking, kontrak kerja yang panjang, upah minim, pemerasan, pelecehan seksual, kekerasan secara fisik, bahkan ada juga yang tidak mendapatkan gaji, tidak diketahui keberadaannya,  bahkan meninggal dunia.

Pekerja migran Indonesia ini senantiasa kita sebut pahlawan devisa, dalam arti ada aliran devisa yang masuk ke dalam negeri. Devisa ini akan menambah pendapatan dan mengurangi defisit anggaran negara. Sebutan pahlawan devisa menjadikan PMI sebagai tulang punggung dan penggerak ekonomi daerah, bahkan negara. Hal ini menjadikan negara berlepas tangan dari kewajiban dan tanggung jawabnya dalam menjamin kehidupan masyarakat.

Diketahui juga bahwa mayoritas PMI adalah perempuan dengan alasan pemberdayaan perempuan. Padahal, dengan pemberdayaan perempuan ini, problem-problem turunan muncul, seperti perdagangan manusia, pelecehan, pemerkosaan, penganiayaan, dll. 

Sementara itu, negara senantiasa membuka pintu selebar-lebarnya untuk TKA, bahkan negara menerapkan kebijakan berupa perlindungan keamanan dan perlakuan khusus bagi para TKA. 

Dari sini nampak jelas bahwa peran negara hanyalah sebagai regulator atau fasilitator bagi asing, bukan sebagai pengurus dan pelindung bagi rakyat. Inilah watak dari sistem demokrasi kapitalis yang rusak dan merusak tatanan kehidupan negara, masyarakat, maupun individunya.

Lain halnya dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, negara mempunyai kewajiban untuk memelihara dan mengatur urusan umat, termasuk ketersediaan lapangan pekerjaan berdasarkan aspek kewajiban mencari nafkah bagi laki-laki. 

Lapangan pekerjaan disediakan secara maksimal hingga setiap kepala keluarga mendapatkannya dengan gaji yang layak. 

Pemimpin dalam Islam akan memberikan edukasi kepada rakyat demi meningkatkan wawasan dan keahlian melalui pendidikan, sehingga menghasilkan SDM yang berkualitas tinggi. 

Selain itu, rakyat tidak perlu mengandalkan gaji untuk memenuhi kebutuhan asasinya sebab negara telah mencukupi segala kebutuhan mereka secara cuma-cuma. Harta tersebut diambil dari kepemilikan umum yang dikelola negara dan hasilnya kembali kepada rakyat sebagai pemilik harta. Inilah mekanisme pengaturan dalam Islam yang komprehensif sehingga mampu menutup celah munculnya berbagai problem PMI ini. Wallahu'alam bisshawab.



Oleh: Tiktik Maysaroh 
(Aktivis Muslimah Bandung)
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :