Pamong Institute: PP Penyediaan Alat Kontrasepsi Melenceng dari Tujuan Pendidikan - Tinta Media

Minggu, 01 September 2024

Pamong Institute: PP Penyediaan Alat Kontrasepsi Melenceng dari Tujuan Pendidikan

Tinta Media - Menanggapi berlakunya PP No.28/2024 terkait penyediaan alat kontrasepsi di sekolah, Direktur Pamong Institute Wahyudi Al-Maroky menilai ini sudah melenceng dari tujuan pendidikan.

"Nah, jadi kalau dibilang fokusnya kepada alat reproduksi terkait menjaga kesehatan apalagi sampai alat kontrasepsi diberikan akses atau ketersediaan di berbagai tempat atau daerah atau sekolah bahkan kampus dan seterusnya, saya pikir ini sudah terlalu jauh melenceng dari tujuan pendidikan," tuturnya dalam video Teken PP 28, Jokowi Legalkan Seks Bebas bagi Siswa di kanal YouTube Bincang Bersama Sahabat Wahyu, Kamis (8/8/2024).

"Saya pikir tidak sesuai dengan landasan Idiil maupun landasan konstitusional dalam konteks membuat kebijakan," imbuhnya.

Menurutnya, jika PP terkait dengan pelaksanaan undang-undang kesehatan semestinya, bagaimana memberikan akses layanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia dengan baik, terjamin kesehatan masyarakat bukan malah mempersoalkan terkait dengan masalah alat-alat reproduksi terutama yang ditujukan kepada anak-anak remaja dan sekolah. Ini justru bisa memicu persoalan baru. Makanya muncullah isu bahwa ini melegalisasi seks bebas di kalangan remaja terutama anak-anak millenial. "Nah, semestinya yang keluar bukan PP terkait dengan urusan alat kontrasepsi maupun pelayanan kesehatan seperti itu. Harusnya fokus pada peningkatan iman dan takwa," ujarnya.

"Jadi manusia Indonesia itu harusnya dididik kepada manusia yang mengajak kepada ketakwaan, menjadi manusia yang baik secara moral maupun secara intelektual dan juga dari segi fisik terkait kesehatan. Ini yang harusnya fokus di situ," tambahnya.

Ia memandang bahwa dengan fokus pada persoalan pelayanan kesehatan yang justru memicu atau bahkan bisa mendorong fasilitasi atau bahkan melegalkan seks bebas kalau dalam ajaran agama, dikategorikan menghalalkan perzinaan. "Jadi menurut saya, sudah bertentangan dengan norma agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat Indonesia, mayoritas muslim. Bahkan saya pikir perzinaan itu, semua agama melarangnya," terangnya.

Tidak Sensitif dan Antisipatif

Ia mengatakan bahwa cara berpikir pengambil kebijakan negara itu hanya berpikir pendek atau bersifat insidental atau sifatnya hanya membahas persoalan faktual. Tidak melakukan pencegahan dini dengan mencegah terjadinya korban. "Jadi persoalan seriusnya di sini adalah bagaimana cara berpikir yang antisipatif. Karena memfasilitasi supaya tidak terjadi aborsi, supaya tidak terjadi kehamilan di luar nikah malah dikasih alatnya bukan dicegah perbuatannya," ungkapnya.

"Ini menurut saya, negara yang dikelola dengan cara sekuleristik yang akhirnya tidak melihat norma-norma agama yang melarang maupun norma-norma moral yang seharusnya diangkat, sehingga efeknya hanya mencegah atau mengobati atau memberikan antisipasi kepada dampak yang sudah terjadi," terangnya.

Kualitas Rendah
Ia menyatakan bahwa dengan landasan cara berpikir yang _sekuleristik_ akan berdampak kepada kebijakan yang berkualitas rendah. Kebijakan dan cara berpikir yang sifatnya hanya memadamkan api bukan mencegah. "Ini yang harus diperbaiki, bahkan mungkin harus direvisi ulang atau diperbaiki," bebernya.

Kebijakan Ngawur

Menurutnya, ini kebijakan ngawur, tidak dipikirkan antisipasi atau memang sengaja ingin merusak generasi. Harusnya anak-anak muda bisa berpikir lebih jernih, waktu yang digunakan untuk menghasilkan kebaikan, penemuan-penemuan baru bagi bangsa. Malah difasilitasi untuk pacaran, berhubungan seks bebas ke sana kemari sehingga yang dihasilkan adalah penyakit seksualitas, perusakan moral dan seterusnya.

Kerugian

Ia mengungkapkan bahwa pertama, kerugian secara modal sosial atau social cost tinggi. Bahwa barangsiapa saja bisa difasilitasi..., Negara punya kewajiban untuk memfasilitasi baik anak-anak usia sekolah maupun anak remaja termasuk orang-orang yang tidak berusia remaja bahkan bisa difasilitasi mendapatkan akses mendapatkan alat-alat kontrasepsi. Ini menunjukkan negara bukan mencegah tetapi menfasilitasi. Kerugian kedua, adalah generasi-generasi ke depan difasilitasi bukan untuk mengembangkan diri, bukan untuk mempersiapkan masa depan tetapi justru untuk terjadi pergaulan bebas, perzinahan yang sangat dilarang agama, menimbulkan dosa besar dan bisa memancing terjadinya musibah atau bencana alam. 

"Kerugian bagi negeri ini bukan hanya kerugian moral tetapi bisa mengundang bencana yang kerugiannya akan jauh lebih besar lagi," tuturnya.

Perlu Dikritisi

Ia mengatakan perlu untuk mengkritisi kemudian menyampaikan pandangan-pandangan, mengkritik kebijakan tersebut. Menasehati penguasa. Menggunakan akses-akses yang ada untuk melakukan perubahan kebijakan agar tidak dilanjutkan atau bahkan melakukan judicial review ke Mahkamah Agung. 

"Perlu diuji materil atau peninjauan ulang yang diajukan oleh aktivis maupun para pemuda yang merasa terganggu maupun merasa dirugikan terhadap kebijakan ini," tukasnya.

Solusi

Ia mengingatkan, perlu dakwah menyadarkan umat, menyadarkan masyarakat bahwa kebijakan ini buruk, mengancam masa depan negeri ini terutama menjerumuskan para pemuda dan pemudi. Agar semakin banyak yang paham bahwa kebijakan ini keliru, sembrono, ugal-ugalan.

Dalam sistem Islam, lanjutnya, sangat antisipatif dilakukan antisipasi dengan berbagai aturan. 

"Dalam kitab Nizham Ijtimai dijelaskan bahwa pergaulan pria dan wanita itu dalam rangka untuk melestarikan keturunan bukan hanya sekedar pemuasan kebutuhan seksual. Sehingga kalau ingin berhubungan memang harus menjadi pasangan suami istri yang sah secara agama maupun secara negara untuk melahirkan generasi berikutnya," tandasnya.[] Ajira

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :