Ketika Zina Merajalela Berbagai Penyakit Mendera - Tinta Media

Sabtu, 14 September 2024

Ketika Zina Merajalela Berbagai Penyakit Mendera

Tinta Media - Sama seperti diriku, wajah para peserta seminar itu menunjukkan keterkejutan luar biasa. Mereka begitu tercengang dengan penjelasan Bidan Rehni terkait berbagai penyakit akibat zina pada seminar “Selamatkan Generasi dari Perbuatan Zina” di ruang kelas salah satu sekolah Islam di Kabupaten Bandung 25 Agustus 2024 lalu.

Bagaimana tidak! tanpa disadari oleh masyarakat, perbuatan zina telah menyebabkan munculnya lebih dari 20 jenis penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang sebagian besarnya belum ditemukan obatnya.

Suara istighfar dari peserta yang hadir menggema di ruangan berukuran 5 x 20 meter itu saat Bidan Rehni menyebut satu persatu berbagai jenis penyakit infeksi menular seksual akibat zina.

“Ada kondiloma akuminata, penyebab kanker serviks, kanker penis, kanker anus, kanker rongga mulut, ada ulkus mole, herpes simpleks genitalis, hepatitis B dan C, limfogranuloma venereum, vaginitis, trikomoniasis, sarcoma-Kaposi, skabies, pedikulosis pubis, zika, ebola, monkey pox,” ungkap Bidan rehni menyebut berbagai penyakit itu.

Terlebih setelah ditayangkan gambar mengerikan dari tubuh-tubuh yang terserang penyakit itu, semakin membuka mata bahwa akibat zina memang mengerikan.

Peserta seminar juga dibikin tercengang saat dipaparkan data tahun 2010 yang merujuk dari ANTARA bahwa 62,7 % remaja SMP sudah tidak perawan, dan 21,2 persen remaja Indonesia pernah melakukan aborsi. Ditambah lagi data dari BKKBN 2023 bahwa 60 % remaja usia 16-17 tahun di Indonesia melakukan seks pranikah.

Bidan Rehni masih melanjutkan penjelasannya, zina yang dilarang oleh agama tetapi justru banyak dilanggar oleh remaja membuat Indonesia menduduki peringkat teratas jumlah orang terkena HIV/AIDS dibanding negara-negara ASEAN lainnya. "Tak ayal negeri dengan penduduk mayoritas Muslim ini kehilangan produktivitas," sedihnya.

Lebih menyedihkan lagi orang yang terkena HIV/AIDS justru di usia produktif. “Paling banyak kasus HIV/AIDS di kelompok umur 20 – 49 tahun yaitu sebesar 85,7 % yang merupakan usia produktif,” ucap Bidan Rehni dengan nada prihatin melihat kenyataan buruk usia produktif yang justru menjadi beban karena penyakit.

Hari sudah semakin siang, namun peserta tetap fokus menyimak jalannya seminar. Meski ruang memanjang, panitia mendesain posisi duduk peserta berada di sayap kiri dan kanan ruangan, sementara pembicara serta perangkat acara berada di tengah ruangan. Dengan desain seperti itu membuat peserta bisa fokus menyimak. Dibantu dengan dua layar besar yang dipasang di sisi kanan dan kiri pembicara, menambah kondusif pelaksanaan seminar.

Irmawati, SST. moderator di acara itu, menyapa peserta untuk lebih mengondusifkan suasana setelah Bidan Rehni selesai menyampaikan pemaparan. Tidak lupa, ia juga menyapa peserta yang ada di ruang zoom. 

Sekitar 76 tokoh lintas profesi yang ada di ruangan itu, ditambah 32 peserta di zoom masih antusias menyimak paparan materi selanjutnya.

Mengawali penyampaiannya, Ustadzah Qory yang menjadi pembicara kedua di acara itu menyapa peserta dengan pertanyaan, “Ibu-Ibu, fakta yang dibeberkan oleh Bidan Rehni tadi sudah atau belum terjadi?”

“Sudaaah,” jawab peserta kompak.

Qory pun menjelaskan bahwa kondisi memprihatinkan anak-anak remaja yang terserang berbagai penyakit IMS inilah yang mendorong pemerintah memberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.

Ia melanjutkan penjelasannya, PP no 28/2024 antara lain dimaksudkan untuk memberikan informasi dan pelayanan kepada remaja terkait kesehatan reproduksi remaja melalui pemberian informasi dan pelayanan sehingga remaja mengenal alat reproduksinya.

“Dengan pengetahuan ini diharapkan remaja bisa menjaga diri sehingga terhindar dari penyakit IMS dan terhindar dari kehamilan yang tidak diinginkan,” ucap Qory mengungkap tujuan sebenarnya dari PP 28 itu.

Namun, ia menyesalkan, niat baik melindungi remaja ini tidak dibarengi dengan solusi yang benar sehingga alih-alih menyelesaikan masalah, yang terjadi justru masalah semakin parah.

“Landasan berpikir yang memunculkan aturan ini adalah landasan sekularisme, liberalisme dan HAM. Alih-alih melindungi remaja dari pergaulan bebas, yang ada, dengan aturan ini remaja seolah-olah diajarkan bagaimana pintar seks tetapi tidak berakibat pada kehamilan tidak diinginkan dan terhindar dari penyakit infeksi menular seks,” ujarnya sambil menarik nafas panjang membayangkan kerusakan remaja yang akan semakin parah jika aturan ini benar-benar diterapkan.

“Saat perlindungan negara lemah, masyarakat sekuler-liberal-hedonis, dibombardir rangsangan seksual, dibombardir pemikiran rusak, keluarga broken home, pendidikan agama minim, dakwah dipersekusi, ditambah PP 28/2024, akankah menyelamatkan generasi?” pancing Qory.

“Tidaaaak!” jawab peserta serentak dengan nada tinggi.

Qory lalu menandaskan bahwa pengesahan PP 28/2024 merupakan kebijakan rusak dan merusak, memperparah kerusakan yang ada, serta menunjukkan lemah dan rusaknya kualitas pemimpin dan pengambil kebijakan.

“Ibu-Ibu setuju dengan kesimpulan saya ini?” tanyanya kepada audien.

“Setuju!” jawab mereka.

Qory pun mengamini paparan Bidan Rehni bahwa zina merusak kesehatan dan menimbulkan berbagai macam penyakit dengan mengutip hadis Rasulullah saw. riwayat Ibnu Majah, “Tidaklah tampak perbuatan keji (zina) di suatu kaum, sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya.”

“Ibu-Ibu! Hadis ini sudah terbukti, bahwa ketika zina merajalela maka muncul berbagai macam penyakit sebagaimana pemaparan bidan Rehni tadi, bahwa ada lebih dari 20 macam infeksi menular seksual akibat perbuatan zina. Betuuul?” tukas Qory.

“Betuul,” jawab peserta.

Qory lalu mengajak peserta untuk merenungi bahwa isu kesehatan reproduksi yang ramai diperbincangkan saat ini bukan semata persoalan kesehatan atau saintifik, tetapi ada paradigma ideologi sekularisme-liberalisme-kapitalisme bahwa seks adalah hak asasi manusia.

Agar peserta mendapat gambaran solusi bagaimana mencegah zina yang sudah merajalela di kalangan remaja, ia meyakinkan kepada peserta bahwa generasi butuh solusi hakiki untuk menyelamatkan dari kehancuran, di mana solusi itu harus berasal dari Allah Swt., bersifat komprehensif dan sistemik, berimplikasi keberkahan dunia akhirat, dan menjaga posisi manusia sebagai hamba Allah Swt.

“Solusi itu adalah sistem Islam, yang jika sistem itu diterapkan, generasi akan terjaga kesucian, kemuliaan, dan kehormatannya,” tegasnya.

Ia menjelaskan lebih lanjut, bahwa Islam memiliki akidah ruhiyah dan akidah siyasiyah, yang dengan kedua akidah itu generasi akan terjaga.

“Akidah ruhiyah, adalah keyakinan bahwa apa pun yang dilakukan manusia ada konsekuensinya di akhirat. Sedangkan akidah siyasiyah adalah keyakinan bahwa Islam memiliki seperangkat aturan hidup yang mengatur semua aspek kehidupan termasuk menjaga kemuliaan remaja,” ucapnya menjelaskan, khawatir peserta belum paham istilah yang kedengaran asing itu.

Peserta semakin mendapat gambaran utuh saat Qory menjelaskan bahwa pelaksanaan akidah siyasiyah ini, dibebankan kepada negara sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Imam adalah pengurus, dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.”

Terlebih setelah dijelaskan bahwa tanggung jawab negara dalam melindungi generasi diwujudkan dengan menerapkan sistem ekonomi, sistem informasi, sistem pendidikan, sistem pergaulan, sistem sanksi, proteksi dan rehabilitasi, serta ketakwaan individu.

“Dan yang mampu menjalankan fungsi serta tanggung jawab tersebut hanya negara yang menerapkan sistem Islam secara utuh yaitu daulah khilafah islamiah,” tandasnya mengenalkan kepada peserta tentang nama negara dalam sistem Islam.

 “Agar masyarakat terhindar dari zina kita harus menyadarkan umat bahwa akar segala kerusakan adalah penerapan sekularisme liberalisme. Umat juga harus meyakini bahwa hanya Islam sajalah solusi berbagai masalah kehidupan,” ajak Qory kepada peserta agar tak diam melihat kerusakan ini.

Ia melanjutkan, tegaknya Islam juga harus diperjuangkan, dan perjuangan itu membutuhkan kontribusi semua elemen umat yaitu individu, masyarakat, dan negara.

“Apakah ibu-ibu siap terlibat langsung dalam perjuangan Islam?” tanyanya meninggi.

“Siaaap!” jawab peserta penuh semangat.

Sampai selesai Qory memaparkan materi, peserta tetap antusias mengikuti jalannya seminar. Pertanyaan dan pernyataan pun mereka lontarkan mulai dari menambahkan fakta kerusakan sampai mempertanyakan bagaimana metode perjuangan untuk mengubah sistem yang rusak. Namun karena waktu terbatas tidak semua pertanyaan terbahas.

Kemudian acara ditutup dengan doa oleh Ustadzah Sumiati. Air mata peserta bercucuran terlarut dalam khusyuknya doa yang dipimpin oleh ustadzah di salah satu sekolah tahfidz, Rancaekek, Kab. Bandung.

Sebelum peserta beranjak dari tempat duduknya, Ustadzah Wida Yuniarti. S.E. sebagai MC menegaskan, “Ibu-Ibu para tokoh! Siapkah memperjuangkan tegaknya Islam kafah, agar generasi terselamatkan?”

“Siaaap!” pekik sekitar 76 tokoh lintas profesi yang ada di ruangan itu.

Semangat perjuangan yang masih membara, terbawa pulang oleh peserta saat acara usai dan kembali ke rumah masing-masing.

Rancaekek, 03092024

Oleh: Irianti Aminatun, Sahabat Feature News

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :