Tinta Media - Pernikahan bahagia adalah dambaan setiap pasangan. Suami mempunyai tanggung jawab atas nafkah lahir dan batin, dengan cara memuliakannya. Namun fakta di lapangan justru banyak wanita yang menjadi korban kekerasan suaminya sendiri. Rumah tangga yang diharapkan bisa menjadi sumber kebahagiaan tersebut pun pupus. Banyaknya tontonan yang memperlihatkan sebuah rumah tangga yang menyenangkan membuat beberapa orang hanya ingin menikah bukan siap menikah, sehingga belum bisa untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam rumah tangga hingga berujung kekerasan.
Seperti kasus yang baru-baru ini terjadi menimpa seorang selebgram yaitu cut intan Nabila. Salah satu korban kekerasan dalam rumah tangga. Kemudian beredar video Instagram miliknya, terungkap bahwa Armor Toreador (suami cut intan Nabila) memukuli istrinya berkali-kali hingga bayinya berusia 1 minggu tertendang. Akhirnya Polres Bogor bergerak menuju rumah keduanya di Sukaraja, Kabupaten Bogor.
(detiknews.com, 15/08/2024).
Selain itu kasus kekerasan lainnya dialami oleh presenter Altaf Vicko, yang dilaporkan oleh istrinya, Shahnaz Anindya atas dugaan KDRT. Shahnaz Anindya mengaku KDRT itu sudah terjadi berulang kali. Sampai akhirnya dia memilih untuk membuat laporan. Polisi pun menetapkan Altaf Vicko sebagai tersangka. Melalui visum polisi juga sudah memeriksa lima orang saksi. (detikhot.com, 21/08/ 2024).
Berbagai kekerasan yang terjadi tentunya disebabkan oleh beberapa faktor seperti perselingkuhan. Rasa marah dan cemburu yang tidak terkontrol, karena merasa dikhianati oleh seseorang yang dianggapnya sudah dipercaya akhirnya dilampiaskan dengan kekerasan verbal/fisik. Masalah ekonomi pun dapat menjadi penyebab adanya kekerasan, jika seorang istri tidak dapat mengelola uang nafkah dari seorang suami dengan baik, maka penghasilan yang di dapat suami selalu merasa tidak cukup dan hal tersebut dapat menimbulkan konflik.
Ditambah lagi suami mengabaikan pemberian nafkah kepada istri dan anak, sehingga menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Bentuk kekesalan pun dilampiaskan melalui kekerasan yang meninggalkan luka fisik dan psikis atau bahkan hingga tak bernyawa pada korbannya. Tentu hal ini sangat membuat geram masyarakat yang melihatnya, meminta sang pelaku untuk dihukum seberat beratnya.
Maka dalam hal ini pemerintah berupaya menangani kasus KDRT dengan tujuan memberikan perlindungan secara maksimal berupa Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Selain itu juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Peraturan Presiden Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, kasus KDRT bukannya berkurang malah makin menjadi. Sementara kasus KDRT ini pun bukan hanya berdampak pada korban tetapi juga masyarakat umum khususnya pemuda yang tidak ingin menikah dan malah takut akan menikah, karena menganggap menikah adalah hal yang menyeramkan.
Sebenarnya masalah KDRT bukan hanya karena kepemimpinan suami, tetapi penyebab utamanya adalah tidak diterapkannya aturan yang benar dalam mengatur hubungan suami dan istri, hubungan antara seorang pemimpin dan yang dipimpinnya. Bahkan sistem demokrasi sekuler yang memisahkan agama dalam kehidupan yang membuat banyak rumah tangga muslim tidak memahami tujuan berumah tangga maupun hak dan kewajibannya.
Maka perlu diperhatikan untuk mempersiapkan pernikahan secara matang. Kemudian belajar apa saja peran suami dan peran istri yang seharusnya. Islam memerintahkan untuk setiap anggota keluarga memahami kewajiban dan haknya. Seorang laki-laki berperan sebagai qawwam (pemimpin). Sedangkan seorang perempuan berperan sebagai al-Umm wa Robbatul Bayt dan madrasatul ula. Oleh karena itu suami dan istri harus paham hukum syariat terkait tugas dan peran masing-masing.
Seorang perempuan diciptakan lemah bukan untuk menjadi objek pelampiasan amarah laki-laki melainkan untuk menciptakan sakinah seperti dalam ayat berikut:
"Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum berpikir." (TQS. Ar-Rum : 21).
Perempuan berasal dari tulang rusuk laki-laki yang dekat dengan hati untuk dicintai, berada dibalik tangan untuk dilindungi. Diambil dari tulang yang letaknya di tengah tubuh laki-laki, agar wanita sejajar, dan beriringan saling melengkapi mendampingi laki-laki. Perempuan memang diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, tidak untuk dibiarkan, didiamkan, diacuhkan sehingga kian membengkok. Namun tidak pula untuk dipukul dan dikerasi, atau diluruskan secara paksa, maka bisa patah karenanya.
Seperti sabda Rasulullah SAW:
“Dan dari Hakim bin Muawiyah Al-Qushayri dari ayahnya, dia berkata: Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah hak istri terhadap suaminya?” Beliau bersabda, “Hendaklah engkau memberinya makan jika engkau makan, dan memberinya pakaian jika engkau berpakaian. Janganlah kamu memukul wajahnya, jangan pula kamu mengucapkan kata-kata yang buruk, dan janganlah kamu mendiamkannya kecuali di dalam rumah.” (HR. Abu Dawud)
Namun terdapat pula seorang istri yang membangkang pada suaminya sebagaimana istri nabi Nuh dan nabi Luth. Islam menyikapinya dengan cara yaitu jika tidak bisa dinasihati baik-baik maka didiamkan, jika tidak berubah juga hingga perlu menggunakan tangan.
Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an:
"Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, berilah mereka nasihat, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (jika perlu,) pukullah mereka (dengan cara yang tidak menyakitkan). Akan tetapi, jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi dan Maha Besar." (TQS. An-Nisa : 34)
Dalam memukul istri pun ada caranya seperti sabda Rasulullah SAW:
“Kewajiban istri bagi kalian adalah tidak boleh permadani kalian ditempati oleh seorang pun yang kalian tidak sukai. Jika mereka melakukan demikian, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membekas” (HR. Muslim no. 1218). Berdasarkan hadits tersebut cara memukulnya yaitu tidak membekas baik luka fisik atau psikis.
Maka jelas hanya dengan sistem Islam, masalah KDRT diselesaikan dengan sanksi (uqubat Islam). Jika kasus menyakiti bagian tubuh hingga membunuh maka berlaku hukum qishas (hukuman setimpal). Hal ini akan memberikan efek jera bagi pelaku maupun masyarakat. Yaitu sebagai penebus dosa bagi pelaku kelak diakhirat, sementara bagi masyarakat sebagai upaya preventif agar masyarakat tidak melakukan tindakan serupa.
Begitu indahnya jika keluarga diatur dengan sistem Islam maka tidak adanya praktik kekerasan dalam rumah tangga. Berbeda dengan peraturan saat ini yaitu peraturan buatan manusia makin memperparah kasus kekerasan dan menimbulkan banyak penderitaan dalam rumah tangga. Sehingga dengan menerapkan Islam secara kaffah keluarga akan terlindungi dan sejahtera.
Wallahu a'lam.
Oleh : Mukhlisatun Husniyah, Muslimah Peduli Generasi