Tinta Media - “Sudah di baca Bab 16?” Ucap Om Joy balik bertanya saat salah satu peserta bertanya tentang penulisan ending yang merupakan bagian dari anatomi FN di pertemuan ketiga dalam acara pelatihan menulis Feature News, Rabu 28 Agustus 2024 via daring.
“Sudah Om!” jawab penanya itu.
“Dibaca dengan lampirannya?” pancing Om Joy.
“Belum!” jawab penanya.
“Sekalipun teori membuat FN yang ada dalam buku “Tips Taktis Menulis dari Sang Jurnalis jilid 2” sudah dibaca, tetapi kalau membacanya sekilas, apalagi tidak diikuti dengan membaca instruksi yang ada dalam bab-bab tersebut, seperti membaca lampirannya misalnya, maka tidak akan mendapatkan apa-apa, tidak akan mendapatkan ilmu tentang menulis FN!” ujar Om Joy tampak kecewa karena muridnya tidak serius mengikuti instruksinya.
Dari raut wajahnya, tampak penyesalan dari penanya karena ketidakpatuhannya mengikuti instruksi gurunya.
“Dari bab satu sampai bab 16 di buku itu, saya susun dengan berurutan termasuk instruksi membaca lampiran dalam setiap babnya ditujukan agar pembaca menguasai cara menulis FN murni, sehingga membacanya harus serius dan utuh. Kalau bacanya sekilas tidak akan mendapatkan apa-apa,” tandasnya memotivasi peserta agar serius membaca buku dan mengikuti instruksi.
Mencantumkan Sumber Rujukan
“Bagaimana cara mencantumkan sumber rujukan dalam FN yang kami buat,” tanya peserta yang lain.
“Jika yang ingin diceritakan sudah banyak dibincangkan orang, orang sudah banyak yang tahu, saya enggak sebut rujukannya. Tetapi kalau pernyataan yang sensitif, barulah disebut rujukannya,” jawab pengasuh Tinta Media itu.
Agar peserta memiliki gambaran utuh tentang seperti apa pernyataan sensitif sehingga perlu mencantumkan rujukan, Om Joy mencontohkan di halaman 105 di buku itu, “Bila negara kita ini mengambil dasar negara berdasarkan Pancasila, sama saja kita menuju jalan ke neraka...,” ia membacakan pernyataan dimaksud.
Menurutnya, pernyataan itu sensitif, sehingga perlu mencantumkan rujukannya, yang ia tulis di paragraf selanjutnya. Ia lalu menampilkan paragraf itu melalui layar monitor: “Tentu saja para hadirin dalam sidang Konstituante itu terkejut mendengar pernyataan lelaki yang aktif di ormas Muhammadiyah tersebut. Tidak saja pihak pendukung Pancasila, juga para pendukung negara Islam sama-sama terkejut,” ujar KH Irfan Hamka menceritakan ketegasan sang ayah seperti tertulis dalam bukunya yang berjudul Kisah-Kisah Abadi Bersama Ayahku Hamka.
“Itu contoh pernyataan sensitif dan bagaimana mencantumkan rujukannya,” tandasnya.
Om Joy juga mengingatkan kepada peserta agar jangan sampai pencantuman sumber di teks membuat pembaca terganggu menikmati alur cerita.
“Tetapi tidak masalah kan Om, jika di bawah tulisan dicantumkan buku-buku yang menjadi sumber rujukan tulisan?” tanya peserta lagi.
“Enggak masalah!” jawab Om Joy.
Kutipan
Salah satu peserta masih belum paham saat membaca kutipan, “ Nyawa saya...saya berikan hanya untuk 2 hal. Pertama, ibu dan ayah. Kedua untuk Islam.”
Kutipan itu ada di salah satu FN yang dibuat Om Joy dengan judul ‘Khotbah Jumat pun di Atas Rantis Brimob.’
“Apakah kutipan tersebut adalah teras/lead yang menjadi bagian dari anatomi FN,” tanyanya.
“Tentang kutipan yang sering muncul di FN saat dimuat oleh media, itu bukan bagian dari FN tetapi bagian dari lay out untuk mengisi ruang kosong jika beritanya kurang panjang, dan juga untuk menambah artistik tampilan,” jawab Om Joy.
FN Rasa SN
Di detik-detik terakhir sebelum acara berakhir, ada peserta yang minta dijelaskan tentang FN rasa SN.
“Detailnya akan dibahas di pertemuan Sabtu mendatang. Silakan baca bab 17. Jangan lupa lampirannya dibaca juga!” jawab Om Joy sekaligus mengakhiri pertemuan itu.
Oleh: Irianti Aminatun, Sahabat Tinta Media