Idealisme Parpol Islam Tergadai demi Bancakan Kue - Tinta Media

Jumat, 06 September 2024

Idealisme Parpol Islam Tergadai demi Bancakan Kue



Tinta Media - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) resmi menyatakan bergabung ke dalam Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus). (Selasa, 20/8/2024). Dalam konferensi pers di Tangerang, Presiden PKS Ahmad Syaikhu menyatakan bahwa PKS menyatakan diri bergabung dengan KIM Plus dan mendukung pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Hal ini berdasarkan pada hasil musyawarah majelis syura PKS ke-11 yang dilaksanakan tanggal 9 hingga 12 Agustus 2024 kemarin. Syaikhu menyebutkan juga bahwa bergabungnya PKS ke dalam KIM Plus sebagai suatu ikhtiar, walaupun ada kekhawatiran akan ditinggalkan oleh pemilih.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro menilai bahwa daya tahan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk mengambil sikap sebagai oposisi pemerintah kini sudah jauh berkurang sehingga berubah haluan dengan bergabung ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.  

“Secara institusional, PKS ini sudah berada di luar kekuasaan selama dua periode, sehingga daya tahan politiknya berkurang. Apalagi jika harus kembali ‘berpuasa politik’, tentu bukan hal mudah,” ujar Agung kepada Kompas.com, Selasa (20/8/2024) malam. 

Agung melanjutkan, bergabungnya PKS ke KIM Plus juga tak lepas dari tawaran jabatan yang menggiurkan.

Pernyataan-pernyataan ini menggambarkan pragmatisme politik yang dilakukan oleh parpol-parpol, termasuk PKS. Fakta masuknya PKS ke KIM Plus dinilai sudah meninggalkan citranya sebagai partai yang 'konsisten' dalam menjaga demokrasi. 

Sebagai partai oposisi yang memiliki visi menjadi Partai Islam rahmatan lil 'alamin yang kokoh dan terdepan dalam melayani rakyat, seharusnya PKS berupaya untuk tetap dalam aktivitas mengoreksi kebijakan pemerintah jika tidak sesuai dengan ajaran Islam. Namun, realitas menunjukkan bahwa idealisme mereka kalah oleh realitas politik yang terjadi, yang lebih menghantarkan mereka untuk berebut kekuasaan dengan meninggalkan kubunya di masa pilpres yang baru lalu.

Hal seperti ini sebenarnya tidak aneh terjadi dalam sistem politik demokrasi. Selain PKS , sebagian besar parpol-parpol “berbasis umat Islam” telah lebih dulu  mengorbankan idealismenya demi kepentingan kekuasaan tanpa merasa berdosa terhadap umat dan agamanya dengan dalih masih bertujuan memperjuangkan perbaikan. 

Pragmatisme politik demokrasi telah berhasil mengubah tujuan parpol Islam dari kepentingan agama dan umat, menjadi kepentingan pribadi atau kelompok tanpa peduli halal dan haram. Politik demokrasi yang tegak atas asas sekulerisme (fashlud-din ‘an al-hayaah; memisahkan agama dari kehidupan masyarakat), mengklaim bahwa pemerintahan dibangun dengan prinsip dari, oleh, dan untuk rakyat. Kepentingan rakyat di atas segalanya. Kenyataannya, itu semua hanya slogan semata untuk menipu rakyat demi kepentingan para penguasa dan pengusaha. 

Berbagai produk hukum dan kebijakan dibuat oleh parlemen, dipaksakan untuk dilegalkan oleh segelintir pengendali kekuasaan (politisi) dan keuangan (cukong/pemodal) untuk kepentingan mereka, sekalipun harus menyengsarakan rakyat. Tengoklah UU semisal Omni Buslaw Cipta Tenaga Kerja yang sangat berpihak kepada pengusaha dan merugikan para buruh.

Ironisnya, pragmatisme ini akhirnya dapat menimbulkan citra buruk pada Islam dan pada parpol Islam hakiki yang benar-benar ingin memperjuangkan Islam. Bukan tidak mungkin, masyarakat akan semakin skeptis terhadap parpol dan politik Islam dengan menganggap politik Islam itu kotor, buruk, menipu, dan manipulatif. Hal ini bisa membahayakan upaya penegakan kembali sistem Islam di muka bumi. 

Selain itu, seharusnya parpol-parpol Islam tersebut belajar dari peristiwa sejarah umat Islam, dalam perjuangan melalui jalan politik demokrasi. Tujuan untuk  mewujudkan  Islam rahmatan lil'alamin, ternyata tidak mampu diwujudkan melalui politik demokrasi, karena politik demokrasi bersifat pragmatis-transaksional didasarkan asas manfaat, yang bisa berubah-ubah manakala manfaat yang didapat lebih besar. 

Alhasil, saat Islam diaplikasikan di dunia demokrasi, ia tidak berkontribusi apa pun terhadap umat, terkhusus kaum muslimin. Demokasi hanya menjadi jalan pahit dan sulit bagi umat Islam untuk menegakkan syariah Islam secara totalitas.  

Contohnya, seperti saat kemenangan telak Ikhwanul Muslimin tahun 2011 dalam Pemilu Mesir. Saat itu, Mursi menjadi Presiden Mesir, tetapi hanya satu tahun, karena aspirasi penerapan syariah Islam malah  ditepis dan dianggap merupakan propaganda politik identitas yang berbahaya dan memecah-belah umat, hingga akhirnya kepemimpinan Mursi berakhir dan digantikan oleh kekuatan militer.

Hal tersebut terjadi karena kekuatan kapitalisme dunia pimpinan Amerika Serikat tidak akan pernah membiarkan syariat Islam diterapkan dalam kekuasaan negara. Walaupun harus menyalahi prinsip-prinsip demokrasi, legalitas kekuasaan Islam tersebut akan dicabut dengan berbagai cara, melalui para kekuatan bonekanya dari kalangan para politisi dan militer.

Oleh karena itu, sudah saatnya bagi parpol-parpol Islam untuk kembali berpegang pada konsep politik Islam, yang menyatakan bahwa politik  Islam sejatinya bermakna pengaturan urusan umat/rakyat berdasarkan prinsip syariat. Politik Islam tegak atas dasar akidah Islam, yang mesti diemban oleh negara, parpol, dan individu mukmin. 

Aktivitas politik individu dilakukan dengan dakwah dalam bentuk amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat dan muhasabah kepada penguasa. Sedangkan parpol, dia beraktivitas melakukan dakwah Islam di tengah umat sesuai dengan firman Allah Swt. dalam QS Ali Imran; 104, yang artinya 

“Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyerukan kebaikan (Islam) serta melakukan amar makruf nahi mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Parpol Islam merupakan institusi politik yang berupaya untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam dalam suatu institusi negara Islam yang berasaskan akidah Islam. Aktivitas parpol Islam adalah melakukan dakwah Islam, mulai dari aktivitas tatsqif (pembinaan dan pengkaderan), untuk membangun kekuatan akidah umat agar senantiasa terikat dengan hukum syara', membentuk opini umum tentang penegakan syariat Islam dalam kehidupan melakukan pergolakan pemikiran (sira-ul fikri) untuk menentang seluruh pemikiran yang bertentangan dengan akidah dan hukum-hukum Islam, serta melakukan perjuangan politik (kifah siyasiy) dengan membongkar berbagai aktivitas dan kebijakan penguasa yang rusak dan zalim terhadap masyarakat, untuk memutuskan kepercayaan umat kepada penguasa dan sistem kufur yang diterapkannya. Selain itu, parpol Islam juga mengungkap makar jahat negara-negara asing kafir terhadap Islam dan kaum muslimin.

Semua aktivitas ini dilakukan dengan dakwah saja, sebagai aktivitas politiknya yang sesuai fikrah (konsep) dan thariqah (metode) yang dijalankan tanpa kekerasan seperti yang Nabi saw. tempuh. Walaupun sulit dan membutuhkan waktu yang panjang, parpol Islam yang sahih wajib terikat dengan ideologi Islam yang bertujuan hanya untuk menerapkan Islam secara kafah dalam naungan institusi Daulah Khilafah Islamiah seperti yang telah Allah dan Rasul-Nya gariskan. Wallahu’alam bisshawwab



Oleh: Thaqiyunna Dewi, S.I.Kom
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :