Hilangnya Peran Institusi Keluarga sebagai Dampak Buruk Sistem Sekularisme Kapitalisme - Tinta Media

Minggu, 08 September 2024

Hilangnya Peran Institusi Keluarga sebagai Dampak Buruk Sistem Sekularisme Kapitalisme


Tinta Media - Fenomena rusaknya tatanan keluarga bagaikan gunung es, bergulir dari tahun ke tahun. Per Agustus saja sudah banyak berseliweran berita tentang pembunuhan dan penganiayaan yang dilakukan anak kepada orang tua, orang tua kepada anak, dan suami terhadap istri. 

Seperti kasus pembunuhan yang terjadi di Cirebon, seorang anak tega menghabisi nyawa ayah kandungnya. Ia juga melakukan penganiaya terhadap adik kandungnya. Ada juga kasus penganiayaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh ibu tiri kepada anak sambungnya yang masih berusia 6 tahun. Belum lagi kasus penganiayaan yang dialami selebgram Cut Intan yang mendapatkan perlakuan KDRT selama hampir 5 tahun, bahkan penganiayaan tersebut sering terjadi di depan anak-anak mereka

Banyaknya kasus serupa menggambarkan bobrok dan hancurnya peran institusi keluarga. Hal ini juga menunjukkan bahwa kebobrokan tersebut bukan semata kesalahan anggota keluarga melainkan dampak dari penerapan sistem yang menjadi tatanan kehidupan berkeluarga.

Hancurnya Institusi Keluarga

Hilangnya fungsi keluarga tentu tidak terjadi secara tiba-tiba. Namun, ada penyebab utama dari munculnya kerusakan tersebut, yaitu penerapan sekulerisme kapitalisme yang menyebabkan hilangnya peran agama dalam keluarga, baik dari sisi tujuan berumah tangga hingga peran setiap anggota keluarga. 

Dalam hal ini, yang terbentuk hanyalah nilai-nilai materi. Keberhasilan seorang suami dilihat seberapa mapan pekerjaannya untuk menghidupi keluarga. 

Seorang istri pun tak mau kalah, merasa berdaya dan bermartabat jika mampu mandiri dalam menghasilkan materi. Tak jarang seorang istri lebih memilih sibuk di luar rumah untuk berkarir dan mencari tambahan pemasukan selain dari suami. Sementara, seorang anak dituntut menjadi anak yang sukses secara akademik untuk bisa menjadi anak berbakti dan bisa dibanggakan. Inilah gambaran ideal keluarga ala sekulerisme kapitalisme.

Tak ayal, hubungan keluarga dengan peran demikian membuat masing-masing dari mereka lelah secara fisik dan rusak secara mental. Suami yang sudah lelah bekerja seharian mendapati istrinya juga lelah dan sibuk mengurus selain urusan dalam rumah. Anak pun kehilangan momen berharga mendapatkan perhatian dan waktu bersama orang tuanya. 

Maka, hakikat kebahagiaan dengan asas materi tidak serta-merta membuat mereka bahagia. Suami dengan pekerjaan yang mapan tak mampu membeli waktu dan pelayanan istri yang sibuk di luar rumah. 

Sang istri dengan kemandiriannya tak mampu legowo dan memfokuskan segala perhatian dan tenaganya untuk mengurus keluarga. Anak pun akhirnya kehilangan sosok penting orang tuanya dan menjadi anak-anak yang bermasalah. 

Akhirnya, yang tersisa dari hubungan keluarga hanyalah luapan emosi negatif sebagai dampak dari beratnya beban yang menyakiti semua anggota keluarga dan membuat lupa peran dan hubungan keluarga.

Begitu pun fakta keluarga yang diuji dengan kemiskinan. Ketika standar kebahagiaannya adalah materi, maka kerapuhan pondasi rumah tangga menjadi satu keniscayaan dan mereka tidak akan menikmati dan mencapai kebahagiaan yang menjadi standar mereka, yaitu materi tersebut.

Selain itu, negara juga memiliki andil besar dalam rusaknya tatanan keluarga dan hubunganantar anggota keluarga, yaitu sistem pendidikan, ekonomi, dan politik. 

Sistem pendidikan yang diterapkan negara telah mencetak para peserta didik menjadi SDM yang disiapkan untuk dunia kerja. Alhasil, orientasi dari kesuksesan proses belajar di dunia pendidikan adalah nilai akademik yang tinggi untuk dapat pekerjaan yang lebih baik dan bergengsi.

Sistem ekonomi yang diterapkan negeri ini adalah sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, kepemilikan rakyat yang seharusnya dikelola secara mandiri oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat telah diprivatisasi oleh lembaga swasta yang hasilnya masuk ke kantung pribadi para pengusaha. Sedangkan untuk membiayai kebutuhan dan pelayanan rakyat, negara harus memungut dan memalak rakyat lewat pajak. Padahal, ketika SDA negeri ini mampu dikelola secara mandiri, negara sangat mampu menyejahterakan rakyat. 

Inilah dampak sistem ekonomi kapitalisme yang menciptakan kesenjangan begitu tinggi antara si kaya dan si miskin karena tidak meratanya harta yang beredar.

Begitu pun dengan sistem politik, mahalnya biaya politik membuat para penguasa lebih memilih mencari sumber materi untuk menutupi modal saat hendak berkuasa. Alhasil, transaksi politik sering terjadi antara penguasa dan pengusaha, sedangkan rakyat kembali mendapatkan imbas dari kebijakan zalim penguasa.

Peran negara inilah yang menjadikan rakyat, terkhusus keluarga berperan ganda dan menanggung beratnya beban hidup hingga peran keluarga hilang.

Islam adalah Pondasi Kokoh Institusi Keluarga

Dalam Islam, standar kebahagiaan manusia adalah mendapatkan rida Allah Swt. tidak sedikit pun berkaitan dengan materi. Sehingga, ada ataupun tidak ada materi, setiap keluarga tetap bisa menjadi bahagia karena yang dikejar adalah rida Allah.

Selain itu, Islam menjadikan penguasa sebagai raa'in, yang akan menjaga fungsi dan peran keluarga. Negara menjamin kebutuhan pokok warga, baik secara individual maupun komunal. Sehingga, seorang kepala keluarga tak harus kerja mati-matian untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan karena telah dijamin negara secara gratis bagi seluruh warga negara Islam.

Seorang istri pun tak harus mencari uang tambahan dengan pergi keluar rumah untuk bekerja.Para istri atau ibu justru akan terkondisikan untuk mencurahkan segala perhatian dan tenaganya untuk mengurus keluarga dan generasi dengan rasa tenang, bahagia dengan perannya.

Islam juga memiliki sistem pendidikan berkualitas dengan asas akidah Islam. Outputnya adalah manusia-manusia yang bersyakhsiyah Islamiyyah (berkepribadian Islam) dan faqih fiddin (paham agama). Mereka memiliki kesadaran penuh atas posisinya sebagai hamba Allah yang memiliki peran sebagai anak atau orang tua sehingga mampu menjaga hubungan keluarga tetap harmonis dan menunaikan perannya dengan baik.

Negara Islam dengan menerapkan Islam kaffah mampu mewujudkan sistem kehidupan yang baik sehingga terbentuk pula keluarga baik dan terjaga. Negara juga mewujudkan maqashid syariah sehingga kebaikan terwujud di dalam keluarga, masyarakat, dan negara. Wallahu a'lam.


Oleh: Heti Suhesti
(Aktivis Muslimah)
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :