Hilangnya Naluri Keibuan, Refleksi Sistem Rusak - Tinta Media

Selasa, 03 September 2024

Hilangnya Naluri Keibuan, Refleksi Sistem Rusak

Tinta Media - Keadaan ekonomi kian mencekam. Dampaknya pun tidak main-main. Salah satunya menghilangkan naluri keibuan. Ibu yang mestinya menjaga dan menyayangi anak, justru tega menjualnya untuk mendapatkan sejumlah uang. Kejadian ini benar adanya. Seorang ibu menjual bayi yang dilahirkannya karena desakan ekonomi. Bayi “dibanderol” Rp 20 juta. Empat orang perempuan yang terlibat jual beli bayi diringkus Satreskrim Polrestabes Medan di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (tempo.co, 16-8-2024).

Terkait kasus tersebut, keempat tersangka dikenakan ancaman penjara 15 tahun karena telah melanggar Undang–Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang–Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Matinya Naluri

Impitan ekonomi  menjadi alasan kuat bagi sang ibu untuk menjual anak yang baru dilahirkannya. Akal sehat dan naluri keibuannya mati karena terus didesak kesulitan ekonomi. Sungguh, fakta ini menyesakkan dada.

Secara fitrah, mestinya seorang ibu menjaga dan merawat anaknya dengan penuh kasih sayang. Namun sayang, keadaan justru berkata lain. Ekonomi sulit membuahkan keadaan pahit yang mematahkan naluri ibu hingga berujung pada perbuatan buruk.

Keadaan ini pun semakin parah saat suami, tulang punggung keluarga bersikap apatis dengan fakta yang ada. Sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan, ditambah harga kebutuhan pokok yang tidak murah membuat individu terus tertekan dan terbelit keadaan. Alhasil, setiap individu memilih jalan pintas untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Di sisi lain, pekerjaan yang tersedia tidak memberikan harapan pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Sosok ibu menjadi gampang tergoda keuntungan materi dengan menjual masa depan anaknya dan mengabaikan naluri kasih sayang yang dimilikinya. Standar halal haram menjadi bias dalam konsep kapitalisme. Segala bentuk pola pikir dan pola sikap diaruskan  untuk mengejar sejumlah uang. Berbagai nilai dan aturan dilanggar hanya demi memenuhi kebutuhan hidup yang kian sulit dipenuhi secara layak.

Inilah konsep kapitalisme sekularistik yang jauh dari nilai dan fitrah manusia. Segala bentuk nilai disandarkan pada keuntungan materi dan asas manfaat. Semua konsep ini secara sistematis menghancurkan naluri keibuan. Keadaan ini pun semakin parah saat konsep sekularisme dijadikan panduan. Pemisahan nilai agama dan penerapannya dalam kehidupan, telah menjerumuskan individu pada konsep yang tidak manusiawi. Jelaslah, kapitalisme sekularistik ini merusak nilai-nilai kehidupan.

Setiap kerusakan yang kini terus mengancam, butuh disolusikan dengan solusi komprehensif yang cerdas dan terintegrasi. Andil negara memiliki peran penting dalam membenahi segala bentuk masalah tersebut. Tidak hanya sekedar menetapkan aturan, namun masyarakat pun membutuhkan pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Dengan adanya peran negara yang mumpuni, peran ibu sebagai ummu wa rabbatul bait, ibu dan pengurus rumah tangga dapat dikembalikan ke posisi fitrahnya. Tentu saja, paradigma tersebut hanya mampu diwujudkan dalam dukungan sistem yang solid yang mampu menjaga lestarinya kehidupan.

Paradigma Islam

Islam memiliki sistem penjagaan tangguh yang mampu melindungi individu agar mampu menepatkan perannya sesuai fitrah. Islam juga mempunyai strategi unggul yang mampu memaksimalkan fungsi ibu dalam mendidik dan menjaga kemuliaan diri serta perannya dalam keluarga. Paradigma ini hanya mampu tegak dalam fondasi iman dan takwa yang terus dijaga secara berkesinambungan.

Negara menjadi lembaga utama yang mampu efektif menerapkan kebijakan terkait hal tersebut. Mekanisme dan strategi khusus terkait program yang mampu menyejahterakan ekonomi masyarakat harus digencarkan. Sistem Islam menjanjikan harapan solusi terkait masalah ini. Berbagai strategi ditetapkan untuk menjaga kemaslahatan dan kepentingan seluruh umat di seluruh bidang kehidupan, terutama terkait ekonomi. Strategi ini dengan apik disajikan khilafah, satu-satunya institusi yang menjalankan sistem Islam sesuai teladan Rasulullah SAW. Pengelolaan ekonomi disandarkan pada regulasi khilafah yang menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama. Khilafah adalah ra’in (pengurus) sekaligus junnah (perisai) yang mampu menjamin kebutuhan umat.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.

“Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya”

(HR. Al Bukhori).

Dalam khilafah, keluarga pun senantiasa diberi edukasi terkait pendidikan keluarga berdasarkan hukum syarak yang mewajibkan setiap muslim menjaga diri dan keluarganya dari api neraka dan beragam maksiat yang mengancam. Pendidikan berbasis akidah Islam niscaya akan menjaga individu dari berbagai perbuatan haram yang merusak.

Di bidang ekonomi, Islam memiliki sistem ekonomi Islam tangguh yang mampu mengurusi setiap kebutuhan rakyat. Berbagai strategi yang shahih diterapkan. Mekanisme pengelolaan sumber daya alam yang dikelola secara mandiri dan bijaksana ditetapkan oleh negara. Konsep ini akan melahirkan berkah yang berlimpah dalam pengaturan umat. Negara menjadi mandiri secara ekonomi dan mampu melayani kebutuhan rakyat dengan amanah sebagai bentuk ketundukan kepada Allah Azza wa Jalla. Karena sistem Islam menetapkan bahwa kesejahteraan dan kepentingan setiap individu rakyat adalah tanggung jawab negara secara utuh.

Pengaturan sistem Islam yang bijaksana akan membuahkan berkah yang melimpah. Setiap kepala keluarga akan terjamin kemudahannya dalam mengakses pekerjaan yang layak sehingga kesejahteraan keluarga mampu terjamin sempurna. Dengan kecukupan secara ekonomi, setiap keluarga akan mudah menjaga kemuliaan dan kehormatannya. Keimanan terjaga, kesejahteraan merata, hidup pun mulia.

Wallahu’alam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty, Forum Literasi Muslimah Bogor

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :