Tinta Media - Umat unjuk rasa oleh sebab adanya pelanggaran yang dilakukan oleh negara. Tindakan inilah yang menjadi salah satu cara untuk mengingatkan pemerintah atau penguasa. Mirisnya aparat justru menyemprotkan gas air mata, dan melakukan tindakan represif lainnya.
Miris, di berbagai media menyoroti kebusukan dan kesemrawutan negara ini. Seperti halnya berita kompas yang menerangkan bahwa Andi untuk menjaga demokrasi hampir kehilangan penglihatannya oleh sebab gas air mata yang disemprotkan aparat saat aksi. Begitu pun kabar24 memberitakan bahwa demo tolak RUU pilkada di DPR ricuh massa dengan aparat bentrok gas air mata ditembakkan. Juga dalam media tempo memberitakan bahwa guru besar UGM menyayangkan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepada para pengunjuk rasa peringatan darurat pada bulan Agustus, yaitu bulan yang selalu diperingati sebagai hari merdeka bangsa Indonesia.
Sayangnya hal ini justru secara tidak sengaja akan menunjukkan wajah sejati Demokrasi. Sejatinya demokrasi itu tidak memberi ruang dan waktu akan adanya kritik dan koreksi dari rakyatnya. Seharusnya negara memberi ruang dialog, menerima utusan, dan tidak mengabaikannya. Di mana letak “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” yang menjadi makna sekaligus jargon yang dihafalkan sejak sekolah dasar? Jika suara rakyat kecil terus dibungkam. Penguasa memiliki kekuatan aparat sebab uang dari rakyat. Penguasa memiliki persenjataan dari APBN yang sumbernya dari rakyat. Namun berbalik arah ketika mereka bersuara justru persenjataan untuk melawan rakyat. Rakyat tidak memiliki gas air mata. Rakyat tidak datang dengan tameng dan persenjataan lengkap seperti aparat. Mereka hanya ingin menyuarakan yang semestinya tidak dilakukan oleh penguasa.
Sehingga wajar jika rakyat hilang rasa percayanya lagi dengan jargon yang kalian selalu lontarkan. Bulshit, jika kalian disana bekerja untuk rakyat. Apakah kalian lupa bahwa salah satu mekanisme untuk menjaga agar pemerintah tetap berada di jalan Allah adalah adanya muhasabah lil hukam, juga lembaga seperti majelis ummah dan Qadhi madzalim.
Sadarilah umat bahwa kita benar-benar harus segera mengembalikan kehidupan ini pada aturan yang bersumber dari Al-Khaliq. Campakkan sistem yang menyengsarakan rakyat dan kembali pada fitrahnya manusia yaitu menggunakan sistem Islam. Yakinlah bahwa sistem Islam ini yang layak mengatur manusia karena sumbernya pasti yaitu dari pembuat manusia. Sedang sistem buatan manusia pasti akan menyengsarakan manusia yang lainya.
Islam menjadikan amar ma’ruf nahi munkar sebagai kewajiban setiap individu, kelompok dan Masyarakat. Penguasa juga memahami tujuan adanya muhasabah, yaitu tetap tegaknya aturan Allah di muka bumi, sehingga terwujud negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Sehingga tidak akan terjadi pembungkaman suara oleh penguasa sebab kezaliman. Ada Mahkamah Madzalim yang diketuai Qadhi madzalim dalam menyelesaikan persengketaan antara para penguasa dengan rakyatnya. Jika saat ini kita menyaksikan ada Mahkamah syariah yang menangani kasus-kasus dengan segmentasi terbatas, oleh sebab sekularisme. Ternyata ada sistem pemerintahan yang memiliki khasanah peradilan yang paripurna yaitu Sistem Islam.
Mahkamah madzalim ini tidak memerlukan gelar perkara dan adanya penuntut. Bahkan Qadhi Madzalim berwenang mengadili perkara kezaliman meskipun tidak ada orang atau lembaga yang mengajukannya. Sehingga Mahkamah madzalim ini tidak mensyaratkan adanya sidang pengadilan, melainkan para Qadhi Madzalim mengarahkan seluruh pandangannya pada penguasa, produk hukum dan kebijakan negara, mengidçentifikasi apakah terdapat unsur kezaliman disana.
Maka tidakkah kalian ingin kembali pada sistem Islam yang sempurna dan paripurna?
Oleh: Liliek Solekah, SHI., Ibu Peduli Generasi