𝐊𝐇𝐔𝐓𝐁𝐀𝐇 𝐉𝐔𝐌𝐀𝐓 𝐏𝐔𝐍 𝐃𝐈 𝐀𝐓𝐀𝐒 𝐑𝐀𝐍𝐓𝐈𝐒 𝐁𝐑𝐈𝐌𝐎𝐁 - Tinta Media

Jumat, 06 September 2024

𝐊𝐇𝐔𝐓𝐁𝐀𝐇 𝐉𝐔𝐌𝐀𝐓 𝐏𝐔𝐍 𝐃𝐈 𝐀𝐓𝐀𝐒 𝐑𝐀𝐍𝐓𝐈𝐒 𝐁𝐑𝐈𝐌𝐎𝐁



𝐿𝑒𝑏𝑖ℎ 𝑑𝑎𝑟𝑖 2 𝑗𝑢𝑡𝑎 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑖𝑘𝑢𝑡𝑖 𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑚𝑎𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎 𝑄𝑢𝑟’𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 4 𝑁𝑜𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟 2016 𝑑𝑖 𝑠𝑒𝑘𝑖𝑡𝑎𝑟 𝐼𝑠𝑡𝑎𝑛𝑎 𝑁𝑒𝑔𝑎𝑟𝑎. 𝐷𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑟𝑎 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑡, 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑘𝑎 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑒𝑠𝑎𝑘 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑒𝑛 𝐽𝑜𝑘𝑜𝑤𝑖 𝑎𝑔𝑎𝑟 𝑚𝑒𝑚𝑒𝑟𝑖𝑛𝑡𝑎ℎ𝑘𝑎𝑛 𝐾𝑎𝑝𝑜𝑙𝑟𝑖 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝 𝐴ℎ𝑜𝑘 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑠𝑡𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐴𝑙-𝑄𝑢𝑟’𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑢𝑙𝑎𝑚𝑎. 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑢𝑛𝑖𝑘 𝑑𝑎𝑛 𝑖𝑛𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑝𝑒𝑘𝑡𝑎𝑘𝑢𝑙𝑒𝑟 𝑑𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑚𝑎𝑟𝑡𝑎𝑏𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡. 𝐹𝑜𝑘𝑢𝑠 𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑖𝑛𝑖 𝑚𝑒𝑛𝑦𝑎𝑗𝑖𝑘𝑎𝑛𝑛𝑦𝑎. 

Tinta Media - Meski aksi damai Bela Qur’an baru dimulai usai shalat Jumat, sejak Kamis malam kaum Muslim dari luar Jakarta berdatangan ke Masjid Istiqlal. Semakin larut, semakin banyak rombongan yang datang. Dengan penuh semangat memekikkan takbir dan juga melantunkan shalawat. Walhasil, ketika shalat Shubuh, padatnya luar biasa. Ruang utama masjid yang berkapasitas 120 ribu orang tersebut 𝑓𝑢𝑙𝑙 diisi para peserta aksi, shalat berjamaah.

Pagi harinya puluhan ribu peserta yang terus berdatangan harus berpuas duduk di pelataran dan berdiri di halaman. Jam 7 pagi, massa yang baru datang pun berkumpul di halaman pintu masuk masjid. Mereka mendengarkan orasi “pemanasan”. 

Bram Azhar Belutewe, dari komunitas Muslim NTT mengatakan bersatunya umat Islam dari seluruh daerah di Indonesia, menjadi bukti bahwa kaum Muslim mencintai persatuan.

“Justru Ahoklah yang memecah belah, dengan menghina Al-Qur’an berarti memecah belah bangsa!” tegas Bram dalam orasinya.

Dia juga menambahkan sekarang adalah saatnya umat Islam bangkit dari kezaliman dan perpecahan.

Massa terus bertambah banyak setiap menit, tidak sedikit yang meneriakkan yel-yel: “Gantung, gantung, gantung si Ahok...// Gantung si Ahok, sekarang juga...”
.
𝐃𝐚𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐁𝐞𝐫𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢 𝐌𝐨𝐝𝐚

Untuk menghormati saudara-saudaranya yang datang jauh-jauh dari daerah, sebagian umat Islam dari Jakarta yang ikut Aksi 4 Nopember memilih shalat Jumat di masjid-masjid lain di radius terdekat, termasuk di Masjid Cut Mutia, Menteng, Jakpus.

Nur Ramdhan Widodo dan rombongannya yang datang dari Bandung menggunakan dua mobil pribadi shalat di masjid tersebut. Nur bercerita ketika menanti tiba shalat Jumat, baterai ponselnya mau habis ketemu dengan bapak-bapak yang cukup simpatik menunjukan tempat mengecas yang memang disediakan DKM Masjid Cut Mutia. 

“Asal 𝑗𝑎𝑔𝑎𝑖𝑛 sendiri ya hp-nya,” ujar bapak tersebut.

Bapak-bapak yang bernama Ferry Ismirza sengaja datang sendiri dari Surabaya via pesawat terbang dengan tujuan membela Al-Qur’an sebagai firman Allah SWT. 

“Nyawa saya, saya berikan hanya untuk 2 hal. Pertama, ibu dan ayah. Kedua, untuk Islam. Jarak yang jauh dan biaya berapapun kalau untuk jihad demi Allah SWT, saya tidak akan hitung-hitung...” jawab lelaki usia sekitar 65 tahun tersebut kepada Nur ketika ditanya alasannya kenapa ikut aksi ini. 

Suasana di stasiun di Jabodetabek dan di dalam kereta api menuju Jakarta pun tampak seperti di pesantren karena dipenuhi oleh orang-orang berpeci dan pakaian putih. PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) mencatat terjadi kenaikan jumlah penumpang di Stasiun Juanda, Jakarta Pusat hingga 400 persen pagi itu. 

VP Corporate Communication KCJ Eva Chairunisa mengumumkan, tercatat 52 ribu penumpang keluar dari Stasiun Juanda (stasiun terdekat dengan lokasi aksi, red) atau naik 400 persen dari hari normal yang sekitar 13 ribu penumpang per hari. 

Mereka semua naik kereta dengan tertib dan tentu saja membayar tiket. Suasana pun kondusif. 

Berbeda dengan yang lainnya, Abdul Manan malah melakukan perjalanan dengan ekstrem. Pria berusia 70 tahun ini datang ke Jakarta dengan mengendarai sepeda motor tua Honda Grand 96 dari rumahnya di Malang!

Ketika ditanya pwmu.co berapa banyak bahan bakar yang dihabiskan dalam perjalanan Malang-Jakarta, ia hanya tertawa lepas. “Soal itu saya tidak menghitungnya, yang penting bisa sampai tujuan dan bisa mengikuti aksi untuk 𝑖𝑧𝑧𝑢𝑙 𝐼𝑠𝑙𝑎𝑚 𝑤𝑎𝑙 𝑀𝑢𝑠𝑙𝑖𝑚𝑖𝑛,” ujar anggota Korps Mubaligh Muhammadiyah tersebut. 

𝐊𝐡𝐮𝐭𝐛𝐚𝐡 𝐉𝐮𝐦𝐚𝐭 𝐝𝐢 𝐀𝐭𝐚𝐬 𝐑𝐚𝐧𝐭𝐢𝐬

Jelang shalat Jumat, semua peserta aksi maupun aparat bersiap untuk menunaikannya. Di Gambir misalnya, sejak pukul 10.30, Markas TNI Angkatan Darat menyiapkan air bersih melalui selang yang ditarik dari dalam markas ke pinggir jalan. Dengan ditindih batu, selang-selang yang diletakkan di atas pagar pun mengucurkan air yang digunakan massa untuk berwudhu. Dengan tertib, mereka mengantre. Sedangkan di lokasi yang tidak terjangkau selang, anggota Brimob mengucurkan air mineral dalam botol untuk membantu berwudhu. 

Sedangkan di Istiqlal, pada pukul 10.45, ruangan utama sudah sangat sesak dengan jamaah. Kapasitas normal 120 ribu orang tersebut diprediksi sudah diisi 200 ribu orang! Meski berdesak-desakan, mereka duduk dengan rapi. 

“Jamaah... cukup! Cukup, jangan masuk lagi ke ruang utama masjid. Sudah penuh. Silakan langsung duduk di mihrab dan pelataran. Jangan maksa masuk dan jangan maksa ke depan. Sudah sesak, sudah penuh!” tegas takmir Masjid Istiqlal.

Takmir pun memberikan solusi. “Yang barisan di atas lantai 2 sampai 5. Tolong 2 shaf dari depan kosongkan, karena mendahului imam. Jamaah yang masih ada di pelataran mihrab dan pelataran parkir, langsung saja bikin shaf. Tidak usah memaksa masuk ke dalam masjid. Sudah penuh!” tegasnya.

Meski tidak persis, ungkap salah seorang peserta aksi, suasana seperti ini tampak seperti miniatur suasana shalat Jumat masa 𝑛𝑢𝑏𝑢𝑤𝑤𝑎ℎ (kenabian) dan masa kekhilafahan. Berbeda terbalik dengan rutinitas shalat Jumat yang ada sekarang ini. Biasanya, takmir masjid berbicara: "Silakan jamaah yang masih di luar, masuk ke dalam masjid. Barisan depan dan tengah masih kosong...."

Walhasil, jamaah shalat Jumat di Istiqlal pun sampai memenuhi halaman dan ruas jalan sekitar Istiqlal. Imam Besar Masjid Istiqlal Nasarudin Umar memprediksikan di masjid dengan kawasan seluas 9.32 hektare ini dipadati sekitar 300 ribu jamaah dalam satu waktu. 

Ketika memasuki waktu dzuhur, adzan pun berkumandang. Bukan hanya di masjid-masjid, tetapi juga di jalan raya, salah satunya di Jalan Merdeka Utara depan Kementerian Dalam Negeri. Kendaraan Taktis (Rantis) Komodo Brimob pun ‘disulap’ jadi mihrab dan mimbar Jumat. Bendera putih dan hitam bertuliskan dua kalimat syahadat disematkan di sisi kanan dan kiri mobil tempur tersebut. 

Dari dalam mobil pasukan elite tersebut terdengar suara adzan yang tak kalah merdu dibanding dengan di masjid. Dan siapa sangka yang adzan adalah anggota Brimob berpakaian dinas lapangan! Di atas kendaraan itu pula, aktivis Iskam Kaffah Jakarta Marsi dipersilakan menjadi imam dan khatib Jumat.

“Yang menyebabkan orang kafir bisa berkuasa karena sistem yang dipakai adalah sistem kufur 𝑙𝑎𝑘𝑛𝑎𝑡𝑢𝑙𝑙𝑎ℎ!” pekiknya dalam khutbah di hadapan ribuan peserta aksi dan aparat kepolisian yang menunaikan shalat Jumat di tengah jalan.

Bisa jadi itulah adzan dan khutbah Jumat pertama di dunia di atas mobil taktis. Masyaallah.[] 
.
𝐉𝐨𝐤𝐨 𝐏𝐫𝐚𝐬𝐞𝐭𝐲𝐨
𝐷𝑖𝑚𝑢𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑟𝑢𝑏𝑟𝑖𝑘 𝐹𝑜𝑘𝑢𝑠 𝐼 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑜𝑖𝑑 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑈𝑚𝑎𝑡 𝑒𝑑𝑖𝑠𝑖 185 (20 𝑆𝑎𝑓𝑎𝑟–1 𝑅𝑎𝑏𝑖𝑢𝑙 𝐴𝑤𝑎𝑙 1438 𝐻 | 20 𝑁𝑜𝑣𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟–1 𝐷𝑒𝑠𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟 2016). 
.
.
𝐒𝐄𝐌𝐎𝐆𝐀 𝐀𝐋𝐋𝐀𝐇 𝐊𝐀𝐑𝐔𝐍𝐈𝐀𝐊𝐀𝐍 𝐏𝐀𝐇𝐀𝐋𝐀 𝐁𝐄𝐑𝐋𝐈𝐏𝐀𝐓


Usai menunaikan shalat Jumat, para peserta aksi 𝑙𝑜𝑛𝑔𝑚𝑎𝑟𝑐ℎ dari Masjid Istiqlal dan masjid-masjid lainnya menuju Istana Negara. Lautan manusia mengalir berduyun-duyun.

Aliran massa itu pun melewati Gereja Katedral. Melihat massa sebanyak itu, Andreas Gunawan dan Wiwi Margareta yang hendak melangsungkan pernikahan di Katedral sempat hendak mengurungkan niatnya. Namun dengan wajah berseri-seri, para peserta aksi memberikan jalan agar pasangan muda tersebut dapat melangsungkan perkawinannya secara Katolik. 

 “Tadi saat kita kesulitan masuk ke Gereja Katedral, kami dibantu polisi dan tim pendemo agar bisa masuk, ayo cepat masuk, hati-hati bajunya jangan sampai kotor. Mereka tidak menyusahkan kami, justru sangat membantu,” ungkap Wiwi saat diwawancarai 𝑁𝑒𝑡.24𝑁𝑒𝑤𝑠.

Di tengah massa, ada sekelompok tuna netra berjumlah 20 orang, saling pegangan tangan. Mereka membawa spanduk di sisi kanan, dengan satu orang komando paling depan. Jika yang depan berteriak “Allahu Akbar!”, maka yang lain dengan semangat mengikutinya. 

“𝑆𝑢𝑏ℎ𝑎𝑛𝑎𝑙𝑙𝑎ℎ hati saya bergetar mendengar takbir mereka, keterbatasannya tak menyurutkan niat membela Alquran yang dinodai kafir Ahok,” ungkap Ahbabul Musthofa, peserta aksi dari Jakarta Utara, di akun facebook pribadinya.

Ada pula seorang penyandang cacat yang tak bisa berpindah tempat selain merangkak. Jika mendengar teriakan takbir maka ia langsung berdiri dengan kedua lututnya dan mengepalkan tangannya ke atas sambil berteriak, “Allahu Akbar!”

Di antara 2 juta orang lebih itu, ada pula kakek bernama Sholeh (70 tahun), ia datang sangat jauh dari pedalaman Bima NTB, dari kampung halamannya menempuh 72 jam perjalanan darat dan laut. Sejak terdengar panggilan aksi damai Bela Qur’an, ia mengumpulkan uang sebanyak mungkin untuk bekal ke Jakarta hingga terkumpul dana 3 juta rupiah.

Polisi dan tentara wanita dengan memakai kerudung tersenyum ramah kepada para peserta sembari membagikan makanan dan minuman. Banyak pula di antara para pedagang kaki lima dengan rela hati menggratiskan dagangannya, seperti bapak penjual lontong sayur, ia berkata: "Untuk semua saudaraku saya ikhlaskan makanan ini semua, makanlah sepuasnya tidak usah bayar, saya ikhlas karena Allah untuk para pembela Al-Qur’an.”

Para peserta aksi pun satu sama lain saling mengingatkan agar jangan menginjak rumput taman. Dan ribuan para santri dari Daarut Tauhid Pimpinan Aa Gym beserta umat Islam lainnya membersihkan sampah yang tercecer. 

Menjelang maghrib ada kiriman nasi boks yang dibagikan ibu-ibu kepada peserta. Jumlahnya banyak sekali. Di atas boks nasinya ada tulisan: "Terima kasih atas jerih payahmu memperjuangkan agama kita saudaraku, semoga Allah mengganjar dengan pahala kebaikan yang berlipat ganda. Sekarang silakan nikmati makan malam ini dari kami para ibu yang berdoa semoga anak-anak kami memiliki iman setebalmu di masa yang akan datang."  

Aksi berjalan damai dan lancar. Meski kecewa dengan sikap Jokowi yang 𝑛𝑔𝑎𝑐𝑖𝑟 lewat pintu belakang, para ulama dan umat tetap bersabar. Usai shalat Maghrib berjamaah, sebagian besar peserta pulang, puluhan ribu lainnya masih tetap bertahan menunggu kepastian dari Jokowi. 

𝐏𝐫𝐨𝐯𝐨𝐤𝐚𝐬𝐢

Tiba-tiba sekelompok kecil orang melakukan provokasi. Para laskar dari Front Pembela Islam (FPI) pun pasang badan membuat barisan melindungi blokade polisi agar para provokator tersebut tidak lagi mendorong dan melempari polisi. Tapi mereka semakin beringas dan serangan pun semakin keras, laskar pun akhirnya menyingkir. Para provokator bercelana 𝑗𝑒𝑎𝑛𝑠 bahkan ada yang celana pendek, dan orang bertopi gaul dengan penuh nafsu terus menendangi.

Habib Rizieq yang berada di mobil komando terus meminta semuanya tenang dan jangan terpancing provokasi. 

“Mereka ada di depan di luar barisan peserta aksi, jumlahnya kuranglah dari 20 orang,” ujar aktivis Islam Kaffah Jakarta Marsi yang melihat kejadian itu. 

Namun bukannya mengisolasi atau pun meringkusnya. Polisi malah menembakkan gas air mata, termasuk ke arah mobil komando. 

Motor polisi pun meraung-raung dan menggilas beberapa peserta aksi. Habib Rizieq tetap menyerukan peserta untuk melawan dengan diam. Menariknya, ketika polisi mengarahkan tembakan gas air matanya ke mobil komando, angin pun berhembus membelokkan gas tersebut ke arah polisi dan para petinggi pemerintah yang ada di dalam pagar Istana Negara. 

𝐊𝐡𝐚𝐰𝐚𝐭𝐢𝐫 𝐊𝐞𝐬𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐇𝐚𝐛𝐢𝐛

Para korban pun dibawa lari ke Rumah Sakit Budi Kemuliaan. RS yang tadinya hening tersebut berubah menjadi riuh. “Siaga... siaga... siap-siap perkiraan 60 korban akan datang bahkan bisa lebih,” suara dokter perempuan sigap menginstruksikan rekan-rekanya.

Seketika suasana begitu mencekam. Suara ambulan di luar meraung-raung. Melihat kondisi itu, seorang dokter gigi yang juga peserta aksi 411 Nada Ismah pun mengurungkan niatnya menelepon suami untuk minta dijemput pulang. 

"Ada yang bisa saya bantu, Suster," ujar Nada Ismah langsung merapat mendampingi paramedis. Kaki Nada menguat, dadanya bergemuruh melihat para peserta aksi digotong masuk ke UGD.

Seorang perawat dalam balutan baju plastik memegang selang air, siap di depan UGD menyambut korban yang turun dari ambulan dan mengucurkan air ke wajah mereka kemudian mendorong mereka dalam kursi roda/tandu memasuki ruang UGD. 

Tidak ada rintihan sakit atau erangan pilu dari mereka. Yang terdengar adalah sayup-sayup asma Allah SWT tak terhenti lekat di bibir mereka. 

Nada Ismah pun berada di sebelah peserta aksi yang tersengal-sengal nafasnya. "Sesak, Dok, leher saya," ujarnya sembari batuk-batuk. Dipasangkanya oksigen oleh perawat.

"Istighfar, Pak. 𝐴𝑠𝑡𝑎𝑔ℎ𝑓𝑖𝑟𝑢𝑙𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑙 𝑎𝑑𝑧𝑖𝑚, 𝐿𝑎𝑎 ℎ𝑎𝑢𝑙𝑎 𝑤𝑎𝑙𝑎𝑞𝑢𝑤𝑤𝑎𝑡𝑎 𝑖𝑙𝑙𝑎𝑎 𝑏𝑖𝑙𝑙𝑎ℎ, ini jihad kita!" ujar Nada sembari bantu mengangkat kepalanya untuk menyeruput teh hangat, karena pasien bilang tangannya tidak bisa digerakkan. 

Seketika ruang UGD penuh sesak dan hawa gas air mata sangat terasa. "Abang…, Habib, Bang… Habib, Bang... Habib bagaimana, Bang?" seorang peserta aksi dengan wajah berlumur darah karena luka di kepalanya mengkhawatirkan Habib Rizieq Shihab. Dia tidak peduli dengan lukanya. Justru Habib yang dipikirkannya.  

Para peserta aksi yang terluka tak tertampung di ruang UGD, selasar dan halaman RS-pun terpakai. "Kami tidak bersenjata, kami baru selesai shalat Isya, sebagian kami tengah duduk tenang berdzikir, dan letupan itu pun menggelegar," ungkap seorang seperta aksi kepada Nada Isma.

Keesokan harinya, Direktur RS Budi Kemulian Muhammad Baharuddin menyatakan dirinya berdoa agar orang-orang yang melakukan kezaliman terhadap umat Islam mendapat balasan dari Allah.

“Saya berharap, orang yang melakukan kezaliman kepada umat Islam tadi malam dibalas oleh Allah!” katanya dalam konferensi pers di Restoran Pulau Dua Jakarta, Sabtu (5/11).

Dalam kesempatan tersebut, pihak Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) sedianya akan menyerahkan cek kepada Baharuddin untuk biaya pengobatan para korban gas air mata. Namun dengan tegas ia menolak bayaran. [] 

𝐉𝐨𝐤𝐨 𝐏𝐫𝐚𝐬𝐞𝐭𝐲𝐨
𝐷𝑖𝑚𝑢𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑟𝑢𝑏𝑟𝑖𝑘 𝐹𝑜𝑘𝑢𝑠 𝐼𝐼 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑜𝑖𝑑 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑈𝑚𝑎𝑡 𝑒𝑑𝑖𝑠𝑖 185 (20 𝑆𝑎𝑓𝑎𝑟–1 𝑅𝑎𝑏𝑖𝑢𝑙 𝐴𝑤𝑎𝑙 1438 𝐻 | 20 𝑁𝑜𝑣𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟–1 𝐷𝑒𝑠𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟 2016).
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :