Tinta Media - Hujan lebat pertama di awal musim ini menimbulkan bencana banjir di sejumlah kecamatan di Kabupaten Bandung. Banjir di beberapa titik di Kabupaten Bandung disebabkan karena hujan yang turun sejak Selasa sore, terus-menerus sampai malam (10-9-2024).
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung merilis kurang lebih 7 titik bencana banjir di Kabupaten Bandung dengan daerah terparah di Kecamatan Dayeuhkolot, Kecamatan Katapang dan Bojongsoang.
Bencana banjir ini disebabkan karena Sungai Citarum tak lepas dari krisis Daerah Aliran Sungai (DAS). Citarum dan anak-anak sungainya mengalami penyempitan badan sungai, sedimentasi oleh lumpur dan sampah.
Selain itu, banjir juga disebabkan karena alih fungsi lahan. Kawasan yang semestinya menjadi tangkapan air, kini justru terdesak oleh hutan beton. Maka, air hujan tersebut tak terserap dan mengalir ke dataran lebih rendah, yaitu Bandung Selatan, seperti kawasan Dayeuhkolot dan sekitarnya.
Bencana banjir sudah berulang kali terjadi, bahkan sebelum memasuki musim hujan. Padahal, berbagai antisipasi sudah dilakukan oleh pemerintah untuk menghadapi musim hujan, tetapi tidak membuahkan hasil, bahkan terkesan tidak serius.
Hal ini terjadi karena sistem yang diadopsi penguasa adalah sistem kapitalisme, dalam sistem ini kepemimpinannya berbasis untung rugi, bukan mengurus rakyat.
Di sisi lain, sentralisasi pembangunan di kota membuat fenomena urbanisasi. Akibatnya, tata kelola pemukiman menjadi tidak beraturan. Padahal, kondisi ini membuat sistem drainase menjadi buruk sehingga terjadi banjir.
Prinsip kebebasan kepemilikan kapitalisme membuat para kapitalis bebas menguasai kekayaan alam. Akibatnya, mereka leluasa melakukan alih fungsi lahan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan.
Ini sungguh jauh berbeda dengan sistem Islam ketika menangani masalah banjir. Dalam sistem Islam, negara adalah periayah (pengatur urusan). Negara akan mengurus rakyat dengan kebijakan yang canggih, efisien, tepat, dan cepat. Untuk mengatasi masalah banjir, sistem Islam akan menetapkan upaya preventif dan kuratif.
Upaya preventif dilakukan sebelum terjadi bencana, di antara kebijakannya ialah:
Pertama, memetakan daerah-daerah rendah dan rawan terkena genangan air akibat rob atau kapasitas serapan tanah yang minim. Selanjutnya, sistem Islam akan melarang masyarakat membuat pemukiman di daerah tersebut. Jika sudah terlanjur terdapat pemukiman, maka akan direlokasi ke tempat yang lebih aman, nyaman, dan tetap mudah dalam menjangkau akses kebutuhan hajat mereka.
Kedua, memetakan hutan sebagai daerah buffer dan tidak akan melakukan alih fungsi lahan secara berlebihan hingga bisa merusak lingkungan. Selain itu, akan dibuat serapan air di daerah-daerah, seperti membangun bendungan, kanal, dan sejenisnya untuk menampung air hujan.
Ketiga, membuat kebijakan tentang master plan pembangunan maupun pembukaan pemukiman bahwa bangunan tersebut harus menyertakan variable-variable drainase, penyediaan daerah serapan, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya.
Keempat, melakukan pemeliharaan sungai dengan cara mengeruk lumpur-lumpur di sungai atau daerah aliran air agar tidak terjadi pendangkalan.
Kelima, melakukan edukasi bencana kepada warga negara agar tanggap dan sigap ketika terjadi bencana.
Setelah upaya preventif optimal dilakukan dan kemudian qadha Allah tetap terjadi banjir, maka sistem Islam akan melakukan upaya kuratif, yakni :
Pertama, sistem Islam akan segera melakukan evakuasi para korban dan memindahkan mereka ke tempat yang aman dan nyaman. Biro at Thawari dari Departemen Kemaslahatan Umat akan terjun dengan cepat untuk menyelamatkan para korban. Biro ini pun telah dibekali dengan kemampuan rescue terbaik dan peralatan canggih untuk evakuasi para korban.
Kedua, sistem Islam meminta para ulama untuk membina warga terdampak agar dikuatkan nafsyiah (mental) mereka, sehingga para korban tetap sabar dan ikhlas menghadapi bencana.
Demikianlah upaya mitigasi dan pembangunan fasilitas dari sistem Islam untuk memberikan keselamatan dan kenyamanan kepada rakyat dari bahaya banjir. Wallahualam bissawab.
Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media