Tinta Media - Dilansir oleh Media Indonesia. Terbitnya peraturan pemerintah yang memfasilitasi penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa atau pelajar di sekolah dikecam oleh Abdul Fikri Faqih, Wakil Ketua Komisi X DPR RI.
Dia menyayangkan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), salah satunya yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja usia sekolah.
Seperti yang dinyatakan dalam keterangan resmi pada hari Minggu (4/8), “(Beleid tersebut) tidak sejalan dengan amanat Pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama.” Menurutnya, memberi siswa alat kontrasepsi di sekolah sama dengan membiarkan siswa memiliki budaya seks bebas.
Dia menyatakan bahwa mematuhi perintah agama dalam hal menjaga hubungan dengan lawan jenis dan risiko penyakit menular adalah tradisi yang telah diajarkan secara turun temurun oleh orang tua kita. Dia justru menekankan betapa pentingnya pendampingan (konseling) bagi siswa dan remaja, terutama mengenai kesehatan reproduksi.
Dalih menjaga kesehatan masyarakat, pemerintah menyediakan kontrasepsi, yakni alat untuk mencegah kehamilan. Ada beberapa macam alat kontrasepsi yakni Intra Uterine Device (IUD) IUD adalah alat kontrasepsi spiral yang berbahan plastik dan berbentuk seperti huruf T yang dipasang di dalam rahim untuk mencegah kehamilan, implan, sterilisasi, kondom, pil, dan suntik KB.
Layanan kesehatan menyediakan untuk anak sekolah dan remaja atas nama seks aman yang mengantarkan pada liberalisasi perilaku sehingga membawa kerusakan pada masyarakat. Meski diklaim aman dari persoalan kesehatan, hal ini akan menghantarkan pada perzinaan yang hukumnya haram.
Sebagaimana dalam QS. Al-Isra ayat 32 yang artinya “Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.” Allah memerintahkan kita untuk tidak mendekati zina akan tetapi pemerintah memberikan layanan kesehatan yakni kontrasepsi sebagai solusi untuk menjaga kesehatan anak sekolah dan remaja atas nama seks aman.
Tak heran di negara sekuleris kapitalis ini bisa memberikan putusan semacam itu. Alih-alih menjaga kesehatan rakyatnya. Sekuler yang memisahkan kehidupan dengan agama tentu menjadi hal yang wajar bilamana negara menyediakan kontrasepsi untuk menjaga kesehatan masyarakat. Sehingga tak dipungkiri akibatnya akan membuat tingginya angka perzinaan atau hamil di luar nikah.
Berbeda kondisinya bila negara menerapkan Islam sebagai aturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Negara Islam mempunyai batas-batas aturan dalam pergaulan laki-laki dan perempuan. Negara Islam pun memiliki hukuman yang jera bagi pelaku zina, yakni dijilid 100 kali bagi yang gairu muhson yakni yang belum menikah.
Sebagaimana dalam QS. An-Nisa ayat 2 yang artinya “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah SWT, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian.” Dan hukuman rajam bagi yang muhson atau yang sudah menikah.
Negara Islam memiliki sanksi yang tegas bagi mereka yang melanggar. Negara pun akan mengawasi setiap rakyatnya bilamana ada individu-individu yang menyimpang, sehingga negara benar-benar menjalankan tugasnya dan melakukan kontrol penuh pada rakyatnya.
Terwujudnya Negara Islam hanya dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan tidak hanya mengatur pada ibadah mahdoh saja tetapi pada aspek politik, pendidikan, kesehatan, Sosial, dll.
Oleh : Hilya Qurrata, Aktivis Dakwah