Tinta Media - Di tengah lonjakan biaya pendidikan, para orang tua, mahasiswa hingga pelajar dibuat kelimpungan. Tak dipungkiri segala upaya mereka tempuh untuk bisa menutupi biaya pendidikan tersebut. Bak angin segar, pemerintah memberikan persetujuan menggunakan pinjol sebagai alternatif untuk meringankan beban biaya pendidikan. Apakah mengadopsi sistem pinjaman online merupakan solusi ataukah gambaran atas ketidakmampuan serta bentuk lepas tangan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat?
Bikin geleng kepala. Statement dari seorang menteri yang memberikan persetujuan serta dukungannya atas wacana pinjaman online yang bisa dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk membayar biaya kuliah. Muhadjir Effendy selaku Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ( Menko PMK ) mengungkapkan, inovasi teknologi saat ini berpeluang bagus dalam mengatasi kesulitan biaya kuliah yang mahal melalui sistem pinjol yang berlaku. Hal ini dianggap Muhadjir sebagai langkah alternatif untuk mengatasi berbagai kesulitan mahasiswa. Setidaknya, ada 83 perguruan tinggi yang menggunakan mekanisme pembayaran uang kuliah menggunakan pinjol melalui kerja sama resmi. Ungkap Muhadjir dalam agenda konferensi pers di kantor Menko PMK pada Rabu, 3/7/2024. ( tirto.id )
Selain itu, Muhadjir Effendy memberikan bantahan atas opini yang beredar tentang penggunaan pinjol sebagai bentuk komersialisasi pendidikan. Beliau menanggapi hal tersebut dengan memberikan contoh yang mengacu pada kampus terkemuka bahwa kampus tersebut juga menggunakan pinjol untuk membantu mahasiswa. (CNN Indonesia)
Menanggapi hal ini, banyak kalangan masyarakat merasa kesulitan dalam mengambil tindakan yang tepat. Belum selesai dengan lonjakan UKT yang menenggelamkan senyum semangat para pelajar dan mahasiswa, kini angin segar seakan semakin mustahil didapat. Tekanan yang dirasakan masyarakat dari seluruh aspek kebutuhan, nyatanya tidak mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Berfokus pada sulitnya mengakses pendidikan semakin menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam merealisasikan cita cita negara. Yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menuju Indonesia Emas 2045. Hal ini terkesan semakin mustahil jika di bayangkan dengan sederet fakta dari buruknya sistem pendidikan di Indonesia. Karena pendidikan adalah hal paling krusial yang menentukan maju atau tidaknya sebuah bangsa.
Munculnya gagasan yang melegalkan pinjol dalam mengatasi kesulitan mahasiswa memenuhi kebutuhan pendidikannya, adalah gambaran nyata dari sikap lepas tangannya pemerintah dalam mengurus rakyatnya. Mengakarnya sistem kapitalisme sekuler dalam benak para pemimpin mencetuskan berbagai macam gagasan serta kebijakan yang diambil tanpa adanya proses berpikir. Hingga tindakan yang diwujudkan dalam menghadapi masalah tidak bisa dijadikan solusi, gagasan tersebut hanya berisikan pernyataan-pernyataan mengecoh yang digunakan untuk menutupi ketidakpiawainya dalam menjalankan amanah.
Selain itu, komersialisasi dari segala bidang bukan menjadi hal yang baru dari wajah kapitalisme, tak terkecuali dari segi pendidikan. Ada harga mahal yang harus di bayar mahasiswa untuk menempuh pendidikan berkualitas. Pendidikan saat ini dijadikan komoditi bagi para pemimpin zalim untuk memperoleh keuntungan. Hal ini tidak lain adalah dampak dari liberalisasi pendidikan.
Dalam sistem pemerintahan yang menganut paham sekularisme pula, menjadi hal yang sangat mungkin terjadinya aktivitas menyepelekan aturan agama. Sistem pinjol adalah salah satu sarana paling efektif untuk memperbanyak jaringan riba. Akibat dari ketidakpahaman masyarakat akan hukum syariat, menjadikan masyarakat dengan gamblang mengambil langkah instan untuk memenuhi kebutuhannya.
Menjamurnya riba, bukan solusi untuk mengatasi kesulitan ekonomi yang dirasakan oleh rakyat, bahkan dengan diberlakukannya aktivitas riba ini, akan semakin memperkeruh keadaan masyarakat yang memang sudah banyak mendapatkan tekanan ekonomi. Dengan ini, solusi berlakunya sistem pinjol dalam pembiayaan pendidikan adalah sarana menjerumuskan masyarakat ke dalam lubang kehancuran.
Pemerintah seharusnya memberikan pelayanan terbaik bagi rakyatnya, terkhusus dalam bidang pendidikan. Seyogianya apabila tata kelola negara di atur dengan baik, negara akan dengan mudah memberikan fasilitas terbaik dalam bidang pendidikan. Bahkan, pendidikan bisa berjalan dengan gratis.
Tentu hal ini bertentangan dengan paham sistem kapitalis sekuler yang menjadikan keuntungan dan kebermanfaatan sebagai acuan dalam menjalankan amanah.
Islam sendiri memberikan perhatian khusus kepada ilmu. Hingga setiap mukmin diwajibkan untuk menuntut ilmu. Dengan itu, seharusnya negara tidak lepas tangan dari kewajibannya memenuhi kebutuhan pendidikan rakyatnya, seperti memfasilitasi, dan menjalankan proses pendidikan dengan sebaik mungkin.
Mekanisme ala Islam dalam mengelola harta milik negara serta berbagai kekayaan alamnya yang sesuai hukum syariat, akan memperkuat ekonomi negara. Anggaran yang dikeluarkan pun akan stabil dan merata ke seluruh aspek kebutuhan masyarakat. Tidak terkecuali pendidikan. Islam memandang pendidikan adalah kebutuhan paling dasar, dan membutuhkan perhatian khusus. Hal ini berbeda jauh dengan cara pandang ala kapitalis.
Untuk itu, pentingnya kesadaran kita untuk memutuskan rantai kepercayaan terhadap pemimpin zalim yang dengan mudahnya menciptakan aturan seikut hawa nafsu mereka. Di samping itu, Islam memiliki aturan khas, yang datang dari Pencipta manusia, alam beserta kehidupannya.
Islam juga memastikan sistem pendidikan berlangsung dengan baik, fasilitas yang memadai, tenaga kerja profesional, kurikulum yang digunakan harus berasaskan akidah, hingga kebutuhan lain yang diperlukan bagi para pelajarnya. Dengan mekanisme yang demikian, tujuan dari pendidikan pun akan mudah untuk diraih. Menghasilkan generasi gemilang dengan ilmu pengetahuan serta akidah yang kuat. Wallahualam bissawab.
Oleh: Olga Febrina, Mahasiswi & Aktivis Dakwah Pemuda