Pemberian Alat Kontrasepsi untuk Pelajar, Zina Dianggap Wajar? - Tinta Media

Minggu, 18 Agustus 2024

Pemberian Alat Kontrasepsi untuk Pelajar, Zina Dianggap Wajar?

Tinta Media - Sungguh di luar nalar. Kebijakan penguasa negeri ini untuk memberikan alat kontrasepsi bagi remaja dan pelajar sungguh bukan kebijakan yang wajar. Sangat disayangkan, Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. 

Dalam Pasal 103 PP yang ditandatangani pada Jumat, 26 Juli 2024 itu, disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. (Tempo.co, 01/08/24)

Perilaku Liberal Akibat Penerapan Sistem Kapitalis-Sekuler

Kebijakan di atas jelas bertentangan dengan norma agama dan norma sosial bagi sebuah negara yang menjunjung tinggi budi pekerti luhur ini. Apalagi, penduduk negeri ini mayoritas beragama Islam yang sangat menjaga pergaulan antara pria dengan wanita dan mengharamkan zina. Dulu, membicarakan apa saja yang berkaitan dengan seks saja dianggap tabu. Namun kini, semua dianggap biasa.

Pemberian alat kontrasepsi untuk pelajar demi seks aman sama saja dengan melegalkan seks bebas atau zina. Kebijakan ini menunjukkan bahwa zina dianggap wajar dan bukan dosa besar. Sebab, bukan perilaku seks bebasnya yang dicegah, melainkan hanya akibat dari seks bebas tersebut yang dicegah, yakni agar tidak terjadi kehamilan. 

Semua perilaku Liberal tersebut akibat penerapan sistem Kapitalis yang berakidahkan Sekularisme, yakni paham yang memisahkan aturan agama dengan kehidupan. Di mana manusia menjunjung tinggi kebebasan individu. Bahkan, manusia pun bebas membuat aturan kehidupannya sendiri, meskipun mengabaikan aturan agama dari Allah Sang Pencipta (Alkhaliq) dan Sang Pengatur (Almudabbir).

Kebijakan tersebut memang diklaim aman dari persoalan kesehatan. Namun, jelas dapat menjadikan perilaku kian liberal yang dapat mengantarkan pada kerusakan masyarakat akibat perzinaan. Seperti diketahui bahwa akibat perzinaan tersebut sangat banyak, misalkan menyebabkan banyaknya aborsi, marak pembuangan bayi hasil dari zina, penyakit kelamin menular, prostitusi, rusaknya nasab dan hukum waris, kehancuran keluarga, merosotnya kualitas pendidikan, dan masih banyak lagi dampak negatif lainnya. 

Aturan ini seakan meneguhkan Indonesia sebagai negara sekuler liberal yang mengabaikan aturan agama. Kerusakan perilaku akan semakin marak dan membahayakan peradaban manusia. Terlebih negara juga menerapkan sistem Pendidikan Sekuler yang menjadikan kepuasan jasmani sebagai tujuan. Sungguh, peserta didik yang dihasilkan hanyalah manusia-manusia yang memburu kepuasan materi.

Islam Membentuk Manusia Berkepribadian Islam yang Jauh dari Dosa Besar Zina 

Paradigma Kapitalis-Sekuler di atas sangat kontradiktif dengan paradigma Islam yang tegak di atas keimanan terhadap Allah SWT. Konsekuensi dari keimanan adalah ketundukan terhadap Sang Pencipta, yakni taat pada aturan-Nya yang tertuang dalam kitab suci Alquran dan hadist Rasulullah Muhammad Saw. 

Islam mewajibkan negara membangun kepribadian Islam pada setiap individu. Untuk mewujudkannya, negara akan menerapkan sistem Islam secara kaffah termasuk dalam sistem Pendidikan, sistem Pergaulan, dan penerapan sistem sanksi sesuai Islam secara tegas juga akan mencegah perilaku liberal. Negara juga menggunakan berbagai sarana syiar, khususnya media digital. 

Sistem Pendidikan Islam berlandaskan akidah Islam akan mencetak generasi yang mampu membedakan halal dan haram. Generasi Islam akan mampu menjaga pergaulannya, karena didukung oleh sistem sehingga suasana keimanan terwujud. Generasi berkepribadian Islam juga akan mampu menegakkan amar makruf nahi mungkar sebagai pelaksanaan untuk kontrol oleh masyarakat agar zina tidak merajalela di tengah masyarakat. 

Sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad Saw: 

لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلَّا فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمِ الَّذِينَ مَضَوْا

"Tidaklah perbuatan keji (zina) dilakukan pada suatu masyarakat dengan terang-terangan, kecuali akan tersebar wabah penyakit thâ’ûn (penyakit mematikan) dan penyakit-penyakit lainnya yang tidak ada pada orang-orang terdahulu." (HR Ibnu Majah).

Dengan demikian, zina akan dapat dijauhkan karena keimanan individu dan kontrol masyarakat telah terwujud. Setelah itu, negara akan menerapkan sistem sanksi sesuai syariat Islam, bukan justru memberikan sarana kemudahan bagi pelaku zina.

Negara akan memberlakukan hukum cambuk 100X bagi pelaku zina yang belum menikah. Kemudian menerapkan hukum rajam hingga mati bagi pelaku zina yang sudah menikah. Hukuman tersebut dilaksanakan setelah proses penyelidikan dari saksi dan bukti-bukti. Kemudian dieksekusi di depan khalayak agar orang lain tidak turut melakukan dosa serupa. 

Larangan zina adalah aturan Allah untuk kemuliaan manusia, bukan untuk mengekang naluri dalam mencintai lawan jenis. Sebab, Islam sudah punya aturan baku dan satu-satunya dalam penyaluran naluri tersebut yakni melalui pernikahan yang suci. 

Saat ini, aturan Islam yang mulia dan sempurna tersebut belum terlaksana. Oleh karena itu, harus ada upaya oleh segolongan umat untuk menyeru penguasa agar menerapkannya. Sebab, hanya dengan Islam, kehidupan manusia akan penuh berkah. Wallahu a'lam.

Oleh: Wida Nusaibah, Pemerhati Kebijakan Publik
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :