Pembentukan Akhlak Mulia Tak Cukup Hanya dengan Program Muatan Lokal di Sekolah - Tinta Media

Rabu, 07 Agustus 2024

Pembentukan Akhlak Mulia Tak Cukup Hanya dengan Program Muatan Lokal di Sekolah

Tinta Media - Dalam rangka menyongsong tahun baru Islam 1 Muharram 1446 Hijriyah lalu, Bupati Kab Bandung, Dadang Supriatna mengadakan tabligh akbar dengan menghadirkan Ustaz Hilman Fauzi di Masjid Agung Nagreg Kabupaten Bandung, Jumat (12/7/2024). 

Pada sambutannya, Bupati Bandung menyampaikan tentang pentingnya penyempurnaan dan perbaikan akhlak. Tabligh Akbar juga dilaksanakan di Kecamatan Baleendah bersamaan dengan giat Pelantikan Pengurus MWC NU di Lapangan Sektor 7 Citarum, Kampung Penclut, Desa Rancamanyar, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Sabtu (13/7/2024)

Pada kesempatan itu, Bupati juga mencanangkan program muatan lokal di Sekolah guna membentuk anak-anak berkarakter dan berakhlak mulia.


Sejak dilantik menjadi Bupati Bandung, Kang DS memiliki berbagai program, di antaranya program muatan lokal untuk para siswa TK, SD, dan SMP di sekolah. Program ini mewajibkan para siswa/siswi untuk mempelajari pendidikan Pancasila dan UUD 1945 pendidikan bahasa dan budaya Sunda, belajar mengaji dan menghafal Al-Qur’an. Yang menjadi tujuan dari program tersebut adalah untuk membentuk generasi menjadi pemimpin bangsa dan negara yang berkarakter dan berakhlak mulia.

Sudah seharusnya pemerintah melakukan berbagai upaya dalam mewujudkan generasi mulia melalui sistem pendidikan. Masyarakat berhak mendapatkan layanan pendidikan yang dikelola negara. Tujuan dari pendidikan itu sendiri adalah mencetak generasi yang berkepribadian Islami, dalam arti pola pikir dan pola sikapnya berdasarkan Islam yang menguasai ilmu pengetahuan dan tsaqafah, serta menguasai kecakapan hidup untuk mengelola bumi dengan sebaik-baiknya.

Dengan demikian, tentunya siswa tidak hanya mengaji dan menghafal Al-Qur'an atau mempelajari pendidikan Pancasila dan UUD 1945. Akan tetapi, para pelajar harus diberi penguatan syakhshiyyah (kepribadian). Penguatan sakhshiyyah ini menjadi dasar pembentukan kepribadian Islam.

Dengan demikian, program muatan lokal yang diupayakan pemerintah belum sepenuhnya memenuhi hak pendidikan dan belum mampu mengantarkan pada pembentukan kepribadian islami. Realitasnya, pembinaan keislaman di sektor pendidikan justru teramat minim. Di lain sisi, pemerintah gencar mengopinikan moderasi beragama ke sekolah-sekolah hingga jenjang perkuliahan. Jika terdapat kelompok pelajar yang beraktivitas pada keagamaan, maka tidak jarang dicurigai sebagai bagian dari radikalisme.

Standar mutu pendidikan hari ini lebih didominasi oleh pemeringkatan internasional, semisal PISA (Program for International Student Assessment). Alhasil, target literasi dan numerasi menjadi tolok ukur utama, sedangkan aspek kepribadian tak dijadikan sebagai fokus utama pendidikan.

Konsep seperti ini merupakan paradigma sistem kapitalisme di sektor pendidikan.
Dengan demikian, tidak cukup dengan program muatan lokal di sekolah untuk menggapai fokus tujuan pendidikan, sebab semua itu tidak mampu melahirkan output unggul dan berkualitas, apalagi mampu membentengi siswa dari serangan budaya Barat.

Sesungguhnya, pembentukan anak yang berkarakter dan berakhlak mulia tidak mungkin dilakukan dalam sistem kapitalisme sekularisme, karena watak sekularisme adalah memisahkan agama Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

Sistem sekuler menjadikan agama tidaklah penting. Padahal, hakikatnya inilah malapetaka besar dalam dunia pendidikan, yaitu ketika sejak dini telah diajarkan untuk menjauhi nilai-nilai spiritual. 

Sementara, Islam yang telah Allah turunkan dengan sempurna telah mengatur segala hal dengan totalitas kehidupan agar seorang semua muslim selalu berpegang teguh pada pedoman yang mulia, yakni Al-Qur'an dan As-Sunnah. 

Generasi saleh hanya lahir dari peradaban yang gemilang. Generasi cemerlang adalah generasi yang menjadikan Islam sebagai pembentuk karakter dan kepribadian mereka. Tidak ada pemisah dalam urusan iman dan ilmu yang akan memberikan pengaruh besar dalam aktivitas kesehariannya. Kehebatan pendidikan dalam sistem Islam telah terbukti pada masa peradaban Islam selama 13 abad lamanya.

Peradaban Islam hanya lahir dari sistem Islam, mustahil lahir dari peradaban sekuler yang telah nyata-nyata membawa kemudharatan dalam segala aspek. 

Sejarah telah mencatat bahwa cendekiawan dan ilmuwan yang ahli dalam berbagai bidang, mereka tidak mengerdilkan urusan agama. Misalnya, Al Khawarizmi, seorang ahli matematika yang dikenal oleh Barat sebagai Al Jabar. Selain itu, ada Jabir Ibnu hayyan sebagai ahli kimia, Ibnu Sina seorang Bapak kedokteran dunia, Ibnu Rusyd, Al-Farabi, dan lain sebaginya. 

Semua ini menjadi bukti bahwa ulama pada masa peradaban Islam tidak hanya lihai dalam ilmu agama, tetapi juga mampu menguasai ilmu umum, sains, dan teknologi. Luar biasa, betapa pendidikan Islam melahirkan generasi muda yang hebat pada masanya.

Islam tidak bisa menjadi sebuah agama yang terpisah dari kehidupan. Islam pun tidak akan bisa dicampuradukkan dengan pemahaman yang diadopsi dari luar Islam, semisal mencampuradukkan pemahaman Islam dengan pemahaman moderat. 

Pemahaman Islam dengan toleran atau intoleran, tentulah ada dua sisi yang berbeda pada istilah-istilah tersebut yang tidak bisa menjadi satu kesatuan dan menganggap istilah tersebut berasal dari Islam semata.

Visi pendidikan dalam sistem Islam tiada lain adalah untuk mencetak generasi yang berkepribadian Islam. Kurikulum nya berlandaskan pada akidah Islam. Maka, dari sini akan lahir generasi yang berakhlak mulia yang dibentengi oleh iman yang kuat. Di samping itu, paradigma pendidikannya ditopang dengan ekonomi Islam, sehingga kesejahteraan bisa dicapai oleh seluruh elemen masyarakat. Wallahu'alam bisshawab.

Oleh: Dara Rifka Mahzura, Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :