Tinta Media - "4 sehat 5 sempurna" slogan yang tak asing lagi, kerap menjadi sorotan masyarakat Indonesia setelah terpilih calon presiden-wakilnya kian diagungkan untuk memperbaiki gizi anak di Indonesia. Hingga muncul pemberian makan siang, susu gratis untuk anak sekolah serta pesantren adalah salah satu program unggulan pasangan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran. kerap mendapat sorotan. Dari uji coba yang dilakukan secara langsung oleh wakil presiden yang belum dilantik ini diwilayah-wilayah tertentu, seperti solo dan Tangerang hingga beredar penurunan anggaran yang berawal 15.000 per anak menjadi 7,500. Meskipun dibantah oleh Gibran tak akan memangkas hal tersebut. Bahkan sempat diganti menjadi program "makan bergizi "karena tak setiap siang akan mendapatkannya.
Menuai beberapa kontroversi, meski Pemerintahan Presiden Jokowi telah mengalokasikan Rp 71,5 triliun untuk program makan bergizi gratis pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan anggaran Rp7.500 per porsi untuk program makan gratis, dinilai cukup bahkan termasuk besar untuk daerah tertentu.
"Saya kira untuk daerah tertentu Rp7.500 sudah sangat besar itu," kata Muhadjir Effendy di Jakarta, Kamis (18/7).
Bahkan dengan dalih agar bisa menjangkau sebanyak-banyaknya anak di setiap tempat. Tetapi fakta di lapangan masyarakat, merasa ini akan berjalan beberapa kali saja, bahkan mungkin akan lebih rendah lagi anggaran setiap anaknya. Bahkan fakta warung pinggir jalan merasa "cuma bisa dapat nasi, bakwan 1 dan sayuran yang sedikit"
Tak Sesuai Realitas
Namun sejak awal , tentu program yang diagungkan kian menjadi ilusi, mengapa? Karena harapan besar masyarakat terhadap program unggul di saat kampanye pasti lah tak seindah surga pandangan masyarakat jika masih dibaluti sistem kapitalisme. Dari dalih memperbaiki gizi penanganan stunting anak yang ada di Indonesia. Bukanlah solusi yang tepat. Dari pernyataan WHO saja perbaikan gizi tepat diawal pertumbuhan yakni 1000 hari pertama. Bukan masa anak - anak menduduki sekolah dasar.
Belum lagi , hasil riset ini hanya sekedar memenuhi sebagian kecil janji yang digemparkan pada saat itu. Namun lebih tepatnya janji kian plesetan yang mengarah tak sesuai janji di saat kampanye. Padahal seharusnya menjadi yang tujuan utama adalah pelayanan terbaik untuk masyarakat.
Ditambah lagi nantinya, pengalokasian yang tidak tepat sasaran. Bahkan kemungkinan potensi korupsi oleh para koruptor dalam dana tersebut karena ada kesempatan bagi para koruptor. Dan membuat anggaran untuk rakyat kian mengecil.
Ini bukanlahlah hal pertama yang terjadi, namun sudah kerap menjadi watak praktek politik kapitalis, meski harapan besar masyarakat harus tenggelam lagi dengan ekspetasi yang ada. Belum juga dilantik sudah memupuskan harapan.
Mengapa bisa terjadi? Dari aspek tujuan utama mereka saja bukanlah umat yang menjadi tujuan murni adanya, karena pola dasar hidup yang dibangun kapitalisme adalah materi diatas segalanya ,baik menghalalkan segala cara mereka tebus. Tak peduli akan dampak bagi rakyat, sedangkan rakyat sendiri sungguh terpuruk. Sudahlah angka kemiskinan semakin tinggi, rakyat pun mabuk dengan pungutan ini-itu. Lihatlah Tapera, kenaikan UKT, kenaikan pajak, dan yang terbaru wajib asuransi kendaraan beroda dua.
Seolah - olah semua ini hanyalah interaksi penjual dan pembeli, dimana rakyat terus membeli kebutuhan hidupnya yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Hati nurani yang kian buta kerap rakyat jadi korban atas kerakusan para penegak hukum negara.
Sudah semestinya rakyat membuka mata dan pikiran dari solusi buntu ini, dengan fakta yang terjadi membuktikan segala janji manis pun tak akan terealisasikan kecuali sebagin kecil dengan maksud keuntungan kembali pada mereka. Sehingga rasa percaya mereka mulai pupus terhadap sistem hari ini.
*Hanya islam yang bisa mensejahterkan*
Jauh berbeda dengan sistem pemerintahan islam, yang mengutamakan pelayanan maksimal untuk rakyat. Karena Islam memandang dengan adanya pemerintahan adalah sebuah amanah yang wajib ditunaikan serta akan ada pertanggung jawaban setiapnya.
Sebagaimana potongan hadist. Ibn umar r.a berkata "...setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya..."
Setiap apa yang dijanjikan harusnya ditunaikan dengan optimal karena takutnya pertanggung jawaban kelak atas periayahannya, bukan malah melontarkan segala janji manis demi kemenangan kampanye.
Islam dengan solusi paripurnanya, tentu memiliki langkah dalam mensolusikan hal tersebut. Dari penanganan stanting tentu negara yang utama dalam menyiapkan pokok utama, yang disumberkan dari baitulmal daulah. Dari pengoalahan SDA yang tepat, tanpa korup dan penggelapan dana, tanpa campur tangan asing serta upaya semua dikembalikan ke rakyat. Serta pembelanjaan negara yang sesuai syariat. Terlagi pemimpin yang tentunya menjadikan iman sebagai landasan memimpin urusa umat.
Bahkan, sudah terjamin tanpa program semacam itu, negara Islam memiliki kebijakan berdasarkan syariat Islam yang diturunkan untuk menjadi rahmatal lil alamin yang akan menjamin kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan tanpa terkecuali,baik kelaparan, kurang gizi, ataupun terancam stunting. Dengan begitu, yang dibutuhkan umat butuhkan saat ini adalah paradigma kepemimpinan yang bervisi mengurus dan melayani umat agar seluruh persoalan mereka -termasuk stunting- bisa teratasi secara tuntas dan paripurna. Lantas harus menunggu apa lagi, jika semua ingin terealisasikan sesuai harapan rakyat semua?
Oleh: Fariha Maulidatul Kamila, Mahasiswa