Legalisasi Aborsi Bukan Solusi - Tinta Media

Senin, 19 Agustus 2024

Legalisasi Aborsi Bukan Solusi


Tinta Media - Adanya undang-undang yang melegalkan aborsi bagi korban pemerkosaan menunjukkan kegagalan sistem sekuler kapitalisme yang menjunjung liberalisasi.

Presiden Jokowi resmi mengesahkan PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang kesehatan. Isi dari PP tersebut di antaranya adalah diperbolehkan aborsi bagi korban pemerkosaan. Pengesahan peraturan ini dilatarbelakangi dengan meningkatnya kehamilan sebagai akibat pemerkosaan atau tindakan kekerasan seksual pada anak-anak dan remaja. Namun, benarkah PP ini bisa menjadi solusi?

Hampir semua kebijakan akan mendatangkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Komnas Perempuan merupakan pihak yang menyambut baik PP yang membolehkan aborsi bagi korban pemerkosaan. Mereka berharap, aturan tersebut mampu mempercepat pengadaan dan memperkuat akses layanan untuk memastikan tersedianya hak atas pemulihan korban sebagaimana dilansir komnasperempuan.go.id. tertanggal 3/8/2024.

Tidak hanya Komnas Perempuan, MUI sebagai lembaga yang dipercaya umat Islam ternyata juga mnyampaikan dukungannya pada PP tersebut. Melalui K.H. Muhammad Cholil Nafis, MUI menyatakan sepakat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tentang Aborsi dan ketentuannya. 

"Kita (MUI) sepakat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28, aborsi pada dasarnya dilarang, bukan dianjurkan dan bukan dibolehkan,” jelasnya (rri.co.id, 2-8-2024)

MUI juga mengatakan sejumlah ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah terkait larangan aborsi kecuali pada keadaan darurat medis. Aborsi yang diperbolehkan adalah perempuan korban pemerkosaan. Hanya saja, peraturan ini belaku tanpa menyebut usia janin yang lebih dari 40 hari tidak boleh diaborsi. Tentu ini butuh dipastikan lagi secara detail.

Sedangkan Ketua Komnas Perlindungan Anak menjadi pihak yang kotra terhadap  PP tersebut. Menurutnya, aborsi bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Dijelaskannya bahwa undang-undang melindungi anak berusia 0-18 tahun bahkan masih di dalam kandungan. (rri.co.id, 2-8-2024)

Untuk menghadapi berbagai respon tersebut, masyarakat butuh memahami apa aborsi dan bagaimana dampak yang ditimbulkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, aborsi diartikan sebagai pengguguran kandungan. Sedangkan menurut medis, aborsi merupakan praktik mengakhiri kehamilan dengan cara menghancurkan janin dalam kandungan.

Tindakan aborsi ini memiliki dampak dan risiko yang tidak ringan. Risiko yang mungkin terjadi bagi wanita yang menjalani aborsi bisa infeksi pada rahim, saluan tuba serta panggul, mengalami kerusakan Rahim, syok sepsis, bahkan sampai pendaharan hebat hingga kehilangan nyawa. Dengan demikian, tindakan aborsi pada korban pelecehan seksual bisa menambah masalah, terlebih jika masih usia remaja bahkan anak-anak.

Solusi di Sistem Sekuler Kapitalisme

Dari penjelasan di atas, maka kebijakan legalisasi aborsi bukanlah solusi tepat untuk mengatasi permasalahan korban kekerasan seksual. Solusi tersebut belum menyentuh akar permasalahan, bahkan justru bisa menambah persoalan. Legalisasi ini dikhawatirkan justru bisa meningkatkan kekerasan seksual atau pemerkosaan karena menganggap ada jalan aborsi jika terjadi kehamilan. 

Selain itu, dengan diperbolehkan aborsi, ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak khawatir dengan keselamatan dan kesehatan korban pemerkosaan, mengingat dampaknya yang tidak ringan. 

Adanya undang-undang yang melegalkan aborsi bagi korban pemerkosaan menunjukkan kegagalan sistem sekuler kapitalisme yang menjunjung liberalisasi. Pemikiran liberal telah menjauhkan agama dari kehidupan. Akibatnya, kasus pemerkosaan, kekerasan seksual banyak terjadi karena gaya hidup bebas yang dijalankan masyarakat. Tidak ada batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan sehingga memungkinkan terjadinya hamil di luar nikah atau hamil disebabkan pemerkosaan.

Celakanya lagi, solusi yang ditawarkan juga liberal, bebas tanpa memperhatikan hukum-hukum agama. Pemerintah bebas membuat kebijakan sendiri seolah-olah paling berkuasa menentukan hidup matinya manusia. Inilah solusi yang penuh risiko dari sistem sekuler kapitalisme.

Solusi dalam Islam

Dalam Islam, negara harus menerapkan syariat dalam sistem pemerintahannya. Negara wajib meriayah rakyat dan bertanggung jawab penuh atas kesejahteraannya. Negara juga menjamin kesehatan dan keselamatan perempuan, termasuk korban pemerkosaan yang mengalami kehamilan. 

Dalam sistem Islam, aborsi hanya boleh dilakukan karena kondisi darurat, membahayakan ibu yang hamil. Selain alasan itu, maka aborsi dilarang untuk dilakukan. Jika ada yang melanggar ketentuan tersebut, maka akan dikenakan sanksi berupa membayar diat (tebusan) bagi janin yang digugurkan. Diat yang harus dibayar adalah seorang budak laki-laki/perempuan atau sepersepuluh diat manusia sempurna, yakni 10 ekor unta.

Saat aborsi dilakukan karena darurat pun harus memperhatikan usia janin, yaitu 40 hari atau 40 malam. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah, "Jika nutfah (zigot) telah lewat empat puluh dua malam (dalam riwayat lain, empat puluh malam), maka Allah mengutus seorang malaikat padanya. Lalu, Dia membentuk nutfah tersebut. Dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu, Malaikat itu bertanya (kepada Allah), ‘Ya Tuhanku, apakah ia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah kemudian memberi keputusan .… " (HR. Muslim dari Ibnu Mas'ud r.a)

Hadis ini menunjukkan bahwa Islam menjaga dan melindungi nyawa, sekalipun masih dalam kandungan. Untuk itu, negara yang menerapkan sistem Islam akan berusaha mencegah aborsi akibat korban pemerkosaan. 

Maka, sebelum terjadi kehamilan yang tidak diinginkan, negara mengatur pergaulan laki-laki dan perempuan dengan membentuk kepribadian Islam, menguatkan akidah rakyat sehingga dapat mencegah terjadinya perkosaan dan pergaulan bebas. 

Dalam pencegahan, negara membina masyarakat dengan akidah Islam sehingga melahirkan ketaatan kepada Allah. Dengan demikian, ada larangan mendekati zina sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Isra ayat 32 yang artinya,

"Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan buruk.” 

Ini menjadi rambu-rambu yang tertanam di benak umat.

Ayat tersebut juga menegaskan larangan berdua-duaan yang bukan mahramnya dan melakukan tindakan kotor. Rasulullah juga bersabda tentang  larangan seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita, kecuali disertai mahram si wanita. (HR. Imam Ahmad).

Jika sistem Islam diterapkan oleh negara, maka kehamilan di luar nikah bisa diminimalisir karena sudah dilakukan pencegahan pergaulan bebas. Laki-laki dan perempuan juga diwajibkan menutup aurat secara sempurna ketika berada di tempat umum. Hal ini juga bisa mencegah terjadinya syahwat yang bisa mengundang perbuatan pelecehan, kekerasan seksual, bahkan pemerkosaan. 
Wallahualam bishawab.



Oleh: R. Raraswati
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :