Tinta Media - Menyayat hati, viral di berbagai platfrom media sosial terjadi lonjakan gagal ginjal pada anak karena mengonsumsi berbagai makanan instan. Banyak konten kreator memberi edukasi bahwa sufor yang selama ini membersamai tumbuh kembang buah hati, diklaim menjadi salah satu pemicu gagal ginjal anak. Hal ini berujung menuai kontroversial.
Maraknya konten anak melakukan hemodialisis (cuci darah) karena gagal ginjal kronis di RSCM atau Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo membuat kegaduhan warganet. Dokter Eka Laksmi Hidayati selaku konsultan nefrologi anak dari RSCM menyatakan, jumlah 60 anak akan melakukan terapi pengganti ginjal, dan 30 anak menjalaninya cuci darah rutin. (Detik.health, 25/7/2024).
Data senada ditemukan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, bahwasanya terdapat 20 anak yang didiagnosis gagal ginjal kronis. Penyebab gagal ginjal pada anak yang tengah viral diklaim oleh Ketua Pengurus IDAI dr. Piprim Basarah Yanuarso terjadi karena kelainan bawaan dan lifestyle anak zaman now.
Sebagai gambaran, hal serupa terjadi pada Muhamad Riski Fahrezi, divonis gagal ginjal 2020 silam ketika usianya 18 tahun. Impect pola hidup kacau. Setiap hari ia konsisten minum teh serta kopi instan hingga mengalami obesitas. Ini mengharuskannya melakukan cuci darah rutin selama tiga tahun hingga akhirnya menjalani donor transplatasi ginjal. (Bbcnews.indonesia, 31/07/24)
Meskipun dari berbagai pihak terlibat klarifikasi, bahwa berita yang beredar adalah hoax terkait lonjakan jumlah gagal ginjal pada anak, tetapi kita tetap harus menyikapi dengan serius, karena ini merupakan red flag yang sistemik. Banyak sekali faktor yang saling terkait satu sama lain dan menjadi penyumbang masalah beruntun.
Pertama, bisa kita cermati dengan seksama bahwasanya maraknya lifestyle masa kini bercorak liberal (bebas). Artinya, dalam bidang kesehatan, setiap individu dengan sesuka hati mengonsumsi makanan dan minuman sesuai keinginan tanpa memperhatikan kandungan nutrisinya. Misalnya, rutin mengonsumsi junk food.
Kedua, kelalaian konsumen ketika mengonsumsi junk food tanpa memperhatikan kandungan suatu produk menunjukkan minimnya literasi. Ironisnya, banyak sekali susu formula (sufor) yang kandungan susu aslinya rendah sedangkan kandungan gula tinggi. Sedangkan anjuran Kementrian Kesehatan, batas maksimum adalah 50 gram dalam sehari.
Berdasarkan Studi Internasional oleh Gemma Bridge yang diterbitkan British Dental Journal, Universitas Leeds Beckett, serta Profesor kesehatan mulut trans kultural di King's College London, Profesor Raman Bedi, dan mantan kepala petugas gigi Inggris, ditemukan fakta mengejutkan bahwasanya lebih dari setengah produk susu formula mengandung sukrosa lebih dari 5 gram setiap 100 ml. Parahnya, lebih banyak kandungan sukrosa dari pada minuman bersoda. Apalagi ternyata susu formula terdapat kandungan gula tambahan yang tidak terdapat di dalam ASI. (Haibunda, 16/04/22)
Ketiga, adanya marketing yang bagus, ditandai dengan maraknya iklan menggiurkan dan berhasil memikat hati para konsumen. Misalnya, buy 1 get 1, free ongkir, diskon 50%, dsb.
Keempat, BPOM harus lebih menekan kandungan yang ada di dalam produk, mengingat mayoritas masyarakat memiliki lifestyle bebas, sebagai langkah awal antisipasi aman di konsumsi rutin dalam jangka panjang.
Kelima, pemicu lifestyle bebas berawal dari maindset yang salah. Mayoritas masyarakat masa kini barometer perbuatannya berasaskan manfaat. Sebagai konsumen, ketika merasakan puas dan nikmat usai mengonsumsi suatu produk, pasti akan merasa kecanduan. Mayoritas tidak memperhatikan apakah zat yang terkandung haram atau halal, memiliki Impact yang ditimbulkan atau tidak.
Perlu diketahui bahwa seluruh market dikuasai oleh kapitalistik yang mengedepankan profit limit maksimum. Sehingga, wajar sekali ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2024 Tentang Pelaksanaan UU Nomor 17 tahun 2023 perihal Kesehatan.
Ada beberapa pasal yang dianggap sebagai solusi dalam problematika ini. Pasal 27 Nomor 28 tahun 2024 tentang donor ASI. Ini dibolehkan apabila seorang ibu tidak bisa memberikan ASI karena indikasi medis serta tinggal terpisah.
Perlu diketahui bahwa di dalam Pasal 24, bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif. Ini selaras dengan Pasal 33 aturan pemerintah terkait produsen atau distributor susu formula bayi yang dilarang melakukan pergerakan yang dapat menghambat pemberian ASI eksklusif.
Misalnya, memberikan diskon menggiurkan yang menarik minat pembeli. Esensi pemberian ASI eksklusif memang bagus untuk tumbuh kembang bayi. Namun, donor ASI juga harus diimbangi dengan edukasi dan pemahaman di tengah-tengah masyarakat terkait hukum persusuan. Ini karena di dalam Islam, kedudukan anak persusuan terhadap keluarga ibu persusuan adalah mahram. Sehingga, donor ASI di sini perlu diperjelas lagi skema dan mekanisme. Jangan sampa akhirnya melahirkan problematika kontemporer.
Seharusnya solusi tersebut bisa menyentuh pada akar masalah. Maraknya gagal ginjal pada anak salah satunya karena lifestyle bebas, sehingga yang diberantas produsennya bukan pembatasan diskon semata. Ketika produk masih bebas beredar, otomatis masih bisa dengan mudah didapatkan, baik itu sufor, makanan dan minuman instan lainnya, atau produk junk food yang digandrungi kalangan remaja hari ini.
Kerusakan hari ini berasal dari pola pikir yang kacau. Apabila iklannya dilarang, perusahaan masih beroperasi, dan mindset masyarakatnya tidak dipahamkan. Sejatinya, seperti apa esensi lifestyle yang benar dan pola makan yang sehat? Tentunya skemanya akan sama, dengan maraknya produk yang masih beredar dan makin bervariasi. Ini akan terus kecanduan untuk konsumsi.
Adanya PP di tengah-tengah maraknya gagal ginjal pada anak membuktikan bahwa kapitalisme sudah mendarah daging di seluruh elemen. Cara pandang kapitalisme dijadikan "way of life" mayoritas masyarakat hari ini. Misalnya, tidak mempertimbangkan banyak kebaikan atau mudharat dalam memproduksi sebuah produk atau membuat suatu kebijakan.
Kebijakan sekarang dijadikan sebagai pelumas menancapkan hegemoni kapitalisme di bumi pertiwi. Peluang terjadinya kasus gagal ginjal yang menggurit akan kecil apabila Islam diterapkan di tengah-tengah masyarakat. Sampai kapan pun Islam akan selalu relevan dengan seluruh problematika kehidupan, meskipun fakta yang ada selalu berkembang dan beragam.
Islam memiliki visi dan misi yang jelas ketika menjalani kehidupan di dunia ini. Seperti yang tertuang di dalam QS. az-Zariyat ayat 56, bahwasanya rahasia penciptaan terhadap manusia dan jin untuk beribadah kepada Allah.
Para ulama bersepakat, ketika beribadah harus dilandasi dengan ilmu agar mendapatkan ridha Allah. Sehingga jelas segala sesuatu perbuatan manusia disandarkan kepada hukum syara, jadi jelas baromerer khair (baik), syarr (buruk), dan hasan (terpuji), khabih (tercela).
Memaknai makan saja sangat jelas dan detail. Esensi makan di dalam Islam adalah untuk memenuhi kebutuhan jasmani dalam rangka bertahan hidup. Sehingga, makan dengan kapasitas yang cukup dan memperhatikan ketentuan-ketentuan terkait makanan yang thayyib seperti apa, misalnya dijelaskan dalam TQS al-Maidah ayat 4.
Makan yang sehat adalah makan berittiba kepada Rasulullah, role model terbaik sepanjang masa. Makanan memperhatikan asupan dan porsi. Islam memandang bahwa apa yang dikonsumsi akan memerngaruhi taraf kecerdasaan seseorang. Sehingga, Rasulullah sangat memperhatikan makanan yang akan dikonsumsi.
Islam begitu sempurna mengatur berbagai macam persoalan, sampai tataran negara. Merespon bagaimana negara menetapkan aturan untuk setiap perusahaan yang beroperasi di dalam negara Islam tentunya tidak memandang keuntungan semata. Namun, apabila terdapat kemudaratan, lebih baik dihindari. Jangan sampai terdapat syubhat, misalnya zat yang terkandung dalam makanan halal, tetapi pengolahannya tidak menaati hukum syara.
Contohnya, ayam itu halal, akan tetapi karena perusahaan bergerak dalam makanan cepat saji sehingga porsi yang diproduksi skala besar. Akhirnya, mere memakai mesin penggiling yang tidak bisa dipastikan dalam penyembelihannya sesuai tata cara dalam Islam.
Hal semacam ini ditinggalkan, apalagi dalam jangka panjang bisa menimbulkan berbagai macam penyakit. Jadi semua harus lolos BPOM dan teruji dengan mekanisme serta prosedur yang ditentukan oleh Khalifah sesuai hukum syara.
Wallahu'alam Bisowab.
Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak.
(Penulis Ideologis)